Pelemparan Batu ke KRL Berulang, Cermin Buruknya Tata Kota
Banyak permukiman di samping pelintasan rel kereta api merupakan permukiman padat dan kumuh. Ruang bermain yang sempit memicu anak-anak di kawasan itu mengalihkan kegiatannya ke hal negatif, seperti melempari KA.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Aksi pelemparan batu ke kereta api kembali terulang. Baru-baru ini aksi berbahaya itu terjadi di Depok, Jawa Barat. Peristiwa pelemparan batu ini bisa dihindari jika pemerintah dan PT Kereta Api Indonesia serius menata kawasan permukiman warga di pelintasan rel kereta api.
Aksi tiga remaja sedang melempar batu ke arah kereta rel listrik (KRL) KA 1290 relasi Jakarta Kota-Bogor di Kelurahan Kemiri Muka, Kecamatan Beji, tepatnya di sinyal masuk Stasiun Depok Baru, Kota Depok, terekam oleh kamera telepon seluler warga. Pelemparan batu yang terjadi Senin (10/7/2023) pukul 13.34 itu menyebabkan tiga jendela kaca pecah. Beruntung tidak ada korban dari peristiwa tersebut.
Pelaksana Harian Manajer Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Feni Novida Saragih mengatakan, meski tidak ada korban luka, vandalisme berupa pelemparan batu ke KRL sangat membahayakan penumpang dan petugas. Kejadian berulang ini tentu membuat penumpang khawatir.
”Sekali lagi ini sangat disayangkan. Aksi berbahaya yang mengganggu kelancaran perjalanan, merusak, dan mengancam keselamatan penumpang dan petugas. Kami mengimbau agar masyarakat jangan melempar batu ke fasilitas publik. Pelemparan batu ke kereta api merupakan tindakan melawan hukum dan bisa dikenai hukuman pidana,” kata Feni, Rabu (12/7/2023).
Ancaman pidana itu tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Bab VII Pasal 194 Ayat (1 ) dan Ayat (2) tentang Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum bagi Orang atau Barang, dengan ancaman 15 tahun penjara. Jika sampai menimbulkan korban jiwa, pelaku bisa dihukum 20 tahun penjara. Larangan pelemparan terhadap kereta api juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 180 tentang Perkeretaapian.
Dari tindakan tiga remaja yang melawan hukum itu, kata Feni, Tim Pengamanan Daop 1 Jakarta telah menangkap tiga remaja dan menyerahkan mereka ke Polres Metro Depok. Penangkapan ini merupakan langkah tegas dan komitmen Daop 1 Jakarta untuk menjaga keselamatan perjalanan kereta api.
Sebagai upaya pencegahan dan memberikan edukasi terkait bahaya pelemparan, Daop 1 Jakarta juga secara berkala terus melakukan sosialisasi ke warga masyarakat dan sejumlah sekolah yang berdekatan dengan jalur rel. Sepanjang tahun 2023, pihaknya telah melakukan sosialisasi sebanyak 33 kali.
Sementara itu, Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok Ajun Komisaris Nirwan Pohan mengatakan, pihaknya telah memproses tiga remaja berusia 14 tahun pelaku pelemparan batu ke arah KRL itu, Selasa (11/7/2023), dengan didampingi orangtua masing-masing.
”Sudah kami mintai keterangan. Pengakuan mereka iseng. Mereka tidak kami tahan karena masih di bawah umur. Kami meminta orangtua untuk membina dan mengawasi anak-anaknya,” kata Nirwan.
Setelah pemeriksaan, pihaknya juga telah menghubungi Daop 1 Jakarta untuk mediasi dengan orangtua pelaku. ”Pengawasan lingkungan ini bersama-sama. Kita saling melindungi untuk tidak membahayakan orang lain. Jika ada yang berniat iseng atau jahat, segera cegah sebelum terjadi kejadian yang tidak diinginkan,” ujar Nirwan.
Anita Batubara (27), pengguna KRL asal Bogor, mengaku geram dengan tingkah anak-anak atau seseorang yang sengaja melempar batu ke arah KRL. Tindakan berbahaya itu kapan saja bisa mengintai dirinya dan penumpang lainnya.
