Harga Ayam di Jakarta Masih Tinggi, Distributor Ayam Tertekan
Harga ayam di Jakarta yang terus melambung membuat beberapa kelompok pedagang ayam di Pulogadung, Jakarta Timur, mogok dan berdemo selama beberapa hari. Keuntungan para distributor ayam terus tertekan akibat hal itu.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak sebulan lalu harga ayam di Jakarta terus naik dan menekan keuntungan para distributor ayam. Sebagian dari mereka menggelar demonstrasi dan mogok berjualan selama tiga hari hingga aksi tersebut berakhir ricuh. Kenaikan harga pakan ditengarai menjadi salah satu penyebab harga ayam tak kunjung turun.
Pemilik usaha distributor ayam Usaha Dagang (UD) Langgeng Jaya di Pulogadung Jakarta Timur, Nanang (44), menjelaskan, harga ayam terus naik semenjak pertengahan Mei 2023. Kenaikan terjadi cukup signifikan, dari yang awalnya sekitar Rp 24.000 per kilogram, kini menjadi Rp 29.000-Rp 35.000 per kilogram. Para distributor mengaku tidak terlalu mengetahui penyebab kenaikan harga tersebut.
Akibat kenaikan harga tersebut, pembeli ayam yang mayoritas berasal dari pasar pun tidak mau membeli ayam dalam jumlah banyak karena berpotensi tidak dibeli masyarakat. Dengan bobot ayam per ekor berkisar 1,3-1,5 kilogram, harga jual satu ekor ayam berada dalam kisaran Rp 50.000-Rp 60.000.
Nanang mengatakan, harga tersebut cukup tinggi sehingga pihak distributor di pasar tidak berani membeli dalam jumlah banyak. Penurunan permintaan membuat ia menurunkan jumlah pasokan ayam yang dipesan dari peternak per harinya. Dari awalnya empat mobil bak, kini Nanang hanya memesan sejumlah dua mobil bak. Tiap-tiap mobil bak berisi 1.500 ekor ayam.
Akibat harga yang terus melambung, ia dan distributor ayam lain memutuskan mogok berjualan tiga hari sejak Selasa (27/6/2023), hingga Jumat (30/6/2023). Mereka berharap, adanya aksi tersebut mampu menekan harga ayam. Kini, aktivitas penyaluran ayam kembali dilanjutkan, tetapi harga masih belum juga turun.
”Tanggapan dari pihak pasar, ya, kaget mengapa ayam mahal sekali. Dikira saya ambil untung besar, padahal memang kondisinya seperti itu. Pasar tidak mau membeli banyak kalau harganya terlalu tinggi,” tuturnya di Jakarta, Sabtu (1/7/2023).
Sayangnya, aksi mogok berjualan yang terjadi pada Selasa lalu memicu insiden. Kelompok yang mengatasnamakan diri Komunitas Pedagang Ayam Eceran Pulogadung mendatangi Rumah Pemotongan Hewan Unggas (RPHU) Rawa Kepiting, Jakarta Timur, karena dinilai tidak mengikuti imbauan untuk ikut menghentikan aktivitas penjualannya sementara.
Mogok berjualan kemarin percuma saja, tidak ada hasil apa-apa. Harga tetap tinggi.
Permintaan tersebut tidak disambut baik oleh para pemotong ayam di sana. Seorang pelaku usaha di RPHU Rawa Kepiting, WDS (31), menjadi korban pengeroyokan imbas kejadian itu.
Hal yang sama diungkapkan pengusaha ayam dari UD Sawung Seto di Jakarta Timur, Edi Subandono (41). Harga yang terus meroket membuat para pembeli mengurangi jumlah pesanan dari kandangnya. Mogok berjualan yang mereka lakukan beberapa waktu lalu pun tidak membawa hasil apa-apa.
Ia menyebut, pihak pasar tidak bisa membeli ayam darinya apabila harga menyentuh Rp 50.000 per ekor. Angka tersebut dinilai terlalu mahal dan berpotensi tidak dibeli masyarakat.
”Percuma mogok kemarin, tidak ada perubahan. Ini sudah lebih dari sebulan seperti ini. Semoga cepat stabil seperti dululah, bisa kembali ke Rp 20.000-Rp 23.000 per kilogramnya,” katanya.
Harga naik
Dalam kunjungan ke Pasar Palmerah, Jakarta Barat, pada Selasa (27/6/2023), Presiden Joko Widodo menemukan harga sebagian kebutuhan pokok mulai merangkak naik. Menyikapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo berjanji akan mengecek penyebab utama kenaikan harga tersebut.
”Yang naik agak tinggi memang daging ayam. Biasanya di harga Rp 30.000, Rp 32.000, ini sudah mencapai Rp 50.000. Akan saya cek, mungkin ada problem di suplainya, pasokannya,” ujarnya.
Peneliti di Center for Indonesian Policy Studies, Faisol Amir, mengemukakan, kenaikan harga ayam paling besar dipengaruhi oleh kenaikan harga pakan yang bahan baku utamanya jagung. Berdasarkan data Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dalam Indonesian Poultry Report tahun 2013, pakan menyumbang sebesar 55,1 persen dari biaya produksi ayam. Oleh karena itu, kenaikan harga jagung paling memengaruhi kenaikan harga ayam.
Menurut data Badan Pangan Nasional (NFA), harga jagung di tingkat peternak, per Sabtu (1/7/2023), sudah mencapai Rp 6.310 per kilogram. Harga tersebut sudah melebihi harga acuan penjualan sebesar Rp 5.000 per kilogram seperti yang diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2022 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Komoditas Jagung, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras.
Ia menyebut perluasan akses terhadap pakan yang murah perlu dilakukan pemerintah. Saat ini hanya perusahaan badan usaha milik negara yang mendapat penugasan impor jagung untuk pakan. Hal ini membuat akses jagung dengan harga terjangkau bagi peternak unggas rakyat terhambat. Memperluas akses juga penting karena adanya kemunculan El Nino membuat masa tanam dan masa panen jagung dalam negeri berpotensi tidak maksimal.
”Perlu pelibatan pihak lain seperti swasta sehingga peternak dapat mengakses pakan murah dan berkualitas dengan lebih cepat,” katanya.