Penataan Kabel Utilitas Semrawut Dilakukan Bertahap
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta setiap kelurahan untuk mendata setiap operator kabel untuk menghindari penumpukan di satu ruas jalan. Perapian kabel dilakukan secara bertahap seiring terbangunnya SJUT.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta setiap kelurahan untuk mengecek setiap ruas jalan di wilayah yang masih memiliki kabel jaringan utilitas yang semrawut. Arahan ini untuk mencegah adanya penumpukan kabel di suatu ruas jalan dan membahayakan pengguna jalan. Pihak asosiasi mendukung penuh upaya penataan, tetapi perlu dilakukan secara bertahap agar tidak merugikan operator dan masyarakat.
Upaya penataan jaringan kabel utilitas ini tak lepas dari insiden yang dialami pengguna jalan. Seperti diberitakan sebelumnya, pada 5 Januari 2023, pengendara sepeda motor bernama Sultan Rif’at Alfatih (20) terkena jeratan kabel fiber optik yang menjuntai di tengah Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan.
Akibatnya, mahasiswa itu terluka berat pada organ pita suara dan timbul gangguan saraf di saluran napas dan makan. Sultan tak bisa berbicara, harus bernapas lewat saluran di tenggorokan, dan mengonsumsi makanan cair melalui selang ke hidung.
Nasib tak kalah tragis dialami Vadim (38) yang tewas setelah terjerat kabel menjuntai di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (28/7/2023) malam. Saat melintas, pengemudi ojek daring itu diduga tidak melihat kabel yang melintang di tengah jalan. Sepeda motor yang dikendarainya hilang kendali sehingga terperosok dan menabrak trotoar. Vadim terluka di leher dan bagian kepala. Polisi membawanya ke Rumah Sakit Pelni, tetapi nyawanya tidak tertolong.
Ditemui di Jakarta, Selasa (8/8/2023), Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Cikini, Jakarta Pusat, Rochmat menjelaskan, sesuai arahan dari pemerintahan provinsi, pihaknya ditugaskan untuk mendata setiap pemilik kabel utilitas di wilayahnya. Hal ini setelah terjadinya kasus kecelakaan yang merugikan warga di beberapa daerah di Jakarta.
Dari pantauan di lapangan, kawasan Cikini, khususnya Cikini Raya, relatif sudah terbebas dari kabel utilitas yang menggantung di udara. Hal itu karena sudah terbangun lubang Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT). Namun, di beberapa ruas masih terlihat lilitan kabel yang berpotensi membahayakan warga, seperti di Jalan Cikini IV.
Lilitan puluhan kabel itu kendur, jaraknya kurang dari 2 meter, hingga membahayakan pejalan kaki yang melintas. Tiang listrik yang menjadi tempat pemasangan kabel pun ikut miring.
Rochmat menjelaskan, dengan adanya pendataan seperti ini, kondisi jalan yang masih memiliki kabel yang semrawut dapat ditindaklanjuti segera. Upaya itu untuk mengantisipasi pemasangan kabel tanpa izin yang bisa membuat penumpukan di satu ruas jalan.
”Untuk beberapa ruas memang belum ada SJUT sehingga kita rapikan dengan mengikat (grouping) kabel tersebut dalam satu ikatan. Selama ini, izin pemasangan kabel berasal dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Komunikasi Informatika dan Statistika DKI Jakarta sehingga datanya kita tidak punya, koordinasi memang masih kurang. Namun, sekarang sudah mulai dibenahi, setiap ada terlihat mulai penumpukan langsung kita tindak lanjuti,” ujarnya.
Ditemui saat sedang mengawasi petugas yang merapikan kabel di Cikini IV, Teknisi Ahli PLN Icon Plus, Adhitya Limpo, menjelaskan, setelah menerima perintah dari kelurahan, pihaknya langsung bertindak cepat dengan merapikan kabel di lokasi tersebut. Tidak hanya di Cikini, penyedia layanan internet milik PLN ini sebelumnya juga mengawasi kegiatan merapikan kabel di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Pihak asosiasi juga berharap adanya transparansi dan kejelasan mengenai acuan biaya sewa SJUT. Kepastian mengenai hal tersebut bisa membuat proses pemindahan semakin lancar sehingga negoisasi kontrak bisa rampung lebih cepat.
Dari hasil evaluasinya, penumpukan yang membuat ikatan kabel menjadi kendur diakibatkan tidak adanya koordinasi antarpemilik kabel dalam melakukan perawatan. Ikatan kabel yang semakin semrawut membuat operator terkadang abai untuk merapikan kembali kabel yang sudah diputus. Tidak hanya itu, adanya kabel ilegal yang terpasang tanpa izin juga membuat penumpukan terjadi.
Pascaperistiwa kecelakaan yang beberapa kali terjadi belakangan, pihaknya pun memperketat pengawasan agar kejadian buruk tersebut bisa dihindari.
”Ada saja kabel ilegal yang tidak izin menumpang di tiang listrik milik PLN, ini langsung diputus. Pengawasan kami sekarang jadi lebih ketat, dari awalnya pengecekan 2-3 kali seminggu sekarang bisa sampai 4 kali. Beberapa kabel memang belum bisa dipindah ke bawah tanah kalau belum ada SJUT-nya,” ujarnya.
Tahap kedua
Setelah selesai dengan pembangunan SJUT tahap I di beberapa ruas jalan, pemerintah akan melanjutkan pembangunan ke tahap kedua dengan fokus masih di Jakarta Selatan. Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Jerry Siregar menjelaskan, di tahap pertama, perapian sudah dilakukan di 102 kilometer ruas jalan, dari target di tahap pertama sepanjang 115 kilometer.
Pembangunan SJUT untuk merapikan kabel utilitas di udara dilakukan secara bertahap. Jerry menyatakan, hal ini mempertimbangkan dampaknya yang cukup besar, salah satunya kemacetan di beberapa ruas jalan. Pembangunan SJUT di kawasan Mampang Prapatan dan Senopati, Jakarta Selatan, misalnya, menyebabkan kemacetan selama lebih dari setengah tahun.
Pihak asosiasi juga berharap agar pembangunan SJUT di tahap kedua dapat dilakukan secara efektif. Berdasarkan hasil pengamatannya dalam pembangunan SJUT di tahap pertama, spesifikasi khususnya tidak adanya sambungan antara lubang SJUT, baik antara lubang, ataupun sambungan ke bangunan pelanggan.
Pihak asosiasi juga berharap adanya transparansi dan kejelasan mengenai acuan biaya sewa SJUT. Kepastian mengenai hal tersebut bisa membuat proses pemindahan semakin lancar sehingga negosiasi kontrak bisa rampung lebih cepat.
”Ini mengapa perapian kabel itu belum menyeluruh, tetapi di ruas-ruas yang prioritas terlebih dahulu. Kondisi jalan dan kemacetan itu menjadi salah satu pertimbangan juga. Di tahap kedua semoga ada perhatian dari segi desain. Soal biaya ini juga kita sedang rapat dengan pemerintah pusat agar regulasi SJUT ini se-Indonesia bisa punya acuan yang tepat,” ujarnya.