”Itu bukan iseng, bukan nakal, tetapi memang ingin menimbulkan kekacauan bahaya. Susah juga kalau berlindung atas nama masih anak-anak di bawah umur lalu tidak ada proses (hukum). Kalau tidak diproses, siapa saja akan melakukan lagi. Penumpang KRL jadi tidak aman dari bahaya pelemparan batu, dong,” kata Anita.
Kekesalan serupa disampaikan Tyazian Shakib (26), warga Depok. Menurut dia, hukuman tetap harus dijalankan kepala pelaku pelemparan batu ke KRL agar memberikan efek jera.
”Jika tidak bisa dihukum penjara karena masih anak-anak, setidaknya ada sanksi lain. Suruh mereka kerja sosial di stasiun, misalnya. Bersihin kamar mandi, bersihin sampah, atau apa pun. Jangan dibebaskan begitu saja,” kata Zian.
Berulang
Sebelum peristiwa di Kemiri Muka, Beji, Senin lalu, kasus serupa juga terjadi pada Minggu (7/5/2023) di Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Kaca di gerbong khusus perempuan KA 4326 relasi Jakarta-Bogor pecah sehingga menyebabkan seorang penumpang terluka. Dalam peristiwa itu, tidak diketahui siapa pelakunya.
Pelemparan batu hingga menyebabkan penumpang terluka juga pernah terjadi pada KA 4309 relasi Bogor-Jakarta di lintas Stasiun Tebet-Stasiun Manggarai, Sabtu (9/7/2022). Lalu, pelemparan batu ke KRL KA 1448 relasi Jakarta Kota-Cikarang antara Stasiun Buaran dan Klender Baru juga menyebabkan seorang penumpang terluka.
Sejumlah kejadian itu, menurut pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mencerminkan kesemrawutan serta belum terkelolanya tata kota yang baik dan aman bagi warga.
Permukiman yang berada tak jauh dari pelintasan kereta api tidak hanya membahayakan warga sekitar, tetapi juga pengguna transportasi publik. Banyak permukiman di samping pelintasan rel kereta api merupakan permukiman padat dan kumuh sehingga sangat rentan muncul tindakan kriminalitas, seperti anak-anak yang melempar batu ke KRL.
Ruang bermain yang sempit atau hilangnya ruang bermain yang dialihfungsikan untuk permukiman telah berdampak besar bagi anak-anak yang tak lagi leluasa berkreasi. Penyaluran aktivitas dan kreasi anak-anak pun semakin terbatas dan tersalurkan ke arah negatif.
”PT KAI dan pemerintah daerah mengatur jarak aman permukiman dengan pelintasan rel 10-12 meter dan membuat tembok tinggi pembatas sepanjang rel yang berbatasan langsung dengan permukiman warga. Idealnya, jika pemerintah mau tegas, tidak ada permukiman dekat pelintasan rel kereta api. Harus ada penataan permukiman serta menciptakan ruang hijau dan ruang bermain untuk anak-anak,” ujar Nirwono.
Menurut dia, penataan kota dengan penertiban kawasan permukiman ini merupakan solusi paling cepat. Penertiban ini perlu ketegasan pemerintah dan PT KAI demi keamanan dan keselamatan warga. Permukiman di tepi pelintasan rel bukan hunian yang layak untuk dihuni warga.
”Ketertiban dan perencanaan kota yang baik akan meminimalkan kejadian yang membahayakan. Pemerintah harus kembali mendata warganya. Warga DKI Jakarta diberikan prioritas untuk tinggal di rumah susun. Artinya kesiapan sarana dan prasarana ini juga harus serius dilakukan. Sementara warga non-DKI bisa diberikan uang kerohiman dan ada kerja sama antarpemerintah daerah. Begitu pula warga kawasan Bodetabek yang tinggal di dekat pelintasan harus didata,” paparnya.
Nirwono juga menyoroti penegakan hukum bagi pelaku agar memberikan efek jera. Selain itu, PT KAI dan pemerintah perlu mendeteksi daerah rawan. Daerah rawan itu harus dijaga petugas dan dipasangi kamera pemantau. Penegakan hukum ini perlu dibarengi dengan edukasi terus-menerus.