Potensi Ekonomi Pengolahan Sampah Jakarta Capai Triliunan Rupiah
Pengolahan sampah dapat menghasilkan nilai tambah dan keuntungan ekonomi besar bagi Jakarta yang menghadapi masalah menumpuknya sampah.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengunjungi stan bazar pelaku ekonomi sirkular pengolah sampah di Festival Ekonomi Sirkular (FES) 2023, di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Pengolahan sampah yang dihasilkan Jakarta untuk mengurangi jumlah sampah di pembuangan akhir tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan lingkungan. Pengolahan sampah juga dapat menghasilkan nilai tambah dan keuntungan ekonomi besar. Ekonomi sirkular pun jadi pendekatan menarik.
Saat ini, Jakarta menyumbang sekitar 7.800 ton sampah per hari atau sama dengan 2,8 juta ton sampah per tahun. Berbagai cara sudah dilakukan untuk mengurangi sampah yang dibuang ke pembuangan terakhir di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Belum lama ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun fasilitas refused derived fuel (RDF) untuk mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif.
”Sebanyak 2.000 ton sampah per hari sudah di-handle dengan RDF di Bantargebang dan akan bangun lagi di Rorotan. Tapi, itu tidak cukup karena kita harus kurangi sampah di hulu atau sumber,” kata Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI Jakarta Afan Adriansyah, di Festival Ekonomi Sirkular (FES) 2023, di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2023).
Afan mengatakan, pengurangan sampah sejak di hulu ini mendesak bagi Jakarta yang berupaya mengedepankan aspek lingkungan yang berkelanjutan. ”Kalau kita semua mau berkelanjutan, otomatis lingkungan hidup harus kita jaga kelestariannya," ujarnya.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI Jakarta Afan Adriansyah dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto (kanan ke kiri) diwawancarai wartawan seusai membuka Festival Ekonomi Sirkular (FES) 2023, di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2023).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto, pada kesempatan sama, mengatakan, mereka siap mengedukasi masyarakat untuk hal tersebut. ”Mengolah sampah niatnya harus karena kesehatan,” katanya.
Meski demikian, Asep menyadari, sebagian besar orang lebih cepat tertarik jika masalah pengelolaan sampah ini dikaitkan dengan keuntungan ekonomi. ”Tapi, orang banyaknya mikir manfaatnya bagi kesehatan ekonomi (finansial),” ujarnya.
Pengolahan sampah yang berorientasi ekonomi pun dapat dilakukan melalui upaya mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin sehingga meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan. Hal ini disebut dengan ekonomi sirkular.
Untuk menggelorakan sistem ini, DLH DKI mengadakan FES 2023 selama dua hari pada 26-27 Juli 2023. Ada puluhan stan pameran yang diisi pelaku ekosistem ekonomi sirkuler berbasis persampahan, mulai dari pegiat biokonversi maggot, pegiat bank sampah, pegiat kompos, pegiat ecoenzyme, UMKM hijau, sampai lembaga keuangan.
”Kami siap mengedukasi masyarakat untuk dapat memanfaatkan sampah. Sekali lagi saya sampaikan bahwa kalau kita bisa lakukan pengolahan secara baik mulai dari sumber, pisahkan organik maupun anorganik, maka selanjutnya ini akan bermanfaat mengurangi sampah di Bantargebang,” ujarnya.
Sementara itu, studi yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 1 DKI Jakarta dan Banten, bersama peneliti terkait, menemukan, peluang ekonomi sirkular di Jakarta cukup besar. Besaran ini merujuk jumlah sampah yang cukup besar dihasilkan di Jakarta selama ini.
”Potensi ekonominya mencapai triliunan rupiah. Ini dari satu produk saja, misal maggot hidup 1,8 triliun, pupuk cair 3,8 triliun, pupuk padat 1,3 triliun, juga bisa menciptakan 1,3 juta lapangan pekerjaan baru,” ungkap Sabarudin, Direktur Manajemen Strategis, EPK, dan Kemitraan Pemerintah Daerah, Kantor OJK Regional 1 DKI Jakarta dan Banten.
Sayangnya, potensi ini belum tergarap serius kendati telah banyak masyarakat Jakarta yang melaksanakan kegiatan ekonomi sirkular ini. Pada saat bersamaan, lembaga keuangan, seperti perbankan, yang mulai melirik potensi ekonomi hijau ini harus lebih aktif membantu pelaku usaha ekonomi sirkular tersebut.
”Kami ajak perbankan masuk ke dalam ekosistem ekonomi (sirkular) lingkungan hidup karena manfaatnya besar dan terus berlanjut,” katanya.
Direktur Manajemen Strategis, EPK, dan Kemitraan Pemerintah Daerah, Kantor OJK Regional 1 DKI Jakarta dan Banten Sabarudin, di Festival Ekonomi Sirkular (FES) 2023, di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2023).
Koperasi Produsen Maggot Jakarta Tangguh menjadi salah satu contoh lembaga ekonomi sirkular masyarakat yang telah memulai usaha untuk menghasilkan dampak positif bagi pengelolaan sampah di lingkungan. Koperasi ini berawal dari komunitas Black Soldier Fly (BSF) Integrated Jakarta yang terdiri dari para peternak maggot, penghasil pakan ternak, seperti ikan dan ayam, pada 2019.
”Lalu, kami diamanatkan DLH DKI untuk menggarap Pergub 102 Tahun 2021, yaitu pengelolaan limbah untuk kawasan dan industri,” kata Syafwan, Ketua Koperasi Produsen Maggot Jakarta Tangguh.
Koperasi yang baru dibentuk 2021 itu bertujuan menampung hasil panen maggot para anggotanya dan menggarap program DLH DKI untuk mengolah sampah organik dengan maggot. Seperti diketahui, maggot atau belatung dari budidaya BSF atau lalat tentara hitam dapat mengurai sampah organik secara cepat.
Maggot itu mereka kembangkan di lahan seluas 500 meter persegi di daerah Kembangan, Jakarta Barat. Koperasi itu bisa memanen 6-8 kuintal maggot per sepuluh hari. Maggot ini lalu dipakai untuk mengolah sampah organik yang diperoleh koperasi dari kerja sama dengan industri dan kawasan.
Setiap dua hari, koperasi itu bisa mengelola 1,5 ton-2 ton sampah organik dari sebuah industri dan kawasan di Senayan City. ”Sampah organik yang telah dipilih oleh transporter pengangkut sampah yang bekerja sama dengan kami, dibawa untuk kami olah,” tuturnya.
Potensi ekonomi maggot untuk mengolah sampah di Jakarta menurut data OJK.
Hasil akhir dari pengolahan sampah organik dengan maggot itu berupa maggot baru yang, antara lain, dapat menjadi pakan ternak ikan kecil dan butiran tanah untuk menjadi pupuk tanaman yang subur. Hasil tersebut pun bisa membantu menyejahterakan 30 anggota koperasi.
”Untuk ke depan, kami telah bernegosiasi agar dapat lebih banyak lagi industri baru yang bekerja sama untuk mengelola sampah organik. Target kami perhotelan, rumah sakit, dan apartemen,” kata Syafwan.