Bangkai Kapal Disingkirkan, Aktivitas Pinisi di Sunda Kelapa Kembali Berdenyut
Pinisi KLM Rahim Jaya dengan tonase terbesar yang beroperasi di Sunda Kelapa secara perlahan bergerak dan berhasil berlayar pada Senin (17/7/2023) malam setelah tiga bulan terjebak.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bangkai kapal tenggelam yang menghalangi jalur masuk-keluar pinisi di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, berhasil dipindahkan pada Senin (17/7/2023) malam. Aktivitas pelayaran rakyat antarpulau di pelabuhan itu pun kembali berdenyut.
General Manager PT Pelindo Regional 2 Pelabuhan Sunda Kelapa Agus Edi Santoso mengatakan, bangkai kapal yang terbakar dan tenggelam di area tambatan kapal pelayaran rakyat berhasil disingkirkan pada Senin sekitar pukul 22.00. Seusai bangkai kapal itu disingkirkan, pinisi Kapal Layar Motor (KLM) Rahim Jaya dengan tonase terbesar yang beroperasi di Sunda Kelapa secara perlahan bergerak dan berhasil berlayar setelah tiga bulan terjebak.
”Aktivitas pelayaran kapal kayu (pinisi) sudah terbebas. Kapal-kapal kayu yang selama ini terjebak sudah bisa berlayar,” kata Agus saat dihubungi, Selasa pagi, dari Jakarta.
Aktivitas pelayaran pinisi di Sunda Kelapa mati suri selama tiga bulan. Ada 43 kapal yang terjebak dan tak bisa berlayar karena akses masuk-keluar terhalang bangkai kapal yang terbakar dan tenggelam di area masuk-keluar kapal pinisi.
Pemindahan bangkai kapal yang dilakukan oleh perusahaan pemilik kapal sejak kapal itu terbakar pun berlarut-larut. Hal itu terjadi lantaran proses evakuasi pada tahap awal hanya menggunakan peralatan sederhana dan dilakukan secara konvensional.
Upaya mempercepat proses evakuasi menunjukkan perkembangan signifikan setelah perusahaan pemilik kapal terbakar mengganti peralatan evakuasi menggunakan peralatan lain yang mumpuni. Peralatan yang digunakan mulai Jumat (14/7/2023) itu memiliki kapasitas angkut hingga 150 ton.
Evaluasi
Agus mengatakan, setelah proses evakuasi selesai dan aktivitas pelayaran rakyat di Sunda Kelapa normal, PT Pelindo bersama Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Sunda Kelapa serta pihak operator pelayaran rakyat akan berkoordinasi untuk mengatur pola pelayaran pinisi di pelabuhan itu agar lebih tertata. Penataan itu berkaitan dengan jadwal dan ikhwal teknis penyandaran kapal di area tambatan.
”Kami juga akan bertemu dengan beragam pihak untuk membahas eksistensi kapal kayu ini. Kapal kayu ini kalau tidak dipelihara lama-lama akan habis,” kata Agus.
Menurut dia, jumlah pinisi di Sunda Kelapa tiap tahun terus berkurang. Dari data PT Pelindo, setiap tahun sedikitnya dua pinisi hilang akibat tenggelam. Di Sunda Kelapa, saat ini ada 73 kapal yang masih beroperasi melayani pengiriman barang antarpulau di sejumlah daerah di Indonesia.
Nasib pinisi di Sunda Kelapa yang jumlahnya kian berkurang turut dikisahkan salah seorang kapten pinisi bernama Sulaeman (43). Dia menyebut, pada 2009, jumlah pinisi di Sunda Kelapa masih ratusan kapal.
Ada banyak faktor pinisi kian kehilangan peran di Sunda Kelapa. Salah satunya, kapal-kapal tua yang telah rusak tak lagi diperbaiki atau diganti dengan kapal baru berupa kapal besi. Sebagian kapal juga tenggelam atau karam saat dalam pelayaran.
”Mau buat kapal baru pun sudah sulit karena bahan bakunya sangat susah. Kapal-kapal ini pakai kayu ulin, kayunya hanya ada di Kalimantan dan sudah susah. Biaya pembuatannya juga tidak sedikit, dulu pada tahun 2010 saja satu kapal bisa habis Rp 5 miliar. Kalau sekarang saya tidak tahu lagi, pasti lebih besar,” tutur lelaki asal Makassar, Sulawesi Selatan, itu.