33 Tersangka Kasus Narkotika Dibekuk Polisi, BNN Antisipasi Jalur Laut
Laut dan perairan menjadi wilayah rawan sebagai jalur peredaran gelap narkotika di Indonesia. Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaran narkotika.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Dalam kurun Mei-Juni, Kepolisian Resor Kota Bogor mengungkap peredaran narkotika dengan menangkap 33 tersangka. Pada periode yang sama, Badan Narkotika Nasional menggagalkan peredaran 130,97 kilogram sabu masuk ke wilayah perairan Indonesia. Dari pengungkapan itu, Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaran narkotika.
Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Bismo Teguh Prakoso mengatakan, tim Satuan Reserse Narkoba Polresta Bogor menangkap 33 tersangka tindak pidana narkotika beserta barang bukti sitaan sekitar 1.235,21 gram yang terdiri dari 223,88 gram sabu, 776,11 gram ganja, dan 235,22 gram tembakau sintetis, serta 149 butir psikotropika.
”Sebanyak 33 tersangka dari 31 kasus tindak pidana narkotika yang tersebar di enam wilayah Kota Bogor. Modus transaksi jual beli narkoba dengan sistem tempel atau peta dengan pemesanan ke bandar melalui media sosial,” urai Bismo dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/6/2023).
Dari 33 tersangka itu, lima tersangka berinisial AD (43), FH (39), MB (40), HP (29), dan RW (34) merupakan residivis tindak pidana narkotika. Setelah bebas, mereka kembali menjadi bandar atau pengedar narkotika.
Sementara tersangka lainnya, NA (20) dan YH (28), selain pengedar juga memproduksi tembakau sintetis. ”Home industry atau mereka racik sendiri. Mereka membeli biangnya di Instagram dalam bentuk botol semprotan. Itu mereka campurkan dengan tembakau. Kami amankan 25 bungkus tembakau sintetis siap edar,” ujar Bismo yang akan mendalami kasus, terutama terkait pemesan dari media sosial.
Dari pengungkapan itu, Bismo merinci, ada 16 tersangka tindak pidana sabu, ganja ada empat tersangka, tembakau sintetis ada sembilan tersangka, dan psikotropika ada empat tersangka.
Adapun penyebaran barang haram ke sejumlah wilayah Kota Bogor, seperti Kecamatan Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Selatan, masing-masing ada empat kasus. Lalu di Kecamatan Bogor Tengah dan Tanah Sareal masing-masing ada lima kasus. Terakhir di Kecamatan Bogor Barat ada sembilan kasus.
”Pengungkapan kasus kali ini, daerah paling banyak terjadi transaksi narkoba di Kecamatan Bogor Barat sebanyak 9 kasus,” ujar Bismo.
Pengungkapan sebelumnya pada Febuari-Maret, Kecamatan Bogor Barat juga menjadi kawasan peredaran narkoba paling tinggi, yaitu lima kasus. Lalu di susul Bogor Tengah sebanyak empat kasus dan masing-masing dua kasus di Bogor Utara, Bogor Timur, dan Bogor Selatan, serta satu kasus di Tanah Sareal.
Akibat perbuatannya, tersangka tindak pidana narkotika jenis sabu dan ganja dikenai Pasal 114 Ayat (1) dan Ayat (2) juncto Pasal 111 Ayat (1) juncto Pasal 112 Ayat (2) dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Sementara tersangka penyalahgunaan psikotropika dikenai Pasal 60 Ayat (2) juncto Pasal 62 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman 5-10 tahun penjara.
Operasi laut
Badan Narkotika Nasional (BNN) juga mengelar operasi laut untuk mencegah peredaran narkotika dari 23 Mei hingga 6 Juni di Laut Arafuru, Laut Sulawesi, Selat Makassar, Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Utara, Aceh, dan sekitarnya.
Wilayah tersebut merupakan laut dan perairan yang rawan sebagai jalur peredaran gelap narkotika di Indonesia.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose mengatakan, dari kolaborasi bersama Korpolairud Polri, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Perhubungan Laut, serta Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, terungkap peredaran narkotika sebanyak 130,97 kilogram sabu.
”Dari operasi itu, tim gabungan menangkap 11 pelaku yang hendak menyelundupkan narkotika ke Indonesia melalui Selat Malaka, Sumatera Utara, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur,” papar Petrus dalam keterangan resminya.
Menurut Petrus, laut masih menjadi jalur favorit bagi para bandar untuk menyelundupkan narkotika di Indonesia. Panjangnya garis pantai dan luasnya wilayah pengawasan membuat sindikat narkotika tidak pernah berhenti mencoba memanfaatkan kelengahan aparat dalam menjaga perbatasan Indonesia.
”Kami tidak akan berhenti. Operasi ini akan terus digencarkan untuk memutus peredaran narkotika ke wilayah Indonesia,” ujarnya.
Diberitakan Kompas.id (25/3/2023), BNN mengungkap 49 jaringan narkotika internasional dan nasional yang telah menyasar semua kalangan di desa dan kota di Indonesia. Prevalensi pengguna narkoba menunjukkan peningkatan mencapai 4,8 juta orang.
Petrus mengatakan, Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaran narkotika. Hal itu dilihat dari sitaan barang haram dan tingkat prevalensi yang masih tinggi. ”Sepanjang 2022, BNN menangkap 23 jaringan internasional dan 26 jaringan nasional,” katanya.
Secara keseluruhan, sepanjang 2022 hingga 19 Maret 2023, dari pengungkapan 768 kasus tindak pidana narkotika dengan 1.209 tersangka, BNN menyita barang bukti narkotika dengan jumlah besar.
Adapun hasil sitaan narkotika itu, antara lain, 2,429 ton metamfetamin, 1,902 ton sabu, 1,6 ton ganja, 184,1 ton ganja basah, 79,4 hektar lahan ganja, 262.983 butir ekstasi, dan 16,5 kilogram ekstasi serbuk. BNN juga telah memusnahkan 152,8 ton ganja basah di lahan seluas 63,9 hektar.
Pada periode 2021-2023, BNN sudah menyita 5,6 ton sabu, 6,4 ton ganja, dan 454.475 butir ekstasi. Jumlah barang bukti itu memperlihatkan adanya peningkatan prevalensi pengguna narkoba di Indonesia.
Berdasarkan data Indonesia Drugs Report 2022 Pusat Penelitian, Data, dan Informasi BNN, pada 2019 prevalensinya sebesar 1,80 persen. Lalu, pada 2021, angkanya menjadi 1,95 persen atau naik 0,15 persen. Total dari rentang usia 15-64 tahun, sekitar 4,8 juta penduduk desa dan kota pernah memakai narkoba.
Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sekitar 4,5 juta penduduk. Pada peta rawan narkotika, ada total 8.002 kawasan. Angka ini sudah turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 8.691 kawasan.
Menurut Petrus, kejahatan luar biasa narkotika sudah merasuki seluruh sendi kehidupan di Indonesia. Para bandar atau pengedar tidak hanya mengedarkan barang haram ke tempat hiburan, tetapi sudah masuk ke tempat-tempat privat, seperti tempat indekos dan rumah, dan ruang publik. Yang terpapar pun mulai dari para pekerja, anak sekolah, pekerja rumah tangga, hingga tidak bekerja.
”Ini alarm bagi Indonesia. Dari pelajar hingga penegak hukum,” kata Petrus.