Pasal Perlindungan Anak Bisa Memberatkan Mario Dandy
Komisi Nasional Perlindungan Anak menilai, dakwaan dengan pasal perlindungan anak dapat dikedepankan untuk memaksimalkan hukuman pada pelaku.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Keluarga Cristalino David Ozora, korban anak penganiayaan berat terencana menilai dakwaan terhadap Mario Dandy Satrio belum sepenuhnya tepat. Komisi Nasional Perlindungan Anak menilai dakwaan dengan pasal perlindungan anak dapat dikedepankan untuk memaksimalkan hukuman pada pelaku.
Pada Selasa (6/6/2023), jaksa penuntut umum membacakan dua dakwaan terhadap Mario (20) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo itu, didakwa dengan Pasal 355 Ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman pidana maksimal sesuai pasal ini adalah 12 tahun penjara.
Lalu, didakwa dengan Pasal 76 C juncto Pasal 80 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan.
Kuasa hukum David (17) dari Lembaga Bantuan Hukum Ansor, Mellisa Anggraini, yang ditemui seusai sidang, mengatakan, pasal yang didakwakan sudah cukup baik karena tidak menggunakan pasal penganiayaan ringan dalam Pasal 351 KUHP dan penganiayaan berat tanpa rencana dalam Pasal 354 Ayat 1. Pasal-pasal itu sebelumnya pernah digunakan dalam proses penyidikan di kepolisian.
”Namun, yang kami lihat mengapa UU Perlindungan Anak masih tidak dikeluarkan. Sementara pada saat sidang pelaku anak yang lalu, padahal si anak yang hanya turut serta terbukti secara sempurna dengan Pasal 355 Ayat 1,” ujarnya sambil merujuk persidangan pelaku anak, AG (15), yang ikut terlibat dalam perkara itu dan telah lebih dulu disidang.
Harapan akan dihilangkannya dakwaan dengan UU Perlindungan Anak ini, kata Mellisa, menimbang sudah ada dakwaan dengan ancaman yang lebih berat sesuai pasal di KUHP.
”UU Perlindungan Anak tidak ada klausul perencanaan. Kalau sudah yakin dengan penganiyaan berat terencana, lebih baik fokus ke Pasal 355 saja,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai, dakwaan dengan UU Perlindungan Anak tetap perlu dikedepankan karena kasus ini menyangkut anak sebagai korban kejahatan berat. Bahkan jika perlu, pasal dalam UU Perlindungan Anak dijadikan dakwaan pertama atau primer yang disubsiderkan dengan KUHP.
”Supaya berkeadilan karena David terancam cacat seumur hidup, pidana kekerasan anak ancamannya 15 tahun penjara maksimal kalau pakai UU Perlindungan Anak. Bahkan, bisa 20 tahun karena ada tambahan sepertiga pidana pokok akibat adanya kekerasan yang mengakibatkan cacat permanen,” ujarnya.
Akibat dari penganiyaan oleh Mario, David sempat mengalami koma dan harus dirawat di Unit Perawatan Intensif rumah sakit selama 55 hari. Ayah David, Jonathan Latumahina, hari ini mengatakan, anaknya belum pulih meski saat ini sudah kembali ke rumah.
Misalnya, sampai saat ini, David belum kuat berjalan kaki karena ada gangguan pada pusat keseimbangan di otak kiri. Belum lama ini, David bahkan mengalami retak tulang kaki karena terjatuh saat mencoba berjalan. Secara kognitif, David belum mengetahui jenis warna, juga masih memiliki masalah memori jangka pendek.
”Kita ada bukti-bukti yang mendukung hal tersebut, salah satunya ada disampaikan dari dokter, fisioterapis, kemudian untuk psikologi kita nanti juga ada bukti dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terkait kondisi psikologisnya,” kata Jonathan.