Hadiah Rekomendasi Penyelesaian Masalah Jakarta dari Warga Ibu Kota
Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Warga Jakarta atau Kopaja menyerahkan sejumlah rekomendasi atas sejumlah isu, seperti reklamasi hingga bencana banjir dan polusi udara yang tidak kunjung selesai.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Ke-496 Jakarta pada Kamis (22/6/2023), sejumlah koalisi masyarakat sipil menyerahkan surat yang berisi sejumlah permasalahan bersama rekomendasinya. Rekomendasi itu selayaknya hadiah berupa tawaran alternatif solusi yang bisa dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatasi berbagai isu yang dihadapi. Isu yang dimaksud mulai dari reklamasi hingga bencana banjir dan polusi udara yang tidak kunjung selesai.
Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (Kopaja) ini mendatangi Balai Kota DKI Jakarta pada Kamis pagi, mereka ingin bertemu dengan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartanto untuk menyerahkan surat tersebut. Namun, upaya mereka sempat dihalangi oleh petugas keamanan karena dianggap belum melakukan janji temu.
Setelah perdebatan cukup lama, hanya lima perwakilan yang diperbolehkan masuk untuk menyerahkan surat tersebut kepada Biro Hukum Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta. Puluhan orang lainnya berunjuk rasa di depan gerbang Balai Kota.
”Pengawasan dari pihak Dinas Lingkungan Hidup kepada pelaku usaha di DKI perlu dikoreksi oleh Pj Gubernur karena dengan pencemaran di tempat kami di Marunda (Jakarta Utara) itu masih ada, dari darat, laut, udara, ada semua. Di hari ulang tahun ini, warga Jakarta berhak meminta haknya dengan baik,” kata Ketua Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) Didi Suwandi di Balai Kota, Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Sampai saat ini, polusi udara akibat aktivitas bongkar muat batubara masih mencemari kawasan Rumah Susun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Partikel-partikel debu yang cenderung kasat mata dan berdampak langsung kepada masyarakat sekitar, termasuk murid Sekolah Dasar Negeri Marunda 05, siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 290, dan anak Taman Kanak-kanak Negeri Cilincing 02.
Menurut data penyedia layanan aplikasi Nafas, dalam delapan bulan terakhir, partikel PM 2,5 tertinggi di Marunda tercatat pada Juli 2022 dengan 44 ug/m3. Sensor Nafas mendeteksi polusi ini berasal dari arah barat laut, tempat berdirinya PT Karya Citra Nusantara (KCN).
Pengacara LBH Jakarta, Astatantica Belly Stanio, menambahkan, masalah polusi udara seharusnya sudah teratasi jika Pemerintah DKI, Jawa Barat, Banten, bersama Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan mau menindaklanjuti putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memenangkan gugatan rakyat pada 2021 lalu. Para pemerintah ini diperintahkan pengadilan untuk melakukan tindakan nyata perbaikan kualitas udara.
”Pernyataan Pj Gubernur kemarin malah main-main, padahal polusi udara itu nyata bagi warga Jakarta. Ini belum 100 persen dilaksanakan oleh pemerintah,” ucap Astatantica.
Dia memaparkan, jumlah alat pemantau kualitas udara di Jakarta hanya ada 12 unit, sementara idealnya ada 43 unit yang tersebar. Hal ini menyebabkan pengawasan polusi tidak terdeteksi dengan baik dan penanganannya tidak tepat sasaran.
Selain itu, warga Jakarta juga masih kesulitan mengakses air bersih, terutama di wilayah Jakarta Utara. Mereka meminta skema swastanisasi air dihentikan, dan sepenuhnya dikelola oleh pemerintah, yakni PAM Jaya. Mereka juga meminta pemerintah membentuk gugus tugas pengendali banjir berbasis komunitas yang melibatkan warga agar meminimalisasi korban.
Permasalahan lain adalah reklamasi Teluk Jakarta yang masih berlangsung sampai saat ini, salah satunya di Pulau Pari. Banyak nelayan yang kehilangan ruang tangkap ikan dan rumahnya terdampak banjir rob akibat krisis iklim.
”Kami datang tidak hanya menyampaikan permasalahan, tetapi juga ada rekomendasi bagi Pemprov DKI. Kami bawa datanya hari ini untuk disampaikan sekaligus merayakan HUT Kota Jakarta,” ujarnya.
Dengan adanya tren memburuknya kualitas udara pada saat musim kemarau ini, Pemprov DKI Jakarta semakin memperketat upaya-upayanya untuk mengurangi sumber polusi di Jakarta.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas udara. Salah satunya dengan uji emisi gas buang kendaraan bermotor dan pengawasan emisi di sektor industri, serta penerapan ganjil-genap di 25 ruas jalan.
”Dengan adanya tren memburuknya kualitas udara pada saat musim kemarau ini, Pemprov DKI Jakarta semakin memperketat upaya-upayanya untuk mengurangi sumber polusi di Jakarta,” kata Asep.
Kepala Bidang Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menambahkan, masyarakat harus selalu waspada demi meminimalisasi risiko polusi udara bagi kesehatan. Khususnya, bagi kelompok sensitif yang harus mengamati kualitas udara sebelum beraktivitas di luar ruangan.
Dalam wawancara dengan Kompas di Gedung Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023), Heru Budi Hartono mengakui tidak mudah untuk menuntaskan permasalahan di Jakarta dalam sekejap. Sejumlah masalah, seperti transportasi umum yang semakin membaik dan terintegrasi, dibangun bertahun-tahun dan berkesinambungan oleh kepala daerah yang berbeda-beda.
”Tidak hanya soal kenyamanan bertransportasi, tetapi juga kenyamanan hidup. Rasa aman bebas dari banjir, terjangan rob, ataupun limpasan air dari hulu perlu diwujudkan. Ini butuh perencanaan jangka panjang,” kata Heru.