Obat keras seperti tramadol wajib diawasi ketat peredarannya sama seperti narkotika dan psikotropika karena efeknya mengancam jiwa.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Obat daftar G atau obat keras, seperti tramadol, kerap disalahgunakan untuk tujuan rekreasi. Jika tidak diminimalkan, berpotensi menghasilkan generasi yang sakit akibat efek konsumsi obat tanpa resep dokter.
Toko kosmetik yang dikelola perantau asal Aceh didapati menjajakan tramadol, hexymer, riklona, alprazolam, mercy, dan dumolid. Padahal, obat tersebut digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Ketentuannya tercantum dalam Peraturan BPOM Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan.
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada Zullies Ikawati menyayangkan peredaran obat keras tanpa resep dokter di toko kosmetik. Apalagi, toko kosmetik tidak punya penanggung jawab kefarmasian. Akibatnya, secara umum ada risiko kesehatan lantaran obat digunakan tanpa aturan penggunaan yang tepat.
”Obat-obat keras tertentu itu memang sering disalahgunakan untuk tujuan rekreasional. Ini adalah modus baru dengan mengedarkan melalui toko kosmetik yang mungkin untuk mengelabui pihak berwajib,” ucap Zullies, Rabu (30/8/2023).
Namun, penyalahgunaan obat tersebut bukan hanya masalah kesehatan saja. Ada banyak aspek lain, seperti ekonomi, budaya, hukum, dan agama.
Contohnya seseorang menyalahgunakan obat untuk jalan pintas mendapatkan kesenangan. Jalan pintas ini bisa berkelindan dengan masalah pribadi, ekonomi, sosial, dan lainnya dalam kesehariannya.
Selain itu, penyalahgunaan obat itu juga dapat menghasilkan generasi yang sakit. Sebab, tidak punya daya juang atas pelbagai masalah yang terjadi.
”Kalau dari sisi pengawasan dan penindakan sebenarnya sudah ada terus. Namun, selama pasarnya masih ada, akan tetap ada penyalahgunaan obat walaupun kucing-kucingan. Mereka ngobat untuk melarikan diri (sementara) dari masalah,” ujar Zullies.
Risiko
Salah satu tanda masih maraknya penyalahgunaan obat ketika Satuan Reserse Narkoba Polres Lebak menangkap MY (29) asal Kabupaten Bireuen, Aceh, karena menjual obat keras tanpa resep dokter di Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten, Rabu (9/8/2023).
Dari tangan pelaku disita 845 butir hexymer, uang tunai, dan gawai. Polisi pun mengajak warga untuk melapor ke layanan kepolisian di 110.
Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menuturkan, penggunaan obat keras menjadi perhatian pemerintah lantaran efek yang ditimbulkan bisa fatal, seperti kecanduan dan bisa berujung kematian.
Tak pelak obat keras diawasi ketat seperti halnya narkotika dan psikotropika. Di apotek dan fasilitas pelayanan kesehatan, obat tersebut harus tercatat dengan baik dan disimpan pada penyimpanan khusus bersama obat sejenis.
Dalam artikel dari laman Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan tentang Obat-obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan dijelaskan tentang bahaya kandungan obat keras. Kandungan yang dimaksud, yaitu triheksifenidil, klorpromazin, amitriptilin, haloperidol, dan dekstrometorfan.
Tramadol yang masuk obat golongan analgesik sentral disalahgunakan karena efeknya pada reseptor serotonin dan opioid bisa menimbulkan rasa kantuk dan gembira. Dosis berlebih dapat berakibat fatal pada gagal jantung dan pernapasan.
Triheksilfenidil merupakan obat antikolinergik untuk mengatasi gangguan parkinson (gangguan pergerakan). Triheksilfenidil disalahgunakan karena efek antimuskarinik yang menimbulkan efek delirium (bengong dan bingung) serta sedasi ringan. Penggunaan berlebih menimbulkan bahaya gangguan glaukoma dan pengelihatan serta gangguan saluran cerna dan saluran kemih.
Lain lagi dengan amitriptilin sebagai obat antidepresan. Efek sampingnya mengantuk atau sedasi yang diinginkan dari penyalahgunaan obat itu. Penggunaan berlebihan sangat berbahaya karena efeknya pada reseptor adrenergic dan muskarinik pada jantung dapat menyebabkan gangguan irama jantung.
Berikutnya klorpromazin sebagai obat antipsikotik pada terapi gangguan kejiwaan. Penyalahgunaan klorpromazin karena efek sedasi akibat ikatan dengan reseptor histamin. Penggunaan yang tidak sesuai aturan dapat berdampak fatal karena dapat menurunkan tekanan darah (hipotensi) dan menimbulkan gangguan pada irama jantung.
Sama halnya dengan haloperidol, obat ini sering disalahgunakan bersama dengan triheksilfenidil untuk mendapat efek calm down dari saraf pusat. Penggunaan yang tidak tepat dapat menimbulkan hambatan dan gangguan pergerakan, seperti parkinson.
Lalu, dekstrometorfan kerap disalahgunakan karena menimbulkan efek sedasi dan penggunaan berlebih berakibat depresi saraf pusat seperti halnya opiod.