Terjangkit FOMO, Bertaruh Segalanya demi Mengais Perhatian
Langkah sederhana untuk menghindari penipuan, selain rasionalitas, adalah perasaan. Jika ada paparan informasi yang membuat kita senang, marah, atau sedih berlebihan, dapat dipastikan sebagian besar informasi itu bohong.
Antusiasme hingga ambisi menggapai tokoh idola atau menggenggam barang mahal nan berharga kerap menjerumuskan. Sebagian dari mereka tertipu dan sebagian lagi kehilangan harta benda. Di masa kini, demi perhatian dan pengalaman berada di tempat langka, sebagian orang rela mengorbankan segalanya.
Suatu hari pada 2006, di tempat tongkrongan, Danar (31) tertarik dengan lirik lagu ”In My Place” yang dilantunkan teman tongkrongannya. Danar penasaran.
”Setelah cari tahu, ternyata yang nyanyiColdplay. Dari situ mulai ngefans,” kata Danar di Jakarta, pada Kamis (8/6/2023) siang.
Sejak mengidolakan Coldplay, Danar selalu bermimpi agar suatu saat dapat menyaksikan langsung dari dekat penampilan grup band idolanya itu. Sekitar empat tahun lalu, saat Coldplay menggelar konser musik di Singapura, Danar berencana membeli tiket untuk menonton ke sana. Namun, rencana itu urung terlaksana lantaran tiket yang ingin dibeli keburu ludes terjual.
Impian yang lama terpendam untuk bertemu idola kian nyata saat Coldplay dijadwalkan menggelar konser musik di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 15 November 2023. Sayangnya, saat penjualan tiket konser di Jakarta dibuka, Danar belum memiliki uang.
”Saya pengin beli tiket yang bisa langsung bersalaman dengan vokalis Coldplay, Chris Martin. Tetapi, setelah saya lihat harga tiketnya, Rp 11 juta. Aduh, dapat duit dari mana. Saat itu tanggal tua, KTP saya juga hilang,” ucap Danar.
Danar tak kehabisan akal. Dia memutuskan menjual barang-barang berharga yang ada di tempat indekosnya, seperti kulkas, sepeda motor, dan sepeda. Namun, meski semua barang yang ada di indekos telah terjual, uang yang terkumpul hanya cukup untuk membeli tiket seharga Rp 4 juta.
”Tetapi, saya sekarang tidak punya tiket. Saya bingung, mau ngeluh, kecewa ke siapa. Intinya, sekarang barang sudah dijual, kosan sudah kosong, tiket Coldplay pun ga jadi,” ucap lelaki yang tinggal di Jakarta Utara itu.
Baca juga : Penipu Tiket Konser Coldplay Diduga Berjejaring
Danar tak mendapat tiket konser lantaran kalah saat war tiket. Dia beruntung, lantaran tidak sampai tertipu ulah para calo. Sebab, banyak dari teman-temannya, yang selain tak mendapat tiket, juga rugi jutaan rupiah akibat tertipu ulah para calo atau para pihak yang menipu dengan modus jasa titip tiket.
Kasus penipuan bermodus jasa titip tiket Coldplay marak terjadi dan diduga berjejaring. Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 5 Juni 2023 menangkap empat orang berinisial MS (22), MHH (20), AB (36), dan A (35). Mereka terlibat tindak pidana penipuan yang merugikan sejumlah korban sebesar Rp 20,35 juta.
Pada Kamis (8/6/2023), Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat kembali menangkap seorang penipu penjual tiket konser musik Coldplay. Menurut Kepala Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar M Syahduddi, pelaku yang belum dirinci identitasnya itu ditangkap polisi usai korban melapor ke Kepolisian Sektor Tamansari.
Order Rp 35 miliar
Cerita berbeda, tetapi dilandasi keinginan serupa, yaitu memiliki sesuatu yang mahal tecermin dari kasus penipuan bermodus pemesanan iPhone dengan harga murah dengan tersangka dua saudara kembar Rihana dan Rihani.
Dari kisah yang diceritakan seorang korban bernama Vicky, mereka awalnya membeli satu unit iPhone untuk kebutuhan pribadi. Dari transaksi pertama itu, mereka tergiur dengan promo dan janji manis duo kembar itu karena iPhone dibeli dengan harga murah. Mereka kemudian memutuskan menjadi reseller Rihani.
”Akhirnya kami ikutan preorder (PO) dan berjalan lancar dari Juni 2021 sampai Oktober 2021. Seluruh pesanan kami telah dikirim,” katanya.
