Senyum dan Harapan di Hari Merdeka dari Pesisir Jakarta
Warga pesisir Jakarta antusias sekaligus berharap segera bebas dari krisis air bersih, ancaman banjir pesisir, polusi udara, sampah, hingga lepas dari label kampung kumuh.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Kampung-kampung di utara Jakarta bersolek di Hari Ulang Tahun Ke-78 Republik Indonesia. Gang-gang sempit permukiman warga yang lekat dengan kekumuhan, kini bak bermandikan warna-warni merah putih, warna kebanggaan dan kebebasan bangsa ini dari belenggu penjajah. Warga pesisir Jakarta antusias sekaligus berharap segera bebas dari krisis air bersih, ancaman banjir pesisir, polusi udara, sampah, hingga lepas dari label kampung kumuh.
Dentuman musik hingga teriakan warga di gang-gang sempit Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, menggema, Kamis (17/8/2023) pagi. Anak kecil, orang dewasa, hingga warga lansia berbaur dan larut bersama dalam kegembiraan mengikuti beragam lomba memperingati hari kemerdekaan.
Di salah satu gang sempit, wilayah RT 001, RW 017, Kelurahan Penjaringan, warga berkumpul dan menonton anak-anak berusia di bawah 10 tahun saling bersaing mengikuti lomba makan kerupuk. Teriakan warga membakar semangat anak-anak itu kerap pecah dengan tawa saat menyaksikan tingkah lucu peserta lomba berjuang melahap kerupuk yang terus bergoyang.
Senyum dan tawa warga pagi itu sejenak sudah cukup untuk melupakan penderitaan mereka selama ini. Dua hari terakhir sebelum memperingati hari kemerdekaan, setiap pagi, obrolan warga tak pernah berganti topik selain keluhan air bersih.
Warga di Muara Baru sebenarnya telah mendapat pasokan air dari perpipaan. Namun, distribusi air ke wilayah mereka tak pernah merata dan tak juga pasti. Air pipa seperti datang dan pergi sesuka hati.
”Kampung kami sudah bagus, jalannya sudah ditata, sudah ada saluran airnya juga. Cuma, masalah kami di sini itu kekurangan air bersih," kata Iden (45), salah satu warga Muara Baru, Kamis pagi.
Di Muara Angke, tepatnya di Blok Empang, Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, perayaan HUT Ke-78 Republik Indonesia juga berlangsung meriah. Akses ke permukiman terbatas dan kerap tak bisa dilalui kendaraan bermotor karena warga menggelar kegiatan perayaan hari kemerdekaan hampir di setiap gang. Warga antusias mengikuti beragam lomba, mulai dari tarik tambang, makan kerupuk, sundul balon, hingga balap karung.
Kekuatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia bertumpu pada rakyat. Oleh karena itu, menyambut 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045, masyarakat berperan besar termasuk menyelamatkan kerusakan lingkungan pesisir dan ancaman tenggelamnya Jakarta. (Emil Salim)
Di tengah keramaian warga pada Kamis siang itu, salah satu gang permukiman warga, yakni gang yang berada di Kampung Blok Empang, wilayah RT 002, RW 022, Kelurahan Pluit, cukup menarik perhatian. Gang itu bermandikan hiasan ornamen merah putih.
Tembok-tembok perumahan warga juga berubah warna. Ada banyak mural hingga tulisan berisi ajakan bersama-sama menjaga kampung mereka.
Revitalisasi mangrove
Sementara itu, di pesisir Muara Angke, tepatnya di Kawasan Hutan Mangrove Kali Adem, Komunitas Masyarakat Mangrove Muara Angke (Komma) bersama Emil Salim Institute memperingati HUT Ke-78 RI dengan menginisiasi gerakan menanam mangrove. Masyarakat di kawasan hutan mangrove itu pun dilibatkan.
Kegiatan ini dihadiri sekitar 150 orang dari beragam latar belakang, mulai dari mahasiswa, akademisi, pencinta lingkungan,warga, hingga aparatur Pemerintah Kota Jakarta Utara.
Emil Salim mengatakan, penurunan muka tanah di Pantai Utara Jawa, mulai dari Jakarta, Bekasi, Subang, Cirebon, Pekalongan, Kendal, Semarang, Demak, Surabaya, dan Sidoarjo kian mengkhawatirkan. Penurunan muka tanah akibat perubahan iklim itu perlu diantisipasi agar saat Indonesia menginjak usia 100 tahun pada 2045, tak ada sejengkal tanah air yang hilang atau tenggelam.
”Sudah banyak cara yang dilakukan pemerintah mencegah pantura Jawa tenggelam, termasuk membangun tanggul, tetapi biaya untuk membangun tanggul sangat mahal. Anggaran pemerintah pun terbatas,” kata Emil.
Solusi lain yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi beban Jakarta, yakni bakal memindahkan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun, pemindahan ibu kota tak berarti warganya pun ikut berpindah. Artinya, masyarakat di kawasan pesisir bakal jadi korban penurunan muka tanah jika tak ada aksi nyata menyelamatkan lingkungan pesisir.
Menurut Salim, kekuatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia bertumpu pada rakyat. Oleh karena itu, menyambut 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045, masyarakat berperan besar termasuk menyelamatkan kerusakan lingkungan pesisir dan ancaman tenggelamnya Jakarta.
Kesadaran warga akan dampak perubahan iklim terutama penurunan muka tanah dan kenaikan air laut disadari betul warga di Muara Angke. Hal itu pula yang menggerakkan Komunitas Masyarakat Mangrove Muara Angke mengubah pesisir Muara Angke yang dulunya penuh sampah menjadi kawasan hutan mangrove.
”Ini adalah bukti, contoh, bahwa masyarakat kita punya kekuatan, punya ide, untuk berbuat sendiri menyelamatkan Tanah Air. Gerakan-gerakan seperti ini perlu ditiru warga di tempat lain, termasuk di Tangerang dan Muara Gembong (Bekasi)," kata Salim.