Aborsi Ilegal Memanfaatkan Ketenangan Perumahan di Jalan Mirah Delima
Bagian dari janin hasil aborsi ilegal ditemukan di muara kloset sebuah rumah di Kemayoran. Kejahatan ini bersembunyi di balik ketenangan permukiman yang jauh dari kesan sarang kejahatan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
Tenangnya suasana permukiman di Jalan Mirah Delima IV, Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat, mendadak terganggu karena terbongkarnya kasus aborsi ilegal di salah satu rumah kontrakan pada Rabu (28/6/2023). Nyamannya suasana tinggal di sana ternyata mampu menutupi busuknya praktik menggugurkan kandungan selama sekitar 1,5 bulan terakhir.
Kasus yang tengah dibongkar Polres Metro Jakarta Pusat ini mengejutkan Lumintang (73), tetangga depan rumah nomor 14 tersebut. Fakta yang ditemukan melampaui kecurigaannya selama ini. ”Pertama kali memang tidak merasa curiga karena namanya tetangga. Eh, lama-lama curiga karena mobil selalu bawa orang masuk, sehari bisa tiga atau empat kali,” katanya saat ditemui, Senin (3/7/2023).
Perempuan itu mengaku beberapa kali mengintip lewat pagar rumahnya yang tinggi untuk mengecek rumah tetangganya itu. Namun, yang ia dapat, tetangganya selalu menutup rapat rumah mereka.
Ketua RT setempat, Usman, bahkan sebelumnya mengira rumah itu digunakan untuk menampung tenaga kerja wanita (TKW) karena selalu ramai dengan tamu perempuan. Ia sendiri menaruh curiga karena pengontrak tidak pernah melaporkan identitasnya kepada dirinya, sekalipun sudah diminta.
”Dalam waktu dekat ini kami curiga karena aktivitasnya kayak ngumpet-ngumpet gitu. Datang pergi, datang pergi. Cuma pikiran kita di sini sebagai TKW. Kadang ada empat sampai lima perempuan datang pakai mobil langsung masuk ke dalam. Jadi, mereka enggak bersosialisasi, enggak bergaul,” tuturnya kepada wartawan.
Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Komarudin juga mengatakan, pengontrak rumah juga bingung karena pelaku memaksa mengontrak rumahnya selama 6 bulan dari aturan yang harusnya sewa tahunan. Selain itu, pelaku juga keukeuh mengontrak, sementara rumah itu masih dalam perbaikan.
Kecurigaan itu pun tersingkap setelah polisi akhirnya memproses hukum biang keladi dari aktivitas gelap di rumah tersebut. Mereka adalah dua perempuan berinisial NA (33) dan SM (51), dua dari sembilan orang yang telah menjadi tersangka dalam kasus ini, antara lain sopir, pembantu rumah tangga, pasien, dan pendamping pasien.
”SM ini selaku eksekutor. NA admin mencari dan ikut membantu proses aborsi itu, menenangkan pasien, ikut pegang tangan, dan sebagainya,” kata Komarudin.
Kemarin, ia dan tim berwenang lainnya, antara lain Pusat Laboratorium Mabes Polri dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) menggali tangki septik untuk mencari janin yang digugurkan para pelaku.
Tim penyidik menemukan beberapa jaringan yang diduga janin setelah menelusuri muara kloset yang menjadi tempat pembuangan janin oleh pelaku. Jaringan itu ditemukan di saluran pembuangan air di depan rumah, karena rumah itu tidak memiliki tangki septik. Jaringan itu akan diteliti lebih lanjut oleh tim ahli.
Ini tentu pola yang dilakukan pelaku kejahatan, khususnya untuk klinik aborsi. Mereka akan mencari lingkungan yang aman, tidak terlalu ramai.
Dalam berpraktik, kedua pelaku utama sama sekali tidak menggunakan pendekatan medis. Mereka hanya menggunakan alat-alat sederhana, seperti vakum dan penjepit, serta obat-obatan seadanya untuk menjaga kondisi pasien selama dan sesudah tindakan. Proses aborsi mereka lakukan hanya dalam waktu 5-10 menit.
Adapun korban mereka jaring dari iklan di media sosial dimobilisasi secara rapi dengan sebuah mobil yang disediakan pelaku. Korban akan diantar ke dan dari lokasi praktik aborsi ilegal tersebut. Saat diantar, pasien juga akan diminta memberikan ponsel mereka agar tidak meninggalkan jejak lokasi ke orang lain.
Rapinya sistem praktik mereka didukung dengan suasana lingkungan permukiman yang terbilang tenang dan tidak ramai aktivitas warga di luar rumah.
”Ini tentu pola yang dilakukan pelaku kejahatan, khususnya untuk klinik aborsi. Mereka akan mencari lingkungan yang aman, tidak terlalu ramai. Seperti yang kita lihat, lingkungan ini sangat nyaman, akses mudah untuk keluar masuk mobil,” ujar Komarudin.
Pemilihan lokasi seperti ini terbilang motif baru pelaku utama yang ternyata pernah terlibat kasus sama. SM dan NA diketahui baru setahun lalu selesai menjalani hukuman penjara selama beberapa tahun karena perkara sama.
SM dan NA pernah melakukan praktik ilegal tersebut di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. Saat itu, SM bertindak sebagai asisten. NA juga pernah menjadi calo pasien aborsi di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
Kasus praktik aborsi ilegal di Jakarta Pusat kali ini terbilang berbeda dari kasus serupa yang beberapa kali terungkap sebelumnya. Tahun 2020, misalnya, Polda Metro Jaya mengungkap praktik aborsi ilegal yang dilakukan oleh dokter yang berjejaring dengan dokter lain, serta puluhan bidan dan calo, di sebuah rumah di Jalan Paseban Raya 61, Senen.
Rumah itu telah beroperasi sejak 2018 dan melayani lebih dari 900 tindakan aborsi dan akhirnya diciduk polisi. Polisi menetapkan tiga tersangka, yaitu pria berhasil MM alias dokter A (46), perempuan berinisial RM (54), dan S alias I.
Pada 2016, Polda Metro Jaya juga pernah menutup sembilan tempat praktik aborsi ilegal dalam bentuk klinik di sekitar Raden Saleh, Menteng. Klinik-klinik tersebut diduga sudah beroperasi sekitar lima tahun. Mereka memasang plang palsu untuk mengelabui praktik aborsi ilegal yang mereka jalankan.
”Kawasan Raden Saleh ini sudah puluhan tahun dikenal sebagai lokasi aborsi ilegal. Bahkan, mungkin sejak 1975 sudah ada,” kata Kepala Subdirektorat III Sumber Daya Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya saat itu, Ajun Komisaris Besar Adi Vivid (Kompas, 25/2/2016).
Meski terus diberantas, bisnis yang membahayakan nyawa ini nyatanya tidak pernah membuat kapok para pelaku. Justru mereka semakin kreatif membangun sistem yang membuat tindakan mereka tidak tercium aparat.
Peran masyarakat dalam mengawasi tindakan melanggar hukum ini pun menjadi krusial, seperti kasus di Kemayoran yang terbongkar karena ada peran pengawasan warga. Sebagai punggawa kepolisian di Jakarta Pusat, Komarudin berharap masyarakat semakin meningkatkan kewaspadaan.
”Ini yang sangat kita harapkan, diminta warga untuk menjaga lingkungan kita agar tidak dijadikan tempat-tempat daripada pelaku kejahatan,” ujarnya.