BisKita Trans Pakuan Resmi Berlakukan Tarif Berbayar
Penetapan tarif Rp 4.000 satu kali perjalanan berisiko menurunkan ”load factor” atau keterisian penumpang yang selama ini selalu tinggi.
BOGOR, KOMPAS — Layanan BisKita Trans Pakuan di Kota Bogor, Jawa Barat, mulai memberlakukan tarif berbayar Rp 4.000 untuk satu kali perjalanan pada Sabtu (20/5/2023). Warga menilai tarif itu memberatkan. Pemerintah Kota Bogor hingga pengelola transportasi publik diminta segera memikirkan integrasi tarif dan jaringan rute untuk menjaga minat warga menggunakan transportasi publik.
Direktur Angkutan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Tatan Rustandi menjelaskan, kepastian penetapan tarif berbayar pada layanan BisKita Trans Pakuan dilakukan setelah Kementerian Keuangan menyetujui dan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Bersifat Volatil atas Layanan Angkutan Perkotaan dengan Skema Pembelian Layanan atau Buy the Service (BTS) di Kementerian Perhubungan.
Baca juga : Kembalikan Segera BisKita di Kota Bogor
Tarif Rp 4.000 tersebut akan dikenakan kepada penumpang per satu kali naik Biskita Trans Pakuan. Dengan begitu, jika dalam perjalanan perlu berpindah koridor atau rute, maka penumpang akan dikenai tarif lagi.
”Besaran tarif ini juga akan terus dievaluasi sehingga layanan Biskita Trans Pakuan tetap dapat menjadi layanan yang tidak hanya aman dan nyaman, tapi juga terjangkau untuk semua kalangan,” ujar Tatan dalam keterangan resminya, Kamis (18/5/2023).
Dalam menetapkan tarif berbayar, Pemeritah Kota Bogor dan BPTJ telah melakukan kajian ability to pay (ATP) atau kemampuan membayar dan kajian willingness to pay (WTP) atau kemauan membayar atau kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Dari kajian ATP dan WTP, hitungan tarif berada di angka sekitar Rp 4.000.
Sementara itu, kata Tatan, terkait pemberlakuan tarif integrasi dan tarif khusus untuk pelajar, warga lansia, dan penyandang disabilitas, pihaknya masih mengkaji dan terus berkoordinasi dengan semua pemangku kebijakan terkait. ”Harapan kami ke depannya dapat segera diimplementasikan,” ujarnya.
Adapun metode pembayaran Biskita Trans Pakuan tetap memberlakukan cashless payment menggunakan kartu nontunai seperti sebelumnya ketika masih gratis. Penumpang cukup menempelkan kartu nontunai di perangkat tap on bus (ToB) di dalam Biskita Trans Pakuan. Kartu pembayaran nontunai yang dapat digunakan antara lain E-money dari Bank Mandiri, Tap Cash dari BNI, Flazz dari BCA, serta Brizzi dari BRI.
Wali Kota Bogor Bima Arya menuturkan, penetapan tarif akan disertai peningkatan fasilitas dan layanan BisKita, seperti halte, pengemudi profesional, dan infrastruktur penunjang sehingga penumpang merasa nyaman menggunakan transportasi publik. Peningkatan fasilitas itu juga termasuk penambahan bus di Koridor 3 dan 4 agar jangkauan BisKita semakin luas.
Saat ini koridor yang beroperasi melayani penumpang berada di Koridor 1 Terminal Bubulak-Cidangiang, Koridor 2 Terminal Bubulak melalui Cidangiang-Ciawi, Koridor 5 Ciparigi-Stasiun Bogor, dan Koridor 6 Parung Banteng-Air Mancur Bogor. Sementara Koridor 3 Terminal Bubulak-Sukasari/Lawang Gintung dan Koridor 4 Ciawi-Ciparigi urung beroperasi.
Bima menegaskan, Pemkot Bogor komitmen menghadirkan transportasi publik yang lebih baik dan berkelanjutan. Oleh karena itu, kebijakan konversi angkot menjadi bus akan terus berlanjut.
”Target Desember 2023 di pusat kota seperti SSA (sistem satu arah Kebon Raya Bogor) tidak ada angkot. Ke depan, konversi angkot terus dijalankan, angkot menjadi angkutan penghubung,” ujar Bima.
Keberatan
Mulai berlakunya tarif BisKita Trans Pakuan pada Sabtu besok mendapat tanggapan dari masyarakat. Yuniandi Kumala (35), warga yang kerap menggunakan BisKita, menuturkan, tarif Rp 4.000 masih terjangkau dan masuk akal karena memiliki layanan lebih baik dan nyaman dibandingkan dengan angkot yang kerap ngetem, mogok dalam perjalanan, sopir merokok, dan ketidaknyamanan lain.
Harga pun bersaing dengan angkot dalam Kota Bogor yang bertarif Rp 4.000-Rp 5.000 sekali jalan. Hanya, Kumala kurang setuju jika untuk sekali perjalanan dikenakan tarif Rp 4.000. Penumpang harus membayar lagi jika pindah koridor dan rute.
”Hitung pergi-pulang dan harus ganti rute akan berat. Saya coba hitung sehari pakai BisKita berarti harus keluar Rp 16.000, dua hari keluar Rp 32.000. Itu (Rp 32.000) bisa beli BBM motor saya untuk dua-tiga hari. Mending pakai motor, dong. Jadi, yang membedakan tarif ini dengan angkot apa, dong, dan biaya uang BBM,” katanya.
