Galeri Seni, Oase Hiburan Masyarakat Urban
Gaya hidup dan hiburan di perkotaan yang monoton menjadikan berkunjung ke galeri seni sebagai sesuatu yang menyegarkan dan menyenangkan. Galeri seni menyediakan akses pada wisata perkotaan yang aman dan mudah.
Di tengah hiruk pikuk metropolitan, berkunjung ke galeri seni bak oase hiburan yang menyegarkan dan menyenangkan. Baik secara temporer atau permanen, galeri seni menyediakan akses pada wisata perkotaan yang aman dan mudah. Beragam galeri seni memiliki penikmatnya sendiri dengan antusiasme yang beragam.
Iba (5) menggandeng Ica (3) dan membawanya berjalan ke penjuru ruang galeri bernuansa putih yang kontras dengan patung-patung berwarna gelap dan warna-warni. Kepada adiknya, Iba menunjukkan beberapa patung figur karakter superhero, kartun, dan anime yang sebelumnya hanya mereka lihat melalui layar gadget dan televisi. Suara kekaguman dan tawa keduanya nyaring di tengah pengunjung yang cukup ramai di galeri Statue4Heroes Lotte Mall Jakarta, Minggu (14/5/2023) siang.
Dengan poni lepek oleh keringat akibat berlari-lari, Iba datang ke ayahnya Fadli Fani (37) yang berdiri di depan jajaran patung karakter One Piece. Bocah taman kanak-kanak itu kemudian melompat-lompat dengan girang dan menunjuk-nunjuk karakter Chopper, rusa yang berperan sebagai dokter dalam serial anime dari Jepang itu.
Ini bukan kali pertama Iba dan Ica pergi ke galeri seni. Selama lima tahun terakhir, Fadli mengajak mereka ke delapan museum dan galeri seni di Jakarta. Antusiasme kedua anaknya tidak berubah hingga kini.
Kunjungan ke galeri patung kali ini juga atas keinginan Fadli yang menggemari beberapa karakter kartun dan anime sejak kecil. Beberapa jenis galeri seni memang memiliki rentang usia pasarnya sendiri, tapi pada galeri patung figur ini, baik anak-anak hingga bapak-bapak dapat menikmati.
Baginya, galeri seni dan museum menjadi opsi hiburan lain untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak. “Cari sesuatu yang baru. Kalau playground anak di dalam mal sudah banyak dan sering, tapi kalau galeri semacam ini jarang-jarang,” ujar warga asal Kota Bekasi, Jawa Barat ,yang datang bersama empat anggota keluarganya.
Selama ini, hiburan di perkotaan cenderung monoton, antara pergi ke pusat perbelanjaan, wahana anak di dalam mal, atau taman. Alhasil, mengenalkan anak-anak kepada berbagai macam jenis seni menjadi pilihan Fadli. Keinginannya sederhana, menambah wawasan anak dan membuat mereka terbiasa dengan beragam bentuk barang yang sehari-hari tidak mereka lihat melalui gawai.
Opsi mengajak anak ke galeri seni juga dilakukan oleh Rika Oktaviana (37), warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Ia mengaku kurang suka mengajak anak untuk pergi ke taman karena udara dan polusi Jakarta tidak ramah. Alhasil, mereka hanya sesekali pergi ke taman di dekat rumah dan pergi pada pagi hari.
“Ini bisa jadi alternatif kegiatan anak yang aman, selama ini mereka terlalu banyak stimulus dari gadget. Dengan datang langsung ke galeri figur ini, anak bisa melihat bentuk asli karakter. Selain itu pergi ke galeri juga bisa jadi opsi baru selain hanya sekedar jalan-jalan di mall atau makan di restoran,” sebut ibu yang datang bersama anaknya, Abizat (5).
Mata bocah tambun itu berbinar, tangannya menunjuk setiap patung karakter superhero, kartun, hingga anime yang biasanya hanya ia tonton melalui layar kaca. Di depan jajaran karakter robot Transformers, Abizat berhenti selama lima menit. Lagi-lagi pupil matanya melebar dengan mulut setengah menganga.
Pada jarak sedekat itu ia takjub pada tubuh Optimus Prime dan Megatron yang tersusun atas komponen-komponen mobil. Kepada ibunya ia mengoceh, menceritakan potongan plot film kesukaannya yang diperankan geng Autobots dan Decepticon ini.
Di belakang Abizat, Rika selalu siaga dan bersiap menjawab setiap pertanyaan sama yang dilontarkan Abizat, “Apa itu Ma?”, sambil sesekali mengambil foto anaknya di depan patung-patung.
