Aplikasi Jual Beli Sistem Komisi Jombingo Memakan Korban
Aplikasi itu menawarkan penjualan berbagai barang dengan harga sangat miring. Syaratnya, setiap anggota harus mengajak tiga orang lainnya untuk mendapatkan produk murah yang akan diundi. Ujung-ujungnya, penipuan belaka.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat yang merasa menjadi korban penipuan aplikasi jual beli dengan sistem komisi, Jombingo, melaporkan penipuan kepada Polda Metro Jaya. Mereka merugi puluhan juta rupiah karena uang yang disetorkan untuk transaksi jual beli tidak kembali.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak menyampaikan, pihaknya tengah menangani dua laporan mengenai penipuan oleh aplikasi tersebut. Laporan pertama dari seorang pria ke Polda Metro Jaya pada 24 Juni 2023, diikuti laporan seorang perempuan yang diterima di Polres Depok pada 26 Juni 2023, yang kini ditarik ke Polda Metro Jaya.
”Sementara ini yang melapor sebagai korban baru dua korban tersebut,” kata Ade kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/7/2023).
Keduanya melaporkan aplikasi milik PT Bingoby Digital Kreasi itu terkait dugaan penipuan yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 28 Ayat 1 juncto Pasal 45a Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Total kerugian kedua pelapor mencapai Rp 42,3 juta.
”Berdasarkan laporan polisi tersebut, Polda Metro Jaya sudah melakukan langkah-langkah penyelidikan, melaksanakan pengecekan perizinan terhadap PT Bingoby Digital Kreasi, melaksanakan pemeriksaan terhadap korban dan para saksi, melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait (Kemendag, OJK, Kemenkominfo), serta melakukan profiling terhadap pengurus perseroan,” kata Ade.
Pelapor mengatakan kepada polisi bahwa mereka bergabung setelah mendapatkan pesan elektronik pada 2022, yang berisi penawaran untuk bergabung dalam aplikasi yang bernama Jombingo, yaitu aplikasi jual beli dengan sistem komisi.
”Untuk memulainya, korban terlebih dahulu diminta melakukan pengisian dana dan merekrut atau mengajak orang lain gabung di aplikasi untuk mulai transaksi pembelian barang yang ditawarkan pada aplikasi. Karena merasa yakin, korban menyerahkan uang secara bertahap senilai Rp 20 juta. Korban pernah mendapatkan keuntungan, tetapi dana korban yang masih ada pada aplikasi Jombingo tidak dapat dicairkan karena aplikasi Jombingo sudah tidak dapat diakses lagi,” papar Ade.
Salah satu mantan pengguna Jombingo, DYP (32), asal Kabupaten Bogor, mengatakan, ia tertarik bergabung setelah melihat promo di sebuah grup Facebook pada 2022. Promo itu menawarkan beragam produk, mulai dari makanan sampai peralatan dapur, dengan harga Rp 10.000 per produk. Promo itu bisa didapatkan jika mengunduh aplikasi Jombingo.
”Murah-murah banget, ada susu sedus, minyak 2 liter, sampo besar, peralatan dapur, dan lain-lain semua Rp 10.000,” katanya ketika dihubungi hari ini.
Setelah mengunduh aplikasi, ia mengisi dana atau top-up minimal senilai Rp 20.000. Ia lalu memesan sekarton susu UHT dalam kemasan dengan syarat mengundang tiga orang lainnya untuk bergabung dalam penawaran tersebut di aplikasi. Jika jumlah anggota sudah terpenuhi, aplikasi itu akan mengundi satu nama anggota grup agar bisa membeli barang dengan harga yang ditawarkan.
”Kalau menang, kita bisa memilih barang itu mau dibeli untuk kita sendiri atau dijual lagi. Kalau dijual lagi, kita dapat keuntungan, cuma saya tidak tahu berapa, karena selalu beli untuk diri sendiri. Dua orang yang kalah undian dapat uang kompensasi Rp 200 sampai Rp 500, tergantung harga barangnya,” katanya.
Setelah transaksi pertama berhasil, DYP lalu dimasukkan ke dalam grup Whatsapp yang dipimpin seorang afiliator. Di sana, dia dan anggota grup lainnya bisa berkomunikasi perihal transaksi jual beli. Seingat DYP, di grup itu ada puluhan anggota yang berasal dari dalam dan luar Pulau Jawa.
DYP sendiri memutuskan untuk menghentikan kegiatan jual beli itu setelah dua kali pembelian dalam waktu sekitar sebulan. Alasannya, karena harga penjualan yang ditawarkan semakin naik dan ia juga kesulitan mengundang orang lain untuk bergabung.
”Paling utama karena susah ngajak orang, banyak yang enggak percaya dengan aplikasi kayak begitu. Ya, sudah, daripada buang waktu, saya uninstall aplikasi dan keluar dari grup Whatsapp,” ujarnya.
Polda Metro Jaya pun mengimbau agar masyarakat tidak percaya akan penawaran usaha dengan imbal hasil besar, lalu mencari informasi terkait produk yang ditawarkan. Masyarakat juga diimbau mencari tahu legalitas aplikasi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jika terkait penggunaan aplikasi digital.
”Kami mengharapkan masyarakat selalu memperhatikan dua aspek penting, yaitu legal dan logis. Legal artinya memastikan produk atau layanan yang ditawarkan tersebut sudah memiliki izin usaha yang tepat dari otoritas atau lembaga yang mengawasi. Logis artinya selalu memperhatikan hasil atau keuntungan yang ditawarkan, apakah logis atau tidak,” kata Ade.
Satuan Tugas Penanganan Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Sektor Keuangan telah memutuskan untuk memblokir Jombingo pada Selasa (4/7/2023). Keputusan ini dirapatkan bersama OJK, Kementerian Perdagangan, Bank Indonesia, Polri, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
”Rapat koordinasi diselenggarakan untuk menyikapi pemberitaan dan laporan pengaduan dari masyarakat terkait kegiatan Jombingo yang diduga melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat,” kata satuan tugas itu dalam rilis tertulis di laman OJK.
Aplikasi milik PT Bingoby Digital Kreasi itu diketahui telah memiliki tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (TDPSE) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika serta surat izin usaha perdagangan melalui sistem elektronik (SIUPMSE) dari Kementerian Perdagangan.
Namun, kini situs Jombingo sudah tidak aktif untuk mencegah kerugian masyarakat yang lebih luas. Satgas juga merekomendasikan penghentian sementara kegiatan Jombingo setelah Kementerian Perdagangan menyelesaikan proses pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku.