Suami-Istri Pelaku KDRT di Depok Masih Berstatus Tersangka
Kejelasan proses hukum diharapkan karena status itu memengaruhi kehidupan anak-anak mereka.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasangan suami dan istri asal Depok, Jawa Barat, yang viral karena kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT masih berstatus tersangka. Penyelesaian kasus ini seolah menggantung. Kejelasan proses hukum diharapkan karena status itu memengaruhi kehidupan anak-anak mereka.
Kuasa hukum pihak suami, Bani Bayumi alias BB, Eka Sumanja, Sabtu (24/6/2023), menyampaikan, Polda Metro Jaya masih dalam proses mengembangkan perkara kliennya dan pihak istri, Putri Balqis alias PB. Baik Bani maupun Putri ditetapkan tersangka pada waktu berbeda, pada Februari 2023.
“PB dan BB statusnya saat ini sebagai tersangka dan masih proses riksa. Tetapi, sesuai statemen Pak Kapolda Metro di Polres Depok, untuk sementara (tidak ditahan) sampai keduanya sama-sama pulih,“ katanya.
Sebelumnya, setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Metro Depok karena laporan yang mereka buat secara terpisah, PB ditahan selama beberapa hari. Sementara itu, BB tidak ditahan karena harus menjalani perawatan akibat kekerasan fisik yang didapat dari sang istri.
Kamis (25/5/2023), Polda Metro Jaya mengambil alih kasus yang menjadi viral di media sosial itu. PB pun dikeluarkan dari penjara dengan masih menyandang status tersangka. Dengan berlarutnya kasus ini sejak Februari 2023, Eka mengatakan, situasi ini berdampak terhadap keseharian anak-anak PB dan BB.
“Beberapa nilai mata pelajaran anaknya di sekolah turun. Bahkan cita-cita anak pertama yang duduk di kelas VIII sebagai ketua OSIS kandas efek nilai turun,“ ungkapnya.
Menanggapi keberatan kuasa hukum salah satu tersangka, Kompas mencoba mengonfirmasi ke Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya dan langsung kepada Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko.
Namun, sampai berita ini ditulis, pihak Polda Metro Jaya belum memberikan respons.
Sejak 25 Februari 2023 sampai sekarang, Eka mencatat, kliennya, BB, juga dipersulit keluarga PB untuk bertemu dengan anak-anaknya. Pihaknya pun masih mengupayakan restorative justice (keadilan restoratif) sesuai petunjuk Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto saat datang ke Polres Metro Depok, 26 Mei 2023.
BB juga mengupayakan damai dalam gugatan cerai yang telah dilayangkan PB di Pengadilan Agama Bekasi. Kuasa hukum BB yang lain, Eko Ramadhani Nanto, menjelaskan, BB berusaha semaksimal mungkin mempertahankan rumah tangganya. Kalaupun berlanjut, ia mengharapkan kuasa hukum memberinya hak asuh atas ketiga anaknya.
Adik PB, Sahara Hanum, dalam akun Twitter dan Instagram-nya, sempat menyampaikan, kakaknya sudah sering menerima KDRT dari suaminya dalam 14 tahun pernikahan. Kekerasan itu juga sempat dilaporkan kepada polisi, tetapi PB mencabutnya dan memutuskan berdamai. Sayangnya, kekerasan itu masih terus berulang. Seusai kejadian ini, Sahara berharap PB mendapatkan dukungan untuk bangkit kembali (Kompas.id, 25/5/2023).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Hariyadi, dalam konferensi pers, Jumat (26/5/2023), menyampaikan, mereka mencoba mengurai kasus tersebut. Sedikitnya sembilan saksi sudah diperiksa. Kemudian, ditemukan bahwa pernah ada laporan terkait kasus sama yang dilayangkan pihak istri ke polisi.
“Penganiayaan terhadap istri ataupun korban ini bukan hanya sekali. Tahun 2016 ternyata sudah pernah dilaporkan. Namun, terjadi restorative justice karena memang dalam Undang-Undang KDRT, asas dan tujuan, salah satunya adalah mempertahankan keutuhan rumah tangga,“ ungkap Hengki.
Oleh karena adanya perbuatan berulang, polisi bisa menambahkan persangkaan kepada suami korban dengan Pasal 64 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang perbarengan tindak pidana perbuatan berlanjut (Voortgezette Handeling).
“Apabila ini benar dan kita temukan, maka ancaman hukumannya terhadap sang suami ini bisa bertambah sepertiga,“ lanjutnya.
Sementara itu, terhadap PB, polisi meminta tim psikiater dan psikolog mengecek apakah ada trauma psikis yang dialami, selain karena adanya penganiayaan. Polisi bekerja sama dengan Komnas Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, termasuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.