Pencegahan Prostitusi lewat Pendataan Pendatang Baru ke Jakarta
Menurut statistik, sebanyak 80 persen pendatang baru ke Jakarta berlatar belakang berpendidikan sekolah menengah atas ke bawah. Dari latar ekonomi, sekitar 40-50 persen dari pendatang itu berpenghasilan rendah.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian berupaya mencegah munculnya korban baru dari bisnis prostitusi yang menyasar perempuan dewasa dan anak-anak. Hal ini dilakukan dengan mendata pendatang baru ke Jakarta yang rawan terjebak tipu daya pelaku.
Di kawasan Tambora, Jakarta Barat, Kepolisian Resor Tambora bekerja sama dengan masyarakat untuk mengenali pendatang baru, terlebih pasca-arus balik Idul Fitri 1444 Hijriah.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta memprediksi, jumlah pendatang baru di Jakarta sekitar 36.000-40.000 orang. Jumlah itu akan menambah total 11 juta lebih warga yang tinggal di Jakarta. Penambahan ini berpotensi menambah masalah baru.
Kepala Kepolisian Sektor Tambora Komisaris Putra Pratama mengatakan, masalah yang dipicu arus urbanisasi ke Jakarta, khususnya Tambora, salah satunya prostitusi. Masalah ini pernah terungkap seusai polisi menggerebek tempat indekos dua lantai, tempat penampungan pekerja seks komersial (PSK), di Jalan Gedong Panjang, Pekojan, Tambora, Kamis (16/3/2023).
Sebanyak 39 PSK, yang terdiri dari 34 wanita dewasa dan 5 anak di bawah umur, disembunyikan di sana oleh IC alias Mami (35), yang berperan sebagai mucikari. IC dibantu tiga sekuriti rumah dan pemilik kafe tempat praktik prostitusi di Gang Rawa Bebek Selatan, Penjaringan, Jakarta Utara. Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka.
”Para wanita dan anak-anak malang tersebut dijanjikan bekerja sebagai ART (asisten rumah tangga). Mereka semua berasal dari luar wilayah Tambora, yaitu dari Jawa Barat, Banten, dan Lampung. Belajar dari pengalaman pengungkapan yang kami lakukan sebelumnya, maka hal ini tidak boleh terulang lagi,” kata Putra di Jakarta, Senin (15/5/2023).
Polisi pun terus mengajak pengurus rukun warga (RW) dan rukun tetangga (RT) di Kecamatan Tambora untuk aktif melakukan pendataan langsung ke pendatang yang ada di wilayahnya. Para pengurus warga itu diminta aktif menyosialisasikan pendatang agar berhati-hati dan tergiur makelar bisnis prostitusi yang menawarkan pekerjaan secara mencurigakan.
Polisi mengimbau pengurus warga untuk mengetahui pendatang di wilayahnya itu secara langsung, tidak melalui perantara, seperti melalui koordinator atau pemilik tempat indekos.
”Tamu wajib lapor 1 x 24 jam harus diterapkan secara konsisten di Tambora. Melalui upaya preemtif dan preventif ini kami berupaya maksimal agar perempuan dan anak tak diperangkap pelaku kejahatan,” kata Putra.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta Budi Awaluddin mengatakan, pendataan nomor induk kependudukan mereka lakukan daripada mengadakan operasi yustisi kependudukan untuk memitigasi kelebihan daya tampung penduduk di Jakarta (Kompas.id, 6/5/2023).
Kepadatan penduduk di Jakarta sudah sampai 17.000 orang per kilometer persegi dengan jumlah penduduk mencapai 11 juta. Dibandingkan dengan kepadatan penduduk di wilayah Indonesia, kepadatan Jakarta ini terhitung sudah 118 kalinya.
”Cukup padat. Daya tampung kita, ya, sebenarnya sudah over kondisinya,” kata Budi.
Pengurus RT/RW dan kader dasawisma dilibatkan untuk mengajak para pendatang baru melapor secara mandiri ke loket disdukcapil di kelurahan terdekat. Pendataan tepat untuk menentukan kebijakan selanjutnya dalam menekan angka urbanisasi.
”Dengan postur jumlah penduduk yang tidak ideal juga berpotensi meningkatnya kemiskinan, stunting, pengangguran, transportasi, hingga masalah kriminalitas,” ucapnya.
Menurut tren angka statistik, kata Budi, sebanyak 80 persen pendatang baru ke Jakarta berlatar belakang berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) ke bawah. Adapun dari latar ekonomi, sekitar 40-50 persen dari pendatang itu berpenghasilan rendah. Kemudian, 20 persen pendatang menempati wilayah RW yang termasuk kumuh (Kompas.com, 18/4/2023).