Secuil Inisiatif Bebas Asap Rokok di Kampung Jakarta
Kampung tanpa rokok mulai tumbuh di Jakarta. Meskipun belum menjadi gerakan massal, inisiatif kecil ini langkah maju untuk melindungi warga dari bahaya rokok.
Dua anak balita tengah bermain pedang-pedangan di gang masuk Kampung Penas Tanggul, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (24/10/2023) siang. Tak berselang lama datang dua anak balita lainnya membawa tali-talian. Seketika gang selebar 2 meter itu riuh oleh mereka yang asyik bermain.
Persis di dekat gerbang masuk tadi terdapat pos ronda. Pos berlantai keramik ini punya tiga bangku panjang. Kira-kira bisa menampung sampai 10 warga.
Pada salah satu sisi dindingnya terdapat poster. Tertulis, ”Area Merokok”, disertai ilustrasi tangan memegang sebatang rokok dengan pesan, ”Tunda waktu merokok, kuatkan niat, berhenti merokok seketika, berolahraga secara teratur, kenali waktu dan situasi saat Anda ingin merokok, minta dukungan keluarga dan kerabat”.
Tertera juga tulisan, ”Untuk Anda yang ingin berhenti merokok, konsultasikan di poli upaya berhenti merokok Puskesmas Cipinang Besar Selatan II Rabu dan Kamis pukul 08.00 sampai pukul 11.00”.
Poster lusuh itu mewakili tekad warga setempat yang sejak tahun 2017 membentuk kampung tanpa rokok. Konsekuensinya, semua hal terkait rokok dibatasi meskipun masih butuh waktu panjang sampai benar-benar bebas rokok.
Di dalam kampung setidaknya ada tiga kios yang menjual kebutuhan sehari-hari, termasuk rokok. Ada berbagai merek. Warga bisa membelinya per bungkus ataupun ketengan.
Iyan Badriansyah (20), salah satu warga tengah lesehan di teras rumah. Dia merokok sembari memperhatikan anak balita yang bermain dari kejauhan. Setiap ada anak balita mendekat, dia buru-buru mengibaskan asap rokok ke udara hingga mematikan rokok.
”Biasanya, merokok di pos depan atau pas sepi. Kalau ada anak-anak begini, merokoknya jauh,” ujar Iyan. Dia merokok sedari SMP karena diajak teman. Jika dulu menghabiskan sebungkus rokok dalam waktu tiga hari, sekarang hanya dalam sehari.
Iyan bekerja serabutan. Dia menyisihkan Rp 20.000 untuk sebungkus rokok. Jika tak punya uang, dia meminta satu sampai dua batang rokok kepada kenalan yang merokok.
Dulu kami tidak tahu, tidak peduli dampak rokok. Cuek saja kena asap rokok. Sekarang kami tegur, suruh merokok di pos atau di luar gerbang.
Dua tahun lalu, dia pernah mencoba berhenti merokok sampai mengikuti layanan upaya berhenti merokok dari puskesmas. Sayangnya, usaha itu gagal karena tak kuasa menahan godaan merokok setiap habis makan, saat minum kopi, dan saat bersantai.
”Mulut rasanya asam. Kata orang, permen bisa kurangi asam, tapi belum coba. Insya Allah, (saya) mau coba lagi (berhenti) pelan-pelan,” kata Iyan.
Biasanya, warga, khususnya ibu-ibu, vokal menegur mereka yang merokok sembarangan. Teguran ini rupanya cukup ampuh mengendalikan perokok.
Baca juga: Satu Dekade Upayakan Raperda Kawasan Tanpa Rokok
Kami (47), salah satu warga Kampung Penas Tanggul, merasakan betul manfaat kampung tanpa rokok. Warga mulai tertib merokok, termasuk suaminya yang berhenti merokok dari awalnya menghabiskan dua bungkus sehari.
”Dulu, kami tidak tahu, tidak peduli dampak rokok. Cuek saja kena asap rokok. Sekarang, kami tegur, suruh merokok di pos atau di luar gerbang,” ucap Kami.
Selain teguran, sekarang setiap Kamis rutin diadakan kegiatan layanan upaya berhenti merokok di Kampung Penas Tanggul. Tenaga kesehatan dari puskesmas datang berdiskusi dengan warga tentang beragam hal tentang rokok.
Komitmen
Kampung tanpa rokok mulai berkembang di Jakarta. Secara keseluruhan sudah ada enam kampung tanpa rokok, yaitu Penas Tanggul, Kayu Manis, Kebon Pala, Sunter Jaya, Koja, dan Cipedak.