Baca juga : Kisah Duo Kembar ”Preorder iPhone” di Balik Hilangnya Uang Miliaran Rupiah
Transaksi PO iPhone dari duo kembar yang mengaku sebagai pemasok iPhone bergaransi resmi mulai macet sejak November 2021 hingga Maret 2022. Total kerugian akibat gagalnya penyerahan barang yang dialami Vicky mencapai Rp 5,8 miliar. Dari data yang diketahui Vicky, jumlah kerugian para korban akibat ulah duo kembar itu ditaksir mencapai Rp 35 miliar.
Kita senang mendengar ada iPhone dengan harga murah atau sesuatu yang membuat sedih. Sayangnya, itu menggunakan pendekatan emosional yang sering dipakai oleh penipu. Penipu itu biasanya membuat Anda senang banget, sedih banget, atau takut banget.
Demi perhatian
Antusiasme berlebihan atau yang dikenal dengan FOMO atau fear of missing out (rasa takut tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tertentu) bukan hanya persoalan yang dialami masyarakat di Indonesia. Apalagi, di masa kini, berkembang dua karakter ekonomi, yakni the attention economy dan the exprience economy.
”Attention (perhatian) menjadi sesuatu yang sangat langka di era digital karena setiap orang setiap hari diterpa minimal 3.000 pesan. Ketika Anda mampu merebut perhatian orang lain, itu akan menjadi modalitas uang,” kata pengamat sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, saat dihubungi pada Rabu (7/6/2023).
Di masa lalu, hal yang langka berkaitan dengan kepemilikan sehingga setiap orang berburu untuk memiliki rumah, tanah, atau harta benda lainnya. Saat ini, kepemilikan itu, tak lagi penting atau tak lagi dianggap langka dibandingkan upaya untuk mendapat perhatian.
”Semua orang berburu perhatian, tidak peduli latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Memang teknologi digital menciptakan insentif tersebut, lewat love, like, dan comment. Tapi, itu tidak mudah, maka ada orang memilih sensasi dan kontroversi, ada yang lurus di jalan prestasi," ucapnya.
Setiap orang yang mampu hadir dalam suatu perhelatan besar dan langka, tak melulu soal perhatian yang berwujud uang atau bernilai ekonomi. Bagi warga kelas menengah ke bawah, ada kepuasan sendiri jika berhasil berada di tempat atau acara yang menjadi sorotan publik nan eksklusif.
”Untuk mendapatkan atensi yang paling mudah adalah lewat pengalaman, makanya disebut the experience economy. Pengalaman untuk berada di sebuah momen besar seperti konser atau pertandingan itu pengalaman yang luar biasa mahal yang mendulang perhatian. Kita hidup di masyarakat yang senang mempertontonkan dan senang ditonton,” ucap Devie.
Menyasar emosi
Keinginan untuk diperhatikan dan merasakan pengalaman di tempat yang langka atau memiliki barang mewah yang tak bisa dimiliki semua orang, kerap jadi sasaran empuk bagi penipu. Kemampuan berpikir rasionalitas pun tak lagi dicerna akibat banjirnya paparan informasi.
”Kita senang mendengar ada iPhone dengan harga murah atau sesuatu yang membuat sedih. Karena rasionalitas disesaki dengan informasi yang begitu banyak, kita memproses informasi itu lewat jalan samping. Sayangnya, itu menggunakan pendekatan emosional yang sering dipakai oleh penipu. Penipu itu biasanya membuat Anda senang banget, sedih banget, atau takut banget,” katanya.
Baca juga : Duo Rihana Rihani Pernah Dilaporkan Bawa Kabur Mobil Rental
Menurut Devie, langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk menghindari penipuan, selain rasionalitas, yakni menggunakan perasaan. ”Kalau Anda sudah terlalu senang, terlalu takut, atau terlalu marah pada sebuah informasi, bisa dipastikan sebagian besar informasi itu adalah kebohongan dan hentikan sudah,” tuturnya.
Psikolog anak dan keluarga di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Mira Amir, mengatakan, sebagian individu kerap bertaruh segalanya demi menggapai sesuatu yang diinginkan, tak terlepas dari pola hidup yang kian konsumtif. Sebagian orang merasa dirinya ada, diakui, atau teraktualisasi jika mampu memiliki benda-benda tertentu atau hal-hal yang sifatnya eksklusif.
”Eksklusif ini ternyata masih berkaitan dengan sesuatu yang price-nya tinggi. Jadi, pola pendidikan kita belum bisa menanamkan kalau kita itu sebenarnya bisa diterima apa adanya,” ucapnya.
Jika saat melihat ke diri sendiri, ada tanda-tanda FOMO, perlu segera mengaktifkan tombol berhenti agar tak memanen dampak buruk.