Pengguna Minta Tiket Berbasis Akun Akomodasi Kepentingan Umum
Sistem tiket berbasis akun diujicobakan sejak Agustus lalu. Penerapannya memanfaatkan pemindaian kode batang dalam aplikasi JakLingko untuk perpindahan moda transjakarta, LRT Jakarta, dan MRT Jakarta.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY, FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Calon penumpang menunggu kedatangan bus Transjakarta di Halte Monumen Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Minggu (3/9/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Uji coba sistem tiket berbasis akun, account based ticketing atauABT, diharapkan adil bagi masyarakat luas. Di sisi lain, sistem tersebut dianggap tidak relevan dengan upaya mengurangi jumlah penggunaan kendaraan bermotor pribadi.
Sistem ABT diuji coba sejak Agustus lalu. Penerapannya memanfaatkan pemindaian QR code atau kode batang dalam aplikasi JakLingko untuk perpindahan moda transjakarta, LRT Jakarta, dan MRT.
Bagi karyawan swasta asal Jakarta Barat, Chandra Ayu Winata (30), sistem ABT kurang adil jika tarif akan ditentukan berdasarkan hasil pemetaan profil penumpang. Sistem ABT juga tidak akan relevan dengan upaya mengurangi jumlah penggunaan kendaraan pribadi.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Penumpang KRL melalui pintu tiket elektronik di Stasiun Palmerah, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Chandra, seharusnya tidak ada perbedaan harga berdasarkan status ekonomi penumpang. Sebab, perbedaan harga meskipun hanya Rp 2.000 akan berpengaruh bagi masyarakat.
”Saat sudah berlaku, hal ini akan menimbulkan pro dan kontra. Ini seakan agar orang yang dinilai mampu segera membeli dan beralih ke mobil atau motor listrik,” ujar Candra saat ditemui di Stasiun Palmerah, Senin (25/9/2023).
Warga lain asal Jakarta Pusat, Lukman Hakim (32), terbantu dengan adanya sistem ABT karena memudahkan masyarakat dalam menggunakan transportasi umum. Akan tetapi, subsidi yang digelontorkan harus adil untuk menekan penggunaan transportasi pribadi. Maka, seluruh lapisan masyarakat harus mendapatkan subsidi meskipun jumlahnya tidak sama.
Lukman juga melihat banyak masyarakat luar Jakarta yang mengais rezeki di Ibu Kota sehingga harus dipertimbangkan. Mereka mestinya mendapatkan subsidi karena menggantungkan transportasi umum untuk kegiatan sehari-harinya.
KOMPAS/ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
Beberapa penumpang transjakarta harus berdiri, Rabu (20/9/2023).
Saat ini, tarif transjakarta sebesar Rp 3.500 untuk satu kali perjalanan dan berlaku sama untuk jarak jauh ataupun jarak dekat (flat). LRT Jakarta juga menerapkan tarif flat sebesar Rp 5.000 untuk sekali perjalanan, sedangkan MRT berkisar Rp 3.000-Rp 14.000 tergantung jarak tempuh.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, M Taufik Zoelkifli, mengatakan, pasti akan ada pro dan kontra terkait penerapan sistem ABT. Akan tetapi, penting untuk dipastikan bahwa sistem tersebut bukan untuk menaikkan tarif, tetapi kemajuan transportasi.
”Maksudnya warga yang memang tinggal di Jakarta, bayar pajak di Jakarta, diharapkan mendapatkan manfaat maksimal dari pelayanan transportasi pemerintahnya sendiri,” katanya Senin sore.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Penumpang MRT keluar dari stasiun MRT menuju jembatan penghubung (skybridge) yang sedang digunakan untuk pameran Pekan Ekonomi Kreatif ASEAN di Stasiun MRT ASEAN di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Taufik belum setuju adanya kenaikan tarif transportasi umum. Transjakarta, misalnya, keinginan warga Jakarta untuk kenaikan tarifnya masih rendah dan berisiko kehilangan penumpang jika serta-merta dinaikkan.
Taufik merujuk riset tahun 2022 oleh MRT bahwa willingness to pay atau keinginan membayar warga Jakarta untuk transportasi umum jatuh pada harga tertinggi Rp 5.000.
”Jika harga di atas itu, sebagian besar pengguna kendaraan umum memilih kembali naik kendaraan pribadi. Ini jadi perhatian kita semua,” ucapnya.
Rombongan jurnalis menempelkan kartu JakLingko pada mesin pemindai pada pintu otomatis saat uji coba penggunaan kartu tersebut di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (4/10/2021).
Perlu sosialisasi
Sistem ABT merupakan bagian dari sistem transportasi modern. Pengguna transportasi umum diberikan kemudahan pilihan transportasi yang lebih fleksibel dengan harga tiket terbaik.
Pengamat transportasi, Budiyanto, menyarankan agar pengguna transportasi umum diberikan ruang-ruang pilihan sesuai dengan keinginan dan penyesuaian waktu. Ruang fleksibilitas memungkinkan pengguna melakukan perjalanan tanpa membeli tiket terlebih dahulu.
”Dampak positifnya dapat menghilangkan antrean, tiket lebih aman, dan lebih fleksibel. Kendalanya masih banyak pengguna jasa angkutan yang tidak paham teknologi. Oleh sebab itu, perlu sosialisasi dan edukasi,” katanya secara terpisah.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Awak media dan penggiat sosial media mencoba kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta rute Velodrome-Kelapa Gading dari Stasiun Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (25/2/2019).
Menurut Budiyanto, masih banyak variabel yang perlu dipenuhi agar dapat mengubah pola pikir masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Di antaranya pembatasan kepemilikan kendaraan, tarif parkir progresif yang lebih tinggi, pembenahan angkutan umum yang nyaman, aman, dan terjangkau. Apabila perlu, angkutan umum digratiskan.
”Sistem ABT harus secara pararel didukung oleh variabel tersebut untuk mendorong perubahan mindset masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum,” katanya.