Program Pembenahan Kawasan Kumuh Belum Sentuh Masalah Dasar
Pembenahan kawasan kumuh di Jakarta perlu menyentuh permasalahan dasar, yakni rumah tidak layak huni. Tidak hanya soal kelayakan, adanya rumah seperti itu sangat membahayakan bagi pemilik dan juga warga sekitar.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melanjutkan program pembenahan kawasan kumuh melalui program Community Action Plan dan Collaborative Implementation Program pada tahun 2023. Warga mengapresiasi program ini karena berjasa membantu untuk membuat wilayah mereka terbebas dari beberapa masalah seperti banjir. Namun, program ini masih belum menjawab permasalahan utama yakni pembenahan rumah tidak layak huni.
Ditemui di Jakarta, Senin (10/7/2023), Sekretaris RW 005 Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur, Asit Faizal mengatakan, wilayahnya menjadi salah satu sasaran program karena dinyatakan kumuh sesuai lampiran Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu. Melalui program ini, warga diminta untuk memberikan daftar permasalahan pemukiman yang nantinya bisa mendapat bantuan dari pemerintah.
Dari hasil musyawarah dengan warga terdapat sejumlah permasalahan, yaitu banjir, akses jalan minim, dan masih adanya rumah tidak layak huni (RTLH). Masalah banjir masih terjadi karena tidak adanya saluran air yang lancar. Ditambah lagi, saluran air yang ada sudah diduduki oleh bangunan rumah.
Akibat hal itu pula, jalan yang menghubungkan antar-RT semakin menyempit, membuat akses keluar masuk wilayah menjadi sulit.
”Yang pertama, revitalisasi saluran air sudah mencapai 80 persen. Lalu ada penambahan polisi tidur, bangku taman, dan lainnya. Mengenai akses, ada 11 rumah yang harus diperkecil lebarnya, karena memakan badan jalan. Awalnya, lebar jalan 1,5-2 meter, sekarang hanya 1 meter. Ini coba kami kembalikan seperti semula,” katanya.
Asit menambahkan, permasalahan utama yang kini belum mendapatkan perhatian adalah masih banyaknya RTLH.
Tidak hanya mengenai kelayakan tinggal, adanya belasan RTLH di wilayah tersebut juga dinilai membahayakan. Dari pantauan di lapangan, rumah-rumah tersebut masih ada yang dibangun dengan material seperti kayu, kabel listrik juga mudah terlihat di langit-langit rumah. Kondisi tersebut berpotensi memicu kebakaran.
Permasalahan RTLH ini berkelindan dengan masalah akses jalan, yang membuat upaya pemadaman api bila terjadi kebakaran sulit dilakukan. Hal ini terlihat dari kebakaran yang melanda kawasan ini beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Jumat (2/6/2023), sebanyak delapan rumah di kawasan ini terbakar pada pukul 04.00 WIB. Seorang anak berkebutuhan khusus menjadi korban akibat peristiwa tersebut. Wilayah padat penduduk dan minimnya akses jalan membuat mobil pemadam sulit masuk. Upaya pemadaman api menjadi tidak maksimal karena harus menarik selang puluhan meter.
Satu rumah yang terbakar, tetapi warga lain yang waswas karena ini wilayah padat penduduk. Ini berbahaya. Semoga ada perhatian dari pemerintah.
Asit berharap agar warga yang masih tinggal di RTH mendapat perhatian atau setidaknya dipindahkan ke Rumah Susun Sewa Cakung, yang berada di belakang RW 005. Ia sudah diminta oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mendata warga yang sekiranya dapat tinggal di RTLH. Namun, permasalahan administrasi, seperti kejelasan identitas kependudukan, atau keabsahan sertifikat tempat tinggal, membuat upaya tersebut sulit terlaksana.
”Satu rumah yang terbakar di sini bisa menjalar ke semua rumah. Ini berbahaya. Kami harap program pembenahan ini lanjut di tahun depan dengan fokus membenahi RTLH. Untuk pemindahan ke rusun sulit karena harus KTP Jakarta, sedangkan di sini masih ada yang tidak,” ujarnya.
Lebih luas
Hingga kini, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah menata 78 RW melalui program Community Action Plan (CAP) dan Collaborative Implementation Program (CIP). Dari target 78 RW, 40 RW dalam proses pengerjaan. Kepala Seksi Perencanaan dan Pengawasan Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Kota Jakarta Timur Utami Widianingsih mengatakan, program tersebut merupakan kolaborasi antara warga dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membenahi kawasan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Beberapa RW kumuh yang sedang ditata ada di RW 001 Ceger, RW 013 Duren Sawit, RW 001 Pulogadung, RW 005 Jatinegara, dan wilayah lainnya. Dalam program ini, pemerintah juga akan membuat sumur resapan sebagai antisipasi banjir, seperti di RW 004 Pondok Bambu dan RW 013 Duren Sawit.
”Program ini meliputi perbaikan saluran air, pengaspalan jalan, dan perbaikan jalan rusak. Ada pula pembuatan sumur resapan dan pemasangan aksesoris di jalan seperti pembuatan taman dan gapura,” ujarnya.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, program pembenahan kawasan kumuh akan terus dilanjutkan. Program ini mirip dengan Proyek Muhammad Husni Thamrin di era Gubernur Ali Sadikin, yang bertujuan menata kampung kumuh di Jakarta (Kompas, 22/6/2023).
Proyek Muhammad Husni Thamrin atau disebut pula Jakarta Urban Development Project ini terus berlanjut hingga era Gubernur Wiyogo Atmodarminto. Proyek ini didanai lewat pinjaman dari Bank Dunia dalam empat fase. Dalam kesempatan terpisah, Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, pemerintah harus mengambil pelajaran dari program tersebut. Program itu dianggap berorientasi pada penataan fisik saja tanpa melihat permasalahan inti, yakni mengenai administrasi pertanahan.
Akibatnya, banyak warga yang diserobot tanahnya oleh pengembang ataupun mafia tanah. Hal itu memicu warga di kampung kumuh pindah dan membentuk kampung kumuh di wilayah lain. Pengakuan hak atas tanah ini perlu menjadi langkah awal bila ingin menata kawasan kumuh di Jakarta agar penanganan menjadi lebih berkelanjutan.
”Penyelesaian sengketa lahan menjadi titik awal pembenahan kampung kota. Setelah itu perlu diikuti aksi kolektif warga untuk menjaganya,” ujarnya.