Penipu Jasa Titip Tiket Konser Coldplay Ditangkap Polisi
Setidaknya 60 orang menjadi korban penipuan siber tersebut dengan nilai kerugian mencapai Rp 257 juta.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua penipu jasa titip tiket konser band ternama Inggris, Coldplay, ditangkap Kepolisian Daerah Metro Jaya. Setidaknya 60 orang menjadi korban penipuan siber tersebut dengan nilai kerugian mencapai Rp 257 juta.
Dua orang yang ditangkap polisi adalah sepasang suami-istri berinisial ABF (22) dan W (24). Mereka diamankan polisi di rumah mereka di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, seusai polisi menerima laporan dari korban di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
”Tindak pidana dilaporkan oleh pelapor atas nama NAFP dengan waktu kejadian sekira Rabu, 17 Mei 2023,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/5).
Seperti diketahui, penyelenggara konser band Coldplay menjual sekitar 70.000 tiket pada Rabu (17/5) hingga Jumat (19/5) seharga Rp 800.000 hingga Rp 11 juta. Konsernya sendiri akan diadakan di Jakarta, 15 November 2023. Sambutan masyarakat Indonesia yang begitu besar terhadap konser tersebut pum dimanfaatkan para pelaku.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Auliansyah Lubis menjelaskan, kedua tersangka niat membeli akun bekas dengan banyak pengikut di Twitter seharga Rp 750.000. Akun itu kemudian mereka namai @findrove_id. Tersangka juga membeli rekening tabungan orang lain senilai Rp 400.000 untuk menampung uang korban.
”Dari akun (Twitter) ini, mereka buka open jastip tiket Coldplay. Mereka juga menyampaikan seolah-olah akun ini sudah menjual berbagai tiket konser lainnya dan berhasil, dikatakan bagus, benar, asli, sehingga menarik orang untuk membeli tiket Coldplay,” tuturnya.
Pelaku juga niat membeli satu tiket konser asli dan menunjukkannya untuk menambah keyakinan calon korban terhadap tersangka.
Jika ada yang tertarik dengan jasa mereka, para tersangka mengharuskan calon korbannya mentransfer Rp 50.000 per tiket untuk mendapat slot pemesanan atau booking slot.
Tersangka kemudian memasukkan korban yang telah membuat pesanan ke dalam grup Whatsapp. Lalu, mereka meminta korban segera mentransfer uang seharga tiket yang disepakati dalam waktu satu jam.
”Kalau dalam satu jam mereka atau para korban tidak menyetorkan uang tiket, uang Rp 50.000-nya hilang,” lanjut Auliansyah.
Penipuan yang dilakukan pasangan suami-istri itu sudah memakan korban sekitar 60 orang. Dari jumlah korban tersebut, tersangka berhasil mengumpulkan uang mencapai Rp 257 juta.
Dari penyidikan sementara, para tersangka menyampaikan bahwa mereka melakukan penipuan tersebut karena alasan ekonomi.
Bagaimanapun, para pelaku begitu niat menyiapkan penipuan meski mereka mengaku belum pernah menjual tiket konser sebelumnya atau melakukan penipuan serupa. ”Mereka terbukti berusaha menghapus identitas, salah satunya dengan membeli akun bukan miliknya,” imbuhnya.
Polisi mempersangkakan mereka dengan Pasal 28 Ayat 1 juncto Pasal 45A Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sebelumnya, 14 warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi korban dugaan tindak pidana penipuan bermodus penjualan tiket konser band Coldplay. Korban yang diwakili kuasa hukum Zainul Arifin melaporkan kasus itu ke Bareskrim Polri, Jakarta, tanggal 19 Mei 2023. Para korban merugi hingga Rp 30 juta.
”(Korban) Mengalami kerugian penipuan terkait dengan penjualan tiket tersebut, yang mana penjualan tiket itu di lakukan melalui media sosial dalam hal ini Twitter. Kemudian, ada Instagram dan juga ada telegram,” ujar Zainul (Kompas.com, 19/5/2023).
Pelaku meminta korbannya untuk mengirim uang sesuai nominal yang ditetapkan setelah tergiur dengan postingan penjualan tiket konser Coldplay yang dibuat pelaku di media sosial. Setelah transaksi terjadi, pelaku langsung memblokir nomor dan akun media sosial korban sehingga pelaku tidak bisa dihubungi.
Pengajar Hukum Media dan Komunikasi Henry Subiakto meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya melakukan transaksi dengan pihak yang menawarkan jasa di platform tidak resmi atau milik pribadi yang tidak dikenal secara personal.
”Percaya pada akun yang hanya dikenal di media sosial untuk menyerahkan uang, sama saja percaya dengan orang yang tidak dikenal, yang tidak diketahui karakter dan identitasnya. Ingat, di internet itu banyak sekali orang jahat dan penipu yang mencari kesempatan menunggu kita lengah untuk mengikuti mereka,” ujarnya saat dihubungi, Senin.
Polisi dan Kementerian Kominfo juga berperan melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban penipuan daring, sebagaimana amanah UU ITE Pasal 40 Ayat 2a dan 2b. Upaya yang bisa dilakukan instansi tersebut, antara lain, menggiatkan patroli siber dan literasi digital.
Selain itu, kata Henri, pemerintah harus mengetatkan aturan verifikasi data nomor induk kependidikan (NIK) dan kartu keluarga (KK) dalam penggunaan kartu telepon prabayar. Kartu telepon saat ini umum digunakan untuk verifikasi penggunaan platform digital, seperti e-mail hingga media sosial.
”Penggunaan kartu prabayar dengan NIK dan nomer KK milik orang lain itu awal atau hulu dari kejahatan siber. Kartu prabayar bisa dipakai untuk bikin e-mail, bikin akun, dengan tujuan menipu dan membuat pelaku merasa sulit dilacak karena beridentitas palsu,” ucapnya.