Penghasil polutan PM 2,5 terbesar berasal dari sektor transportasi, yaitu hingga 67 persen. Penggunaan kendaraan bermotor ramah lingkungan atau emisi rendah seharusnya terus dilakukan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerhati lingkungan menyayangkan penghentian sanksi tilang uji emisi oleh Satuan Tugas Penanggulangan Pencemaran Udara Polda Metro Jaya. Sanksi tilang uji emisi kendaraan diharapkan tetap dilaksanakan karena berkontribusi untuk menekan polusi.
Country Coordinator Vital Strategies Chintya Imelda Maidir mengatakan, berdasarkan hasil kajian, uji emisi sangat jelas berkontribusi bagi penurunan sumber emisi bergerak.
Imelda menjelaskan, penghasil polutan PM 2,5 terbesar adalah dari sektor transportasi, yaitu sebesar 67 persen. Jika ditangani dengan serius, semua manfaat intervensi sumber emisi bergerak mencapai Rp 643 triliun atau setara dengan 23 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta.
”Manfaat terbesar berasal dari uji emisi dengan kontribusi sekitar 32 persen pada tahun 2030,” ujar Imelda, Rabu (13/9/2023).
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, terjadi tren penurunan angka uji emisi dalam beberapa hari terakhir. Pada 11 September ada 6.568 kendaraan roda empat yang melakukan uji emisi. Sementara pada 12 September tercatat 5.790 kendaraan.
Adapun untuk kendaraan roda dua yang uji tes emisi, pada 11 September sebanyak 1.248 kendaraan dan pada 12 September ada 1.105 kendaraan.
Penegakan sanksi kepada semua jenis kendaraan masih dinilai penting, terutama untuk kendaraan berat, motor, dan diesel yang merupakan penyumbang emisi PM 2,5 hampir mencapai 80 persen.
Oleh karena itu, menurut Imelda, sanksi tilang uji emisi kendaraan seharusnya tetap dilakukan oleh kepolisian bagi pemilik kendaraan yang tak lolos uji emisi.
Penghentian sanksi tilang justru dinilai sebagai kemunduran dan preseden buruk atas keseriusan pemerintah menangani isu udara. Tujuan sanksi tilang itu merupakan intervensi penanganan terhadap sumber emisi bergerak karena ada lebih dari 24 juta kendaraan di Jakarta.
Alih-alih menghentikan, evaluasi terhadap pelaksanaannya perlu terus dilakukan, termasuk melalui penguatan sosialisasi seputar uji emisi kepada publik.
Menurut Imelda, tilang dapat menjadi daya ungkit dalam kepatuhan memenuhi baku mutu gas buang kendaraan. Melalui tilang, ekosistem pendukung seperti kesiapan bengkel dan instrumen lain juga akan terbentuk.
Selain teknologi dan usia kendaraan, jenis bahan bakar yang digunakan dan perawatan kendaraan akan memengaruhi hasil uji emisi.
”Alih-alih menghentikan, evaluasi terhadap pelaksanaannya perlu terus dilakukan, termasuk melalui penguatan sosialisasi seputar uji emisi kepada publik,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin juga menyayangkan penghentian sanksi tilang uji emisi kendaraan oleh Satgas Penanggulangan Pencemaran Udara Polda Metro Jaya.
Menurut Safrudin, pelaksanaan sanksi tilang uji emisi sudah sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Pasal 210 tertulis kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan.
Dari UU itu, Satgas Polda harus mematuhi aturan tersebut dengan memberi sanksi kepada pemilik kendaraan yang tak lolos uji emisi.
”Dasar hukumnya sudah jelas ada. Urgensinya jelas-jelas terlihat dengan kasatmata, udara yang kotor,” ujarnya.
Sebelumnya dalam keterangan resminya, Satgas Penanggulangan Pencemaran Udara Polda Metro Jaya menghentikan sanksi tilang kepada pemilik kendaraan motor yang tak lolos uji emisi. Penghentian dilakukan karena dianggap tidak efektif.
Saat dimintai konfirmasi, Kepala Satgas Penanggulangan Pencemaran Udara Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nurcholis belum membalas terkait penghentian sanksi tilang uji emisi.