Potensi Parkir untuk Pendapatan Daerah
Parkir belum terkelola dengan benar, padahal potensi menghasilkan pendapatan daerah yang besar. Warga perlu dilibatkan.
Perparkiran di Jakarta yang dikelola oleh Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan bekerja sama dengan swasta memiliki potensi besar untuk pendapatan daerah jika terkelola optimal. Kondisi di lapangan banyak lahan diakuisisi sepihak menjadi ladang parkir oleh sekelompok warga atau organisasi masyarakat.
Akuisisi lahan menjadi tempat parkir tak resmi ini pun membuat warga kesal. Warga memilih untuk memberikan uang parkir karena tak ingin memicu masalah dengan juru parkir. Cahyo Anggoro (27), warga Petamburan, misalnya, pernah mengalami pengalaman tak menyenangkan dengan juru parkir.
”Pernah nolak kasih Rp 2.000. Ini bukan perkara hanya Rp 2.000 loh, tetapi kesal karena ujug-ujug menghampiri kita. Padahal, kita parkir sendiri, keluarin sepeda motor sendiri. Lalu, itu juga enggak ada kartu karcis resmi. Saya nolak dong. Dia (juru parkir) enggak terima, maksa harus bayar,” ujar Cahyo, Rabu (25/10/2023).
Kekesalan serupa juga dirasakan Ahmad Yudo (37), warga Kebon Jeruk. Ia menilai perlu regulasi yang mengatur ketat agar tidak semua tempat ditarik tarif parkir secara ilegal. Pemerintah seharusnya perlu menyediakan lahan parkir resmi.
”Masalahnya hampir setiap titik dimintain (uang parkir). Sudah meresahkan sih. Dari warung ke warung sampai bahu jalan, banyak banget di mana saja dijadikan lahan bisnis parkir. Kenapa kok dibiarkan, enggak bisa dong sembarang jadiin tempat parkir,” kata Yudo.
Pendapatan daerah
Merujuk laporan dalam Portal Data Terpadu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terdapat 762 ruas jalan lokasi parkir yang dikelola Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta per 2018. Lokasinya tersebar pada 148 ruas jalan di Jakarta Pusat, 147 ruas jalan di Jakarta Barat, 172 ruas jalan di Jakarta Selatan, 174 ruas jalan di Jakarta Timur, dan 121 ruas jalan di Jakarta Utara.
Selain itu, terdapat 201 mesin terminal parkir elektronik (TPE). Mesin-mesin ini tersebar di 33 titik se-Jakarta. Sementara merujuk jenis dan lokasi parkir, terdapat 15 lokasi gedung, pelataran, dan park and ride per 2019. Seluruhnya mempunyai luas 87.558 meter persegi dengan daya tampung 2.790 mobil dan 7.737 sepeda motor.
Namun, kondisi di lapangan masih menghadapi sejumlah kendala. Salah satunya parkir liar atau tidak resmi sehingga tak masuk pendapatan daerah.
Sistem integrasi seluruh kanal aduan warga, Cepat Respons Masyarakat (CRM) Jakarta mencatat total 11.231 laporan parkir liar dalam kurun Januari-Oktober 2023. Rata-rata waktu penyelesaian laporan ini selama tiga hari.
Azas Tigor Nainggolan dari Forum Warga Kota Jakarta menyebut, potensi retribusi dari parkir liar di badan jalan bisa mencapai Rp 92 miliar per tahun. Sayangnya, uang ini masuk ke kantong orang-orang tertentu, seperti aparat keamanan dan dinas terkait. Padahal, potensi sebesar itu bisa digunakan untuk membiayai, memperbaiki, atau menyubsidi infrastruktur publik.
Kepala Subbagian Keuangan Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Dhani Grahutama mencatat, retribusi parkir didapat dari 311 ruas jalan dari total 441 ruas jalan. Pada 2019 atau sebelum pandemi Covid-19, retribusi parkir mencapai Rp 83 miliar per tahun. Namun, setelah pandemi jumlahnya menurun menjadi Rp 51 miliar sampai Rp 52 miliar seiring turunnya tingkat perekonomian warga.
