Akhir Malang Kurniawan, Si Anak Seribu Ibu dan Bapak
Hanya karena bersenggolan saat bermain, Kurniawan dibanting ayahnya sendiri hingga tewas. Peristiwa ini kembali menandai lemah dan rentannya anak dalam keluarga dan lingkungan orang terdekat.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Duka menggelayuti warga Gang 4/5, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Kurniawan (11), salah satu anak yang tinggal di kampung itu, tewas pada Rabu (13/12/2023) karena dibanting ayahnya, Usman (43).
Peristiwa tragis itu membuat kelu. Kurniawan yang akrab disapa Awan dinilai sebagai anak yang baik oleh warga sekitar. Warga menyebutnya sebagai anak dari seribu ibu dan bapak lantaran perilakunya yang baik dan suka menolong.
Saat ditemui di rumah petak kecil di Jalan Muara Baru, Gang 4/5, Kelurahan Penjaringan, Halimah (42), ibu Kurniawan, lebih sering duduk berdiam. Perhatiannya tertuju kepada saudari dan anak-anaknya. Tatapan mata ibu empat anak itu kosong dan tampak sayu.
”Ibu lagi shock, masih sedih. Ibu kami masih enggak percaya apa yang terjadi kemarin,” kata Dzulhamid (19), kakak tertua Awan, Jumat (15/12/2023).
Halimah hanya sesekali berbicara dan terputus-putus. Ia menyebut anaknya, Awan, sebagai sosok yang rajin dan suka menolong. Apa pun pekerjaan yang ia lakukan pasti selalu dibantu anaknya tanpa diminta. Awan anak yang aktif dan ramah kepada orang lain.
”Bapaknya minta maaf (karena menyebabkan Awan meninggal akibat dibanting),” ujar Halimah pelan.
”Sudah lama, pernah dia mukul saya. (Ke anak) pukul bisa, enggak sampai dibanting,” ujar Halimah.
Dzulhamid melanjutkan cerita ibunya. Emosi ayahnya memang mudah tersulut. Tetapi, hal itu terjadi ketika ada masalah. Di rumah, ayahnya tidak banyak bicara. Ayahnya selama ini bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sehari-hari, Usman adalah buruh bongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Angke, Penjaringan.
Ia meyakini emosi ayahnya tersulut karena ada orang yang memancing sehingga gelap mata dan tega membanting adiknya itu, Rabu lalu. ”Bapak tidak sengaja melakukan itu. Saat membawa Awan masuk ke rumah dengan darah di mulut, bapak juga panik. Saya bantu bapak membersihkan darah Awan. Setelah itu dibawa ke rumah sakit,” tuturnya.
Hasanuddin (50), warga yang mengantar Usman membawa Awan ke rumah sakit, turut sedih atas peristiwa itu. Dalam beberapa kesempatan, ia melihat Usman tampak khawatir dan beberapa kali mencium anaknya.
”Sosok ayah dan anak itu orang yang baik. Ayahnya sering kumpul-kumpul bersama warga. Sementara Awan, silakan tanya kepada warga lain, ia anak yang baik dan rajin. Kami menyebutnya anak dari seribu ibu dan bapak. Kami semua sayang dia,” kata Hasanuddin.
Lukman (28), salah satu warga yang menyaksikan peristiwa tragis Rabu siang itu, tidak menyangka Usman secara tiba-tiba emosi, lalu membanting anaknya.
Sedang bermain
Kejadian itu bermula saat Kurniawan sedang bermain sepeda di Gang 4 sekitar pukul 14.00. Tanpa sengaja, ia menyenggol temannya. Beberapa warga di gang itu lalu pelan-pelan menasihati Awan agar berhati-hati saat bermain sepeda.
Usman juga sedang berada di gang itu. Ia bermain gitar. Setelah mendengar kejadian itu, ia menghampiri Awan dan memukul anaknya.
Lukman lalu mendengar ada ucapan dengan nada tinggi dari salah satu tetangga, yang mengatakan untuk tidak ribut siang-siang. Mendengar hal itu, tiba-tiba Usman membanting anaknya hingga mengeluarkan darah dari mulut.
”Saya juga kaget, tidak menyangka. Padahal, sebelumnya, setelah memukul Awan, sudah tenang. Saya bilang, sudah, jangan keras-keras sama anak. Selesai tuh masalah. Lalu, salah satu tetangga bicara, jangan ribut siang-siang. Seketika Usman membanting anaknya,” ungkap Lukman yang tidak sempat mencegah luapan emosi Usman karena kejadian itu begitu cepat.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan mengatakan, tidak lama setelah kejadian, polisi langsung menyelidiki kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oleh Usman itu.
Dari hasil pemeriksaan dan alat bukti berupa kamera pemantau, Usman dinyatakan bersalah karena telah membanting anaknya.
Lukman lalu mendengar ada ucapan dengan nada tinggi dari salah satu tetangga yang mengatakan untuk tidak ribut siang-siang. Mendengar hal itu, tiba-tiba Usman membanting anaknya hingga mengeluarkan darah dari mulut.
Atas tindakan kekerasan kepada anaknya, Usman dikenai Pasal 44 Ayat 3 Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan UU No 17/2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati mengatakan prihatin dengan rentetan kejadian kekerasan yang menimpa anak-anak di Indonesia, termasuk yang terjadi pada Awan.
Peristiwa itu merupakan kisah sedih yang harus menjadi pelajaran bagi semua elemen masyarakat hingga pemerintah. Oleh karena itu, Ai mendorong untuk segera memperluas pos komando (posko) pengaduan KDRT di setiap RW di seluruh wilayah Jabodetabek.
”Nyawa anak yang hilang menjadi refleksi kita bahwa anak masih begitu rentan terancam. Keluarga dan lingkungan belum aman untuk anak-anak,” ucap Ai.
RT hingga kelurahan, kata Ai, harus memiliki ruang untuk penguatan dan pembinaan keluarga agar kasus kekerasan anak dan perempuan bisa diminimalkan.
Kisah Awan sekali lagi menjadi gambaran nestapa yang harus ditanggung oleh anak-anak karena tindakan orang terdekat. Anak-anak merupakan pihak paling lemah dan rentan dari relasi kuasa.