Konser Musik yang Menguntungkan Sekaligus Mencekik
Konser Coldplay dan sederet artis internasional lain yang datang ke Jakarta meningkatkan penerimaan pajak daerah DKI Jakarta. Di sisi lain, banyak penontonnya yang terjerat pinjaman daring akibat memaksakan diri.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
GEOFFROY VAN DER HASSELT / AFP
Coldplay di Paris, November, 2019.
JAKARTA, KOMPAS — Kedatangan artis berkelas internasional ke Jakarta yang berturut-turut ke DKI Jakarta meningkatkan penerimaan pajak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari setiap tiket yang terjual. Yang terbaru, band ternama asal Inggris, Coldplay, akan manggung di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada 15 November mendatang. Di sisi lain, kedatangan mereka justru membuat kantong masyarakat semakin jebol setelah diterpa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan peraturan Daerah DKI Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan, konser Coldplay termasuk dalam kategori pergelaran musik berkelas internasional. Kategori ini dikenai pajak sebesar 15 persen per tiket, sedangkan total tiket yang dijual sekitar 50.000 tiket.
Kepala Satuan Pelaksana Penyuluhan Pusat Data dan Informasi Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta Andri Maulidi Rijal mengungkapkan, penerimaan pajak dari pajak hiburan meningkat seiring dengan banyaknya konser berkelas internasional yang digelar di Jakarta tahun ini. Tahun lalu realisasi pajak dari pajak hiburan hanya mencapai Rp 104,73 miliar atau hanya 10 persen dari angka yang ditargetkan.
Tahun ini, pendapatan daerah dari pajak hiburan hingga Mei 2023 ini sudah lebih dari Rp 223,1 miliar atau sudah lebih dari 25 persen dari rencana pemasukan pajak hiburan, yakni Rp 600 miliar. Angka ini belum termasuk dari pajak tiket konser band Coldplay yang baru memulai penjualan.
”Pajak hiburan termasuk yang tarifnya tinggi, jadi dengan adanya acara setingkat internasional pastinya meningkatkan pendapatan asli daerah DKI, lalu dana tersebut dikembalikan ke masyarakat melalui kebijakan yang merata dan berkeadilan. Misalnya untuk KJP, Kartu Lansia, serta perbaikan sarana dan prasarana seperti JPO dan (jalur) pedestrian itu pasti akan lebih diperbaiki lagi,” kata Andri, Jumat (19/5/2023).
Promotor konser Coldplay, PK Entertainment dan Third Eye Management, mengumumkan, seluruh tiket konser bertajuk Spheres World Tour Jakarta itu sudah terjual habis pada 19 Mei 2023 pukul 13.15. Tiket terjual habis hanya dalam tiga jam sejak dibuka penjualan termin kedua pada pukul 10.00.
Okupansi hotel di sekitar Stadion Gelora Bung Karno pun sudah mencapai 90 persen pada tanggal Coldplay manggung. Adapun pesanan kamar hotel di luar area Stadion Gelora Bung Karno juga sudah mencapai 50 persen. Penonton dari luar kota diminta untuk segera memesan sebelum kehabisan tempat istirahat.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menyatakan, penyelenggaraan konser berkelas internasional akan berdampak pada peningkatan lapangan kerja dan ekonomi hingga Rp 170 triliun. Oleh sebab itu, pemerintah akan memberikan kemudahan izin dengan digitalisasi perizinan yang sebelumnya dilakukan secara konvensional.
”Penyelenggaraan konser juga diharapkan mempromosikan pariwisata Indonesia, khususnya Jakarta sebagai destinasi MICE (meeting, incentive, conference, exhibition) di Asia,” kata Sandiaga saat memberikan keterangan mingguan di kantor Kemenparekraf, Jakarta, Senin (15/5).
Sandiaga S Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat menghadiri konferensi pers mingguan, Senin (17/4/2023), di Jakarta.
Namun, pendapatan negara yang naik ini tidak selaras dengan pendapatan masyarakat. Banyak masyarakat terutama kelompok ekonomi menengah ke bawah yang bersiasat untuk mendapatkan uang demi menonton konser. Padahal, kebutuhan dasarnya belum tercukupi.
Akhirnya Coldplay ke sini. Senang banget, harus banget nonton, sih. Duit bisa dicari, tetapi Coldplay cuma ada sekali.
Niken Nurcahyani (24), misalnya, dia rela menarik uang dari pinjaman daring sebesar Rp 500.000 pada salah satu lokapasar demi bisa menonton penampilan Chris Martin dan kawan-kawan. Uang tabungannya sebesar Rp 1 juta tidak cukup membeli tiket kategori 6 seharga Rp 1.500.000.
”Akhirnya Coldplay ke sini. Senang banget, harus banget nonton, sih. Duit bisa dicari, tetapi Coldplay cuma ada sekali,” kata mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jakarta yang masih menunggu diwisuda akhir Mei ini.
Selain itu, ada sebanyak 14 orang melaporkan diri ke Badan Reserse Kriminal Polri pada Jumat (19/5/2023) karena ditipu oleh jasa pembelian tiket konser Coldplay di media sosial. Total kerugian mereka mencapai Rp 30 juta. Diperkirakan masih banyak orang yang tertipu dalam kasus serupa.
STEPHANUS ARANDITIO
Pengacara, Zainul Arifin melaporkan sebanyak 14 orang tertipu jasa pembelian tiket konser Coldplay di media sosial ke Badan Reserse dan Kriminal Polri, Jakarta, pada Jumat (19/5) Total kerugian mereka mencapai Rp 30 juta. Diperkirakan masih banyak orang yang tertipu dalam kasus serupa.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, seharusnya orang-orang seperti Niken dan 14 orang yang tertipu ini bersikap rasional dan lebih mengutamakan menabung dengan kondisi ekonomi nasional hari ini. Konser dengan harga tiket selangit itu seharusnya dibeli oleh kelompok menengah ke atas yang selama pandemi tidak membelanjakan uangnya.
”Orang menengah atas sebagian besar menahan belanja rekreasi selama pandemi, begitu ada banyak konser justru saatnya mengeluarkan uangnya untuk menggerakkan ekonomi masyarakat lain. Bagi kelas menengah yang memaksakan diri akhirnya bisa jadi korban pinjol,” kata Bhima.
Tiket konser Coldplay dilego dari harga termurah Rp 800.000 hingga termahal Rp 11 juta. Padahal, upah minimum regional Jakarta sebesar Rp 4.901.798 per bulan. Bhisma menyebutkan, membeli tiket konser tentu tidak rasional bagi orang yang biaya hidup bulanannya hanya bergantung pada gaji UMR.
Menurut peneliti budaya, media, dan komunikasi dari Universitas Pasundan, Idi Subandy Ibrahim, fenomena ini adalah hasil dari komodifikasi sosial. Seseorang dibuat terlena dengan sesuatu hal sehingga apa pun akan dilakukan yang bahkan tidak rasional untuk bisa mendapatkan sesuatu hal tersebut.
”Budaya selera yang sama berhasil dibangun oleh industri tontonan. Namun, industri tidak salah karena mereka mencari keuntungan, tetapi ternyata industri ini berhadapan dengan lapis masyarakat penonton yang berbeda kemampuan dan tingkat kesadaran kulturalnya,” kata Idi.
Oleh sebab itu, masyarakat harus lebih rasional mengatur perekonomiannya agar tidak muncul masalah sosial baru karena hiburan konser yang hanya menimbulkan kepuasan sesaat.