Di Sunter Jaya, Jakarta Utara, misalnya, kampung tanpa rokok menyatu dengan kampung hijau indah berseri. Sejumlah peringatan dilarang merokok terpampang dari muka gang, tembok rumah warga, dan dalam gang. Namun, warung masih menjual rokok dan terpampang spanduk iklan rokok.
Kemudian warga Cipedak, Jakarta Selatan, berencana tak hanya menegur warga yang merokok sembarangan. Mereka akan memasang stiker di rumah warga yang tidak merokok.
Inisiatif dari masyarakat paling bagus ketimbang dari pemerintah. Biasanya (hal itu) bertahan jangka panjang. Mengapa? Sebab, kebutuhan warga terhadap kampungnya berbeda-beda.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Lies Dwi Oktavia Handayani, Jumat (10/11/2023), menyebutkan, perlunya komitmen dari warga konsisten dengan adanya kampung tanpa rokok. Komitmen ini tentunya didukung oleh pemangku kepentingan melalui program seperti layanan upaya berhenti merokok.
”Inisiatif dari masyarakat paling bagus ketimbang dari pemerintah. Biasanya (hal itu) bertahan jangka panjang. Mengapa? Sebab, kebutuhan warga terhadap kampungnya berbeda-beda,” kata Dwi.
Sejak tahun 2005, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan berbagai regulasi untuk pengendalian produk tembakau. Awalnya dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Gubernur (Pergub) No 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
Kemudian, Pergub No 88/2010 tentang Perubahan atas Pergub No 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok, Pergub No 50/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok, Pergub No 1/2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau Pada Media Luar Ruang, dan Pergub No 40/2020 tentang Perubahan atas Pergub No 50/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok.
Baca juga: Belajar Menerapkan Kawasan Tanpa Rokok dari Matraman
Menurut Dwi, regulasi yang ada sudah berjalan cukup baik. Namun, ini terus didorong agar lebih baik dengan adanya Perda Kawasan Tanpa Rokok sampai semua warga menghirup udara bersih dan sehat tanpa asap rokok.
Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany mengingatkan, pengendalian konsumsi rokok belum optimal karena masih terdapat sejumlah tantangan. Salah satu tantangan utama ialah keuntungan dari industri rokok yang sangat tinggi.
Kabupaten/kota memang telah banyak yang memiliki aturan kawasan tanpa rokok, baik dalam bentuk perda maupun peraturan bupati ataupun wali kota. Akan tetapi, hanya sebagian kecil yang sudah memuat aturan larangan iklan, promosi, dan sponsor dari industri rokok.
Cukai
Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menyoal cukai beberapa tahun terakhir yang tergolong tinggi. Hal ini melebihi daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19 sehingga terjadi pergeseran pembelian rokok dari tarif cukai dan harga tinggi ke golongan lebih rendah, termasuk diduga kuat sebagian lari ke rokok ilegal.
Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi, Selasa (14/11/2023), mengatakan, kombinasi antara cukai yang tinggi dan aturan yang ketat akan lebih menyuburkan rokok ilegal. Berbeda dengan produksi rokok resmi atau legal yang akan turun, tetapi belum tentu menurunkan prevalensi merokok.
”Karena konsumsi rokok digantikan oleh rokok ilegal,” kata Benny.
Gaprindo mengusulkan penguatan regulasi noncukai yang berlaku selama ini, yaitu Peraturan Pemerintah No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Ketentuan ini fokus melindungi kesehatan warga dari produk tembakau. Akan tetapi, masih kurang sosialisasi kepada seluruh lapisan warga supaya menjadi gerakan nasional, termasuk pemantauan dan evaluasi.
Sebaliknya Gaprindo menginginkan pengaturan zat adiktif tembakau dikeluarkan dari RPP Kesehatan yang tengah dibahas sekarang. Alasannya ekosistem industri hasil tembakau sangat luas dan punya kepentingan berbeda, seperti industri, tenaga kerja, petani, pedagang, dan penerimaan negara.
Tak pelak regulasi yang ketat dinilai kurang memperhatikan cukai hasil tembakau sebesar 10 persen dari penerimaan negara. Juga masih banyak tenaga kerja, petani yang terlibat dalam mata rantai atau ekosistem sehingga kurang bijaksana paling tidak mengeluarkan peraturan yang terlalu ketat sekarang.
Polemik pembatasan rokok masih akan berlangsung panjang. Inisiatif kampung bebas asap rokok setidaknya menjadi langkah nyata melindungi anak bangsa dari bahayanya.