Damai Misa Malam Natal dan Syahdu Azan Maghrib di Istiqlal
Perayaan Natal selalu merekam kebersamaan. Seperti suara azan Maghrib dari Masjid Istiqlal yang masuk ke ruang-ruang Gereja Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga di Jakarta.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO, VINA OKTAVIA, REBIYYAH SALASAH, KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
Lantunan lagu paduan suara mengiringi proses komuni atau penerimaan hosti saat misa malam Natal pertama di Katedral Jakarta, Minggu (24/12/2023). Umat juga ikut bernyanyi.
Tidak lama setelah lagu itu selesai, suara azan Maghrib menyusul dari seberang Katedral. Suara panggilan untuk shalat itu berasal dari Masjid Istiqlal yang hanya sekitar 50 meter dari gereja.
Suara azan itu terdengar syahdu. Alunan azan dimulai pukul 18.06 dan berakhir sekitar 10 menit kemudian.
Bagi Melinda (38), umat Katolik yang sedang ibadah malam Natal, suara azan tak pernah mengganggunya. Suara itu justru membuat suasana kian khusyuk.
”Saya sudah biasa, kok, mendengarnya (azan) kalau misa hari Minggu di sore hari,” kata Melinda yang tinggal di Serpong, Tangerang Selatan. Di dekat rumahnya juga berdiri gereja dan rumah ibadah lainnya.
Melinda yakin, sekitar 3.500 umat yang hadir juga tidak keberatan dengan suara azan. Azan yang masuk ke sela-sela misa malam itu menjadi bukti toleransi dan keberagaman yang tak pernah habis di Indonesia.
Potret keberagaman juga begitu terlihat malam itu. Pengamanan gereja tidak hanya dilakukan oleh polisi, tetapi juga warga masyarakat yang berbeda latar belakang.
Front Pemuda Muslim Maluku (FPMM) ikut mengamankan proses misa malam Natal di Katedral. Keterlibatan organisasi ini bertujuan menjamin rasa aman umat Katolik yang beribadah.
Menurut kepercayaan yang saya anut, kita diajarkan untuk toleran dan menciptakan suasana sejuk dan damai
”Menurut kepercayaan yang saya anut, kita diajarkan untuk toleran dan menciptakan suasana sejuk dan damai,” ucap Faisal Tuanaya (31), anggota FPMM.
Tidak hanya saat misa Natal, masyarakat juga hidup harmoni selayaknya keberadaan Masjid Istiqlal yang dekat dengan Gereja Katedral. Ketika Natal, umat Katolik parkir di Masjid Istiqlal. Pada hari besar Islam, Gereja Katedral juga biasanya menyediakan area parkir untuk umat Islam yang beribadah.
Kepala Subbidang Pembinaan Keagamaan dan Remaja Masjid Istiqlal Jamalulail mengatakan, saat Idul Fitri dan Idul Adha, Asosiasi Remaja Masjid Istiqlal bekerja sama dengan Orang Muda Katolik untuk membersihkan sampah di area masjid. Pihaknya juga kerap membantu umat gereja menyeberang jalan.
Jembatan toleransi
Wujud harmoni warga terbingkai dalam Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Terowongan ini dibangun pada 15 Desember 2020.
Terowongan memiliki panjang 28,3 meter, tinggi 3 meter, dan lebar 4,1 meter. Total luas terowongan 136 meter persegi, sedangkan total luas shelter dan tunnel 226 meter persegi.
Menurut rencana, terowongan bawah tanah itu diresmikan Presiden Joko Widodo pada 1 Januari 2024. Kamis lalu, Kompas mendapat kesempatan masuk ke dalam terowongan.
Pintu masuk berada di dekat gerbang utama Masjid Istiqlal, hanya berjarak 16 meter. Dari gerbang Katedral, pintu masuk terowongan berjarak 32 meter. Tersedia tangga dan lift khusus penyandang disabilitas.
Desain eksterior terowongan yang menggunakan material transparan membuat pengunjung bisa melihat Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Terdapat juga visual sepasang tangan yang bersentuhan. Namun, interior ini belum sepenuhnya tuntas.
Kepala Bidang Ri’ayah Masjid Istiqlal Ismail Cawidu mengatakan, Terowongan Silaturahmi mempunyai makna keharmonisan hubungan antarumat beragama di Indonesia. Sepasang tangan yang saling menyentuh itu menggambarkan sikap kerendahan hati yang lahir dari dalam batin.
Terowongan juga menjadi simbol keterbukaan dan penerimaan lintas agama. Toleransi tidak hanya mewujud di tempat ibadah yang berdekatan, tetapi juga dialami dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
”Masyarakat (sudah) saling mengenal dan menyadari perbedaan,” ucap Ismail. Berada di dalam tanah, terowongan ini juga menyimbolkan silaturahmi dari hati paling dalam, bukan sekadar di permukaan.
Menariknya, pengelola Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral bekerja sama menggalang dana untuk membuat instalasi seni di dalam terowongan. Kebutuhan dana untuk proyek itu mencapai Rp 8,9 miliar.
Dari dokumen konsep bangun ruang Terowongan Silaturahmi yang disusun oleh Sunaryo, Aditya Novali, dan Siswadi Djoko, tempat ini akan dilengkapi dengan nada-nada. Suara beduk dan kentungan akan menggema dari satu ujung terowongan, bersahutan dengan bunyi lonceng dari gereja.
Susyana Suwadie dari Humas Keuskupan Agung Jakarta dan Gereja Katedral Jakarta menilai, terowongan akan memudahkan umat dan masyarakat yang hendak melintas atau berkunjung ke kedua tempat. Apalagi, kendaraan yang melintas kerap berkecepatan tinggi.
Lebih dari itu, kata Susyana, Terowongan Silaturahmi sungguh suatu rahmat dan anugerah bagi banyak orang. ”Kami sangat mensyukuri pembangunan terowongan ini karena kami akan semakin dekat. Terowongan itu diharapkan menjadi inspirasi tentang betapa pentingnya hidup berdampingan,” kata Susyana.
Terowongan Silaturahmi hingga suara azan setelah misa menjadi pengingat indahnya toleransi. Pesan ini perlu dijaga menjelang Pemilu 2024.
Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo pun meminta umat tetap menjaga persatuan. ”Kesatuan kita sebagai bangsa jangan pernah dikorbankan untuk kepentingan apa pun,” ujarnya.