Hal senada disampaikan Arif Teja (41). Ia berpendapat tarif Rp 4.000 jangan diberlakukan untuk sekali jalan karena sangat memberatkan jika harus berganti rute. Teja menilai, tarif Rp 4.000 BisKita akan terhitung murah jika bisa berlaku untuk dua atau tiga kali perjalanan atau antarhalte.
”Kenapa tidak dibuat satu harga saja selama masih menggunakan BisKita. Kenapa pembayarannya tidak terintegrasi saja,” ujar Teja, warga Ciburial, Bogor Utara, itu. Ia berharap tarif BisKita Trans Pakuan dikaji ulang.
Pengamat transportasi dan tata kota Yayat Supriatna mengatakan, tarif BisKita Trans Pakuan termasuk terjangkau. Namun, penetapan tarif Rp 4.000 satu kali perjalanan berisiko menurunkan load factor atau keterisian penumpang yang selama ini selalu tinggi.
Berdasarkan data terbaru BPTJ, load factor pada Januari hingga April 2023 mencapai 109,3 persen, dengan rata-rata penumpang per bulan mencapai 511.913 orang.
Oleh karena itu, kata Yayat, untuk menjaga bahkan meningkatkan animo warga beralih ke transportasi publik yang aman dan nyaman, pemerintah harus mengkaji sistem integrasi tarif dan jalur atau layanan seperti halte-halte bus Transjakarta.
”Tapping tidak di bus, tetapi di pintu masuk halte. Pemerintah harus membangun halte tertutup seperti halte-halte Transjakarta. Ini subsidi pada tarif atau biaya operasional kendaraan (pembelian layanan), belum pada subsidi halte. Pengelola transportasi ke depan bisa mendapatkan subsidi juga untuk integrasi halte. Jika ingin menetapkan tarif atau integrasi tarif Rp 4.000, maka harus terinterkoneksi dulu antarsimpul atau rute. Maka, halte-halte yang menjadi titik simpul integrasi dibuat halte besar untuk penumpang melakukan tapping,” paparnya.
Jika melihat struktur jalan dan luas wilayah pelayanan, kata Yayat, jumlah angkot idealnya 1.200-1.300 unit dihitung dari hasil reduksi, rerouting, kompensasi, dan konversi. Saat ini setidaknya ada 3.000 angkot yang beroperasi. Hal ini tidak hanya menyebabkan masalah kemacetan, tetapi berdampak pada penghasilan para sopir.
Untuk mengatasi masalah itu, lanjutnya, pengusaha dan sopir angkot harus dirangkul untuk menciptakan iklim pelayanan transportasi yang sehat dan berkelanjutan. Dalam membangun integrasi jalur dan tarif, angkot-angkot ini bisa menjadi simpul koneksi layanan atau feeder yang sesuai standar pelayanan transportasi untuk mendukung mobilitas warga.
”Tugas Pemkot Bogor perlu dukungan oleh DPRD Kota Bogor agar menetapkan perda transportasi di mana nanti ada subsidi sehingga bisa membantu angkot-angkot ini. Selain itu, Koridor 3 dan 4 harus segera dimulai oleh Pemkot Bogor, pasti nanti ada bantuan penambahan armada dari pemerintah,” ujarnya.
Program subsidi
Tatan menambahkan, layanan BisKita Trans Pakuan di Kota Bogor merupakan percontohan dari skema pembelian layanan (buy the service/BTS) sebagai upaya dan strategi Kementerian Perhubungan untuk menstimulasi penyediaan dan pengembangan transportasi massal berkelanjutan.
Program BTS pada layanan BisKita Trans Pakuan merupakan program subsidi yang berbasis pada skema remunerasi berjangka. Pemerintah akan menyubsidi 100 persen biaya operasional kendaraan yang diperlukan untuk melaksanakan standar pelayanan minimal yang sudah ditetapkan.
Baca juga : Bogor Jadi Kota Percontohan Program ”Buy the Service”
Skema BTS dari pemerintah pusat di bidang pelayanan transportasi angkutan massal perkotaan bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui operator angkutan umum. Skema BTS membantu pemerintah daerah di Bodetabek, khususnya di Kota Bogor, yang mengalami banyak keterbatasan, seperti anggaran dan masalah teknis lainnya, sehingga dibutuhkan dukungan subsidi pemerintah pusat.
Subsidi melalui skema BTS bertujuan untuk penyelenggaraan layanan angkutan umum massal perkotaan berbasis bus (bus rapid transit/BRT) menggantikan angkutan umum perkotaan konvensional.
Kebijakan subsidi untuk pengembangan angkutan umum massal di Bodetabek sudah sejak lama menjadi fokus perhatian BPTJ. Pengembangan angkutan umum massal di wilayah Bodetabek dapat menjadi faktor daya ungkit pencapaian indikator kinerja utama yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden 55 tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.
Kehadiran bus yang nyaman dan aman, kata Tatan, selalu diutamakan. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Perhubungan yang menekankan pentingnya pengembangan angkutan massal perkotaan. Setelah penetapan tarif berbayar pada BisKita Trans Pakuan, pemerintah pusat tetap akan memberikan bantuan atau subsidi.
”Diharapkan pemberlakuan tarif Biskita Trans Pakuan ini dapat memberikan stimulus terhadap pelayanan angkutan umum massal lain di Kota Bogor untuk meningkatkan kualitasnya sehingga tercipta iklim persaingan yang sehat,” katanya.