Sita 1,2 Kg Ganja di Jakarta, Polisi Sulit Kejar Penjualnya di Instagram
Pengedar narkotika memercayakan media sosial untuk menjual barang haram mereka karena keterhubungan antarakun dalam media sosial bersifat sangat cair, fleksibel, dan dinamis. Hal ini juga menyulitkan aparat.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi menangkap seorang mahasiswa di Jakarta yang membeli 1,2 kilogram ganja kering lewat media sosial untuk dijual kembali. Sementara itu, polisi masih kesulitan mengejar penjual yang telah menghapus akun medsos Instagram yang digunakan.
Kepolisian Sektor Tambora, Jakarta Barat, menangkap mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi swasta Jakarta Pusat bernama Rahmat (20), karena membeli ganja lewat akun Instagram. Penangkapan dilakukan pada Sabtu, 2 September 2023 siang, di rumah pelaku di Jakarta Timur. Kini, Rahmat menjadi tersangka.
”Kasus ini bermula ketika tersangka membeli ganja senilai Rp 6 juta melalui Instagram dari akun bernama Echsan. Pembayaran dilakukan melalui transfer pada hari Kamis, 31 Agustus 2023,” tutur Kapolsek Tambora Komisaris Putra Pratama saat dihubungi, Senin (4/9/2023).
Dari transaksi itu, penjual di akun Instagram mengirim ganja dari Medan ke Jakarta melalui salah satu jasa pengiriman. Pihak jasa pengiriman itu menduga bahwa paket itu berisi narkotika jenis ganja. Temuan itu lalu dilaporkan ke kantor kepolisian terdekat, yakni Polsek Tambora.
Polsek Tambora pun melanjutkan pengiriman ke alamat yang dituju dengan sistem pengiriman terkontrol (control delivery) agar dapat dipantau. Polisi lalu menangkap Rahmat selaku penerima ganja dan paket daun ganja kering dengan berat bruto sebesar 1,2 kg sebagai barang bukti.
Kepada polisi, Rahmat mengaku akan menjual kembali ganja itu dalam satuan kecil di lingkungan kampusnya. Ia juga mengatakan telah mengonsumsi dan menjual ganja sejak tahun 2022. Akibat perbuatannya, polisi menjeratnya dengan Pasal 114 Ayat 1 Sub Pasal 111 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
Terkait pembelian narkotika melalui akun Instagram, polisi mengatakan, Rahmat mengakui itu menjadi pembelian ganja pertamanya lewat Instagram. Polisi ikut mengejar penjual yang beralamat di Medan, Sumatera Utara, walau cukup kesulitan.
”Akun Instagramnya dihapus oleh tersangka. Kami cari nama akunnya belum ketemu. Jadi belum berhasil ditangkap,” kata Putra.
Penjualan narkotika di media sosial cukup masif. Dalam kasus penggunaan ganja sintetis oleh artis figur publik Bobby Joseph yang diungkap Polres Metro Jakarta Selatan, Juli 2023, barang itu didapat dari kontak di Instagram.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Achmad Ardhy, Selasa (25/7/2023), mengatakan, Bobby mengaku sudah membeli tembakau sintetis itu sepuluh kali sejak 2020.
”Ia membeli dengan cara memesan melalui kontak di media sosial itu, lalu oleh perantara, barang tersebut akan diletakkan di suatu tempat untuk menghindari kontak langsung,” kata Achmad.
Analis kejahatan narkotika, Fathurrohman, menjelaskan, dalam penelitiannya terkait penjualan tembakau dari ganja sintetis yang marak melalui media sosial, seperti Instagram, yang dipublikasikan Puslitdatin Badan Narkotika Nasional di 2022, media sosial menempatkan penegak hukum pada tantangan yang berbeda.
”Media sosial yang saat ini digunakan kelompok usia muda adalah Instagram. Persoalan kemudian muncul ketika media sosial Instagram digunakan sebagai alat penjualan narkotika,” katanya (Kompas.id, 25/7/2023).
Alasan pengedar memercayakan media sosial untuk menjual barang haram mereka, kata Fathurrohman, karena adanya keterhubungan antarakun dalam media sosial bersifat sangat cair, fleksibel, dan dinamis.
Ukuran besar dan kecilnya sebuah akun dalam media sosial berbasis pada jumlah follower dan following akun tersebut. Akun dengan follower besar menempatkan akun tersebut sebagai akun yang dipercaya.
Tantangan bagi penegak hukum bukan hanya menutup akun-akun tersebut, melainkan juga harus menemukan siapa pemilik akun tersebut. Dalam konteks war on drugs, perusakan jaringan akan berhasil jika akun-akun tersebut tidak tumbuh kembali. Cara agar akun-akun tersebut tidak tumbuh kembali adalah dengan mengamankan pemilik akun.