Selain sebagai media edukasi untuk mengenal budaya bagi anak-anak, anjungan daerah yang terdapat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) juga menjadi pengobat rindu terhadap kampung halaman.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
Selepas memarkir sepeda motor, Feri Ferdian (39) dan enam anggota keluarganya langsung menuju Anjungan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Lokasi ini memang menjadi tujuan utama keluarga tersebut ke TMII.
Rombongan ini berkeliling dan berfoto-foto di dalam Rumah Gadang yang sekaligus berfungsi sebagai museum. Mereka menyaksikan pakaian adat Minangkabau dari berbagai daerah, kain songket, talempong, sejumlah kerajinan, dan koleksi lainnya.
”Berkunjung ke Anjungan Sumbar memang salah satu cara mengobati rindu jo kampuang,” kata Feri, perantau Minangkabau asal Maninjau, di Anjungan Sumbar, TMII, Jakarta Timur, Senin (25/12/2023) siang.
Senin siang itu, Feri memboyong istri, anak, kakak ipar, dan dua keponakannya untuk mengisi libur sekolah, Natal, dan Tahun Baru, ke TMII. Warga yang berdomisili di Ciracas, Jakarta Timur, itu berangkat dengan menggunakan dua sepeda motor.
Feri yang merantau ke Jakarta sejak 2003 itu mengaku memang rindu kampung. Selama merantau, ia jarang pulang dengan berbagai sebab dan alasan. Terakhir kali ia dan keluarga pulang ke Maninjau pada 2013.
”Waktu itu nenek sakit, hampir semua anggota keluarga di perantauan pulang bersama. Setelah itu, saya belum pernah pulang lagi,” kata pria yang bekerja sebagai pengusaha konveksi ini.
Anjungan Sumbar, Senin siang itu, paling ramai di antara anjungan daerah lain di sekitarnya. Puluhan orang datang silih berganti.
Selain mengamati dan berfoto-foto dengan Rumah Gadang juga koleksinya, pengunjung juga menikmati berbagai acara yang diadakan di sana. Setiap anjungan biasanya punya kegiatan atau pertunjukan seni untuk pengunjung.
Di sudut halaman bagian timur ada pertunjukan seni dan tari tradisional Minangkabau. Sementara itu, di sudut lainnya sebelah barat, ada bazar kuliner Minang, dari nasi padang, martabak kubang, sate padang pariaman, bika bukittingi, es tebak, hingga pisang kapik.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian ”Pekan Desember dan Tahun Baru” yang diadakan Anjungan Sumbar pada 16-31 Desember 2023. Acara ini menyajikan kesenian tari, musik, dan kuliner Minang.
Bazar kuliner itu juga menjadi lokasi yang dikunjungi Anwar (48), Senin lalu, seusai berkeliling ke wahana lain di TMII. Ia bersama tujuh anggota keluarga besarnya mencicipi berbagai kuliner Minang untuk sedikit melepas rindu terhadap kampung halaman.
”Di luar, jarang-jarang ada bazar kuliner seperti ini,” kata pria yang bekerja sebagai pegawai pemerintah ini. Anwar merupakan perantau asal Lubuk Alung, Padang Pariaman, sedangkan istrinya dari Bukittinggi.
Selepas menikmati makanan, Anwar yang datang bersama istri, tiga anaknya, kakak ipar, dan dua keponakannya juga naik ke Rumah Gadang dan menyaksikan koleksi di dalamnya. Mereka turut berfoto-foto dengan Rumah Gadang dan koleksinya.
Mengenal budaya
Selain melepaskan rindu pada kampung halaman, berkunjung ke anjungan daerah di TMII menjadi ajang mengenalkan budaya kepada anak-anak, baik budaya asal orangtua maupun budaya daerah lainnya di Indonesia.
Putra Feri, misalnya, lahir dan besar di Jakarta. Istrinya bukan dari etnis Minangkabau. Hal tersebut tentu membuat sang putra berjarak dengan budaya Minang. ”Anak diajak ke sini supaya bisa mengenal budaya orangtuanya,” kata Feri.
Anak-anak para perantau bisa belajar di sanggar-sanggar tersebut untuk mengenal dan mempelajari seni serta budaya daerahnya.
Maksud serupa ditujukan Anwar untuk anak-anaknya saat berkunjung ke Anjungan Sumbar. Ia berharap anak-anaknya yang sekarang berusia remaja tidak melupakan identitas dan asal-usul orangtua mereka.
Hidup di perantauan, kata Anwar, memang membuat anak-anaknya jarang terpapar budaya Minangkabau. Lingkungan di perantauan sangat majemuk. Sementara di rumah, anak-anak tidak berbahasa Minang. Kunjungan ini setidaknya jadi pengingat.
”Penting untuk mengenalkan kepada anak supaya mereka tahu asal-usulnya dan menguatkan jati dirinya. Bagaimanapun Indonesia bangsa besar, banyak suku dan ras. Jadi, anak-anak tahu mereka bagian dari keberagaman itu,” ujar Anwar.
Sementara itu, Ade Sugianto (45) datang bersama delapan anggota keluarga besarnya ke TMII, Senin lalu, atas permintaan sang anak. Selain berkunjung ke Sky World, mereka juga mengunjungi beberapa anjungan daerah, seperti Sumbar, Riau, dan Yogyakarta.
Di anjungan-anjungan itu, Ade dan keluarga menyaksikan rumah adat dan koleksi yang dipamerkan di dalamnya.
”Waktu sekolah kemarin, anak-anak juga ke TMII. Sekarang, mengunjungi daerah-daerah yang belum sempat disinggahi kemarin,” ujar Ade yang berkunjung bersama istri, tiga anak, mertua, dan dua keponakannya.
Ade merasa senang melihat antusiasme anak-anak berkunjung ke anjungan-anjungan daerah tersebut. Momen itu jadi kesempatan bagi anak-anak mengenal budaya dan suku bangsa Indonesia yang beragam.
Sanggar seni
Koordinator Humas TMII Novera Mayang Sari mengatakan, beberapa anjungan daerah di taman mini, termasuk Sumbar, memang menjadi tujuan perantau. Mereka yang tidak bisa pulang saat Lebaran atau libur panjang biasa berkunjung ke anjungan daerah untuk sedikit mengobati rindu terhadap kampung halaman.
”Di anjungan-anjungan daerah biasanya ada atraksi-atraksi kesenian daerah dan kuliner khas daerah. Jadi, kalau tidak sempat pulang, mereka datang ke taman mini,” kata Mayang.
Mayang melanjutkan, sebagian besar warga Jakarta adalah perantau. Mereka berdomisili, bekerja, berkeluarga, dan melahirkan anak di sini. Karena jarang pulang, anak-anak perantau seperti tercerabut dari akar budayanya.
Berkaca pada kondisi tersebut, beberapa anjungan, kata Mayang, juga menyediakan sanggar tari dan musik daerah, seperti Jawa Barat, Sumatera Barat, Jawa Timur, dan Bali.
Anak-anak para perantau bisa belajar di sanggar-sanggar tersebut untuk mengenal dan mempelajari seni serta budaya daerahnya.
”Anjungan-anjungan itu tidak hanya sebagai show window daerah, tetapi itu juga sebagai wadah pelestarian seni dan budaya tak benda,” ujar Mayang.