Lonjakan harga cabai berdampak bagi warga Jakarta, mulai dari penjual sayur, pedagang, dan ibu rumah tangga. Mereka terpaksa mengurangi komposisi cabai pada makanan untuk menyiasati lonjakan harga cabai.
Oleh
RHAMA PURNA JATI, FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
Kenaikan harga cabai membuat sebagian warga Jakarta kelimpungan. Beragam cara ditempuh untuk menyiasati kondisi itu demi hidangan yang tetap pedas. Kondisi ini kian memantik kesadaran untuk memanfaatkan lahan pekarangan di rumah untuk membudidayakan tanaman pangan.
Rahman (60), pedagang sayur di Pasar Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, tidak berani menjual banyak cabai di tengah daya beli masyarakat yang terus turun dan harga cabai yang melambung. ”Sekarang, rata-rata saya hanya menyiapkan sekitar 5 kilogram (kg) cabai per hari untuk dijual. Kalau lebih, takutnya banyak yang busuk karena tidak laku,” ujarnya.
Jika dibandingkan bulan lalu, harga cabai kali ini melonjak dua kali lipat. Bulan lalu harga cabai rawit hanya Rp 70.000 per kg, sekarang Rp 120.000 per kg. Dampaknya, konsumen memilih untuk membatasi pembelian cabai. Kondisi ini mirip dengan harga cabai yang sangat tinggi pada 2015 yang mencapai Rp 150.000 per kg.
Rahman menduga kenaikan harga cabai kali ini disebabkan karena stok barang yang menipis. ”Sekarang sangat sulit mendapatkan stok. Kemungkinan karena hasil panen berkurang,” kata Rahman yang sudah 30 tahun menjadi penjual sayur.
Penurunan pasokan cabai diperkirakan tidak lepas dari musim hujan yang sudah mulai mengguyur. Saat musim hujan, potensi cabai yang gagal panen lebih besar.
Lonjakan harga cabai juga terjadi di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur. Harga cabai rawit merah Rp 120.000 per kg dan harga cabai merah keriting Rp 100.000 per kg.
Aulia (27), pedagang sayur di Kramatjati, mengatakan, kenaikan harga ini juga dampak dari harga agen yang naik secara bertahap. ”Hari ini harga di agen untuk cabai rawit burung Rp 100.000 per kg. Saya hanya mematok untung Rp 20.000 per kilogram,” katanya.
Mengutip situs infopangan.jakarta.go.id, harga rata-rata cabai rawit merah dan harga cabai merah mengalami kenaikan sejak 22 Oktober dan terus berlanjut hingga satu bulan setelahnya. Pada Selasa (21/11/2023), beberapa komoditas pangan mengalami lonjakan harga yang cukup signifikan. Harga cabai merah keriting, misalnya, mencapai Rp 83.909 per kg atau naik Rp 1.480 per kg dibanding hari sebelumnya.
Demikian juga dengan harga rata-rata cabai rawit merah yang mencapai Rp 97.340 per kg atau naik Rp 2.271 per kg dibanding hari sebelumnya. Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas cabai merah besar yang menyentuh Rp 78.372 per kg atau naik Rp 647 per kg dan cabai rawit hijau yang mencapai Rp 67.000 atau naik Rp 302 dibanding hari sebelumnya.
Sekarang sangat sulit mendapatkan stok. Kemungkinan karena hasil panen berkurang. (Rahman)
Aulia berharap pemerintah dapat menurunkan harga cabai agar daya beli warga tidak berkurang. ”Jika daya beli warga berkurang, terus terang sulit untuk menjual cabai. Omzet penjualan pun akan ikut turun,” ucap Aulia.
Haris (55), pemilik Rumah Makan Seraso di Pasar Rawajati, Kecamatan Pancoran, harus menyiasati kenaikan harga dengan mengurangi komposisi cabai rawit hijau dan cabai keriting merah. Biasanya, dalam sehari ia bisa menghabiskan 2 kg cabai untuk masakannya. Namun, karena harga cabai meroket, ia mengurangi penggunaan cabai hanya 1 kg per hari.
”Kalau tidak disiasati, untung yang diperoleh sangat tipis,” katanya.
Dalam memperoleh bahan baku cabai, Haris sudah memiliki toko langganan sehingga harga yang diberikan bisa lebih murah dibanding konsumen umum. Cara ini dianggap lebih efektif dibanding harus menaikkan harga makanan. Jika harga makanan dinaikkan, ia khawatir justru bisa mengurangi pelanggan.
Beragam cara juga ditempuh warga untuk menyiasati lonjakan harga cabai. Dewi Kresna (58), warga Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, terpaksa mengurangi penggunaan cabai di rumahnya. ”Padahal, semua anggota keluarga saya, gemar masakan pedas,” ujarnya.
Untuk menyiasatinya, ia hanya membeli 8 ons cabai campur berupa cabai merah, cabai rawit setan, dan cabai rawit hijau untuk bisa dijadikan bahan membuat sambal. Sebagai tambahan, ia akan memetik cabai dari hasil budidayanya sendiri.
”Sejak tiga bulan lalu, saya menanam cabai di teras rumah sebagai bentuk antisipasi jika harga komoditas ini melonjak tinggi,” kata Dewi.
Ia terinspirasi menanam tanaman pangan dari tetangganya yang terlebih dahulu melakukannya. Sejumlah tanaman, seperti cabai, daun singkong, terong, dan tomat, sudah pernah dipanen.
”Kami sering bertukar bibit. Lumayan untuk tambahan kalau harga sayur lagi naik seperti sekarang,” kata Dewi.
Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyarankan agar warga memanfaatkan secuil lahan di setiap wilayah demi ketahanan pangan dari dampak El Nino. Upaya mitigasi lainnya melalui Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Sistem Pangan. regulasi ini dirancang guna menjamin ketersediaan stok dan kestabilan harga pangan.
Di sisi lain, El Nino telah menyebabkan kekeringan di berbagai wilayah. Dampaknya terjadi gagal panen dan goyahnya ketahanan pangan.
Jakarta sebagai daerah yang 98 persen sumber pangannya berasal dari luar daerah memerlukan antisipasi serta kerja sama antardaerah dan daerah produsen. Langkah itu dibarengi dengan memastikan pasokan atau ketersediaan stok pangan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan mengkaji mekanisme pengendalian disparitas harga di tingkat produsen dan konsumen sebagai dasar pengaturan lebih lanjut. Kini juga tengah disusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah yang berisikan rencana kegiatan tahun 2023-2026 dengan melibatkan pendampingan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Saat yang sama, lanjut Heru, perlu digalakkan pertanian perkotaan (urban farming), pemanfaatan teknologi, kerja sama antardaerah, dan kerja sama dengan swasta. Upaya tersebut dibarengi membangun kawasan sentra produksi pangan dan pengembangan budidaya pangan, serta pemberian sarana produksi dan pendampingan di bidang pertanian.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta Suharini Eliawati menyebutkan, gerakan menanam tanaman pangan seperti cabai rawit juga untuk kestabilan harga di pasaran. Sebab, harga cabai rawit bisa sampai Rp 100.000 atau lebih per kilogram.
”Saat harga cabai tinggi di pasaran, ibu-ibu sudah memenuhi kebutuhannya dari lingkungan sendiri,” ujarnya.