Evaluasi
Penurunan ini masih terjadi. Dalam rapat Perubahan APBD DKI 2023 antara Komisi B DPRD DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, target pendapatan pajak parkir turun dari Rp 800 miliar menjadi Rp 450 miliar karena realisasinya pada triwulan kedua baru Rp 232 miliar atau 29,08 persen.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, upaya memberantas parkir liar terus bergulir. Salah satunya menggandeng Dinas Komunikasi dan Informatika DKI Jakarta untuk untuk pemasangan kamera pemantau (CCTV) di sejumlah tempat yang terindikasi sering terjadi pelanggaran parkir liar dan menyiapkan 28 armada mobil derek.
”Selain pengawasan langsung di lapangan, kami menertiban berdasarkan aduan Cepat Respons Masyarakat. Setelah diterima paling lambat satu jam, anggota sudah melakukan penertiban,” kata Syafrin.
Saat ini, katanya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta tengah memetakan lokasi yang diperbolehkan sebagai parkir di pinggir jalan guna menggenjot pendapatan daerah. Lokasi itu tentu saja tidak mengganggu arus lalu lintas. Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta sebagai mitra kerja menyoroti lesunya retribusi perparkiran itu dan meminta evaluasi menyeluruh.
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail mengatakan, pengelolaan parkir di Jakarta punya potensi besar bagi pendapatan daerah. Untuk mewujudkan itu dibutuhkan regulasi yang tidak memberi ruang bagi penyelewengan oleh pengelola dan pihak lain. ”Perlu pencatatan secara elektronik agar mengurangi potensi kebocoran,” katanya.
Pelanggaran parkir di Jakarta diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Pasal 95 menyebut tindakan yang termasuk pelanggaran parkir adalah memasuki lajur atau jalur khusus angkutan umum massal berbasis jalan, memarkir kendaraan di ruang milik jalan yang bukan fasilitas parkir, menyalahgunakan fungsi fasilitas pejalan kaki, melanggar ketentuan pada kawasan pengendalian lalu lintas, dan menggunakan kendaraan bermotor pada kawasan hari bebas kendaraan bermotor.
Pelanggaran berikutnya adalah menunggu, menaikkan, atau menurunkan penumpang tidak pada tempat pemberhentian yang telah ditetapkan, menggunakan kendaraan bermotor pada lajur sepeda, melanggar kewajiban pengemudi kendaraan bermotor dan melanggar pemenuhan syarat teknis dan laik jalan serta aspek keselamatan kendaraan bermotor.
Tindakan yang diambil atas pelanggaran tersebut mulai dari penguncian ban kendaraan, pemindahan kendaraan dengan derek ke tempat parkir resmi atau ke tempat penyimpanan kendaraan yang disediakan, dan pencabutan pentil ban.
Pentil ban itu dikumpulkan sebagai barang bukti. Pelanggar dapat mengambil kembali dengan membawa surat tilang dari kepolisian. Setelah menukar surat tilang, petugas memasang dan memompa kembali ban.
Parkir liar dengan memarkir kendaraannya di badan jalan akan mendapat sanksi denda maksimal Rp 500.000 sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penderekan kendaraan dengan biaya ditanggung jawab pelanggar Rp 500.000 yang disetor langsung ke Bank DKI.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, menyarankan perlu mengoptimalkan pungutan parkir secara elektronik. Mesin TPE jangan menjadi monumen, tetapi digunakan untuk memaksimalkan pendapatan daerah.
Justru pemerintah dan swasta menggandeng warga untuk bersama mengelola tempat parkir ini.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyiapkan sejumlah upaya meningkatkan pendapatan parkir. Selain disinsentif parkir bagi kendaraan tak lulus uji emisi, tengah digagas aplikasi Jakparkir yang terkoneksi dengan park and ride.
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, menyarankan pemerintah menggandeng warga dan organisasi masyarakat untuk mengelola lahan parkir. Dengan begitu, otomatis warga mendapatkan pendapatan tambahan sekaligus pemerintah ada pemasukan kas daerah.
”Konsekuensi dari tidak luas dan belum meratanya lapangan pekerjaan yang tersedia. Justru pemerintah dan swasta menggandeng warga untuk bersama mengelola tepat parkir ini. Warga menjadi berdaya dan di lingkungan ada rasa mereka akan menjaga kawasannya agar aman dan tertib,” kata Asep.