Galeri figur itu memiliki setidaknya 500 patung dan baru dibuka pada 7 Mei 2023 setelah tutup selama Pandemi Covid-19. Bersama dengan rekan usahanya, Davius David, sang pemilik, mengubah konsep yang semula hanya toko patung figur menjadi galeri patung yang lebih luas, gratis, dan bisa dinikmati beragam kalangan. Letaknya yang ada di lantai 4 Lotte Mart dan dekat dengan tempat bermain anak memudahkan pengunjung menemukannya.
Patung-patung tersebut merupakan barang koleksi yang ia impor dari berbagai perusahaan di Cina. Beberapa patung ditandai dengan tulisan terjual dengan harga berbeda-beda sesuai ukuran dan kerumitannya. David mematok patung patung paling murah seharga 1 juta hingga puluhan juta dengan ukuran besar. Meskipun begitu, ia tidak keberatan jika para pengunjung hanya sekadar masuk dan keluar galeri ini.
Lihat juga: Galeri Patung Superhero Terbesar di Asia Hadir di Jakarta
Membuat konten
Berbeda dari Statue4Heroes yang gratis, galeri Salihara di Jakarta Selatan membebankan biaya tiket masuk Rp 25.000 - Rp 35.000 untuk setiap pengunjung. Gresta (25), salah satu pengunjung, tidak keberatan untuk membayar.
Ia juga mengajak Alamanda (24) yang baru pertama kali ke pameran seni. Bagi dua warga yang tinggal di Jakarta Selatan ini, akses menuju galeri Salihara cukup mudah.
“Ke galeri Salihara karena banyak spot estetik untuk berfoto, sekalian karena ada pameran jadi kami masuk saja,” ujar Gresta, karyawan salah satu agensi di Jakarta. Beberapa museum dan galeri seni juga sering ia datangi saat libur seperti Museum Macan dan pameran di Mal Sarinah.
Setiap pergi ke galeri, ia juga tidak melewatkan untuk membuat konten yang diunggah di sosial media seperti Instagram. Kemudian banyak teman-teman yang bertanya lokasi konten tersebut.
“Tidak perlu direkomendasikan, mereka sudah tanya sendiri,” ujar Alamanda sambil terkikik.
Baginya, ke galeri seni atau museum menjadi pilihan saat bosan dengan jenis hiburan di Jakarta. Ia juga terbantu informasi yang disebarkan dari sosial media, seperti pameran bertajuk “Daya Gaya Decentia” yang ia datangi karena dapat dapat informasi dari Tiktok.
Terlepas dari fungsi kekinian untuk aktualisasi diri, menurut Gresta, pergi ke galeri juga salah satu cara untuk memperluas pengetahuan dengan cara yang menyenangkan. Ia mulanya tidak tahu apa itu Decentia, grup dan perusahaan seni asal Bandung yang karyanya dipajang sejak 14 Mei-25 Juni 2023.
Namun, setelah lebih dari satu jam berfoto, membaca, dan mendengarkan karya audiovisual, akhirnya ia tahu bahwa Decentia merupakan salah satu agensi seni pertama di Indonesia. Karyanya banyak menghiasi bangunan bersejarah yang digarap dalam kurun waktu 1970-1990, seperti Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh.
“Menghabiskan waktu di galeri seni itu jadi alternatif rekreasi yang menyenangkan, selain bisa menikmati estetikanya, juga dapat ilmu baru yang menginspirasi,” ujarnya.
Ingin tahu
Gaya hidup dan hiburan di perkotaan yang monoton menjadikan berkunjung ke galeri seni sebagai sesuatu yang menyegarkan dan menyenangkan. Manajer Seni Rupa Galeri Salihara Ibrahim Sutomo menilai, keingintahuan dan kemauan masyarakat awam relatif cukup kuat untuk datang ke pameran seni. Berkaca dari beberapa pameran seni rupa yang dilakukan Salihara, minat masyarakat di Jakarta untuk mengapresiasi kesenian yang belum mereka ketahui cukup tinggi, sekalipun penikmatnya tersegmentasi.
“Tadi pagi saya menemui pengunjung yang mengaku tidak begitu tahu tentang pameran ini. Namun, ia mau tahu. Sama seperti banyak pengunjung lain kemauan itu kuat, terlepas dari rasa ingin tahu karena mengunjungi pameran yang secara visual menarik untuk dikontenkan juga,” tuturnya.
Dari setiap pameran seni rupa, pihaknya menargetkan 800 pengunjung dalam sebulan. Selama ini, jumlahnya selalu melebihi dan berada di kisaran angka 1000-2000 pengunjung untuk sekali pameran yang diselenggarakan setiap enam bulan sekali.
Untuk menggaet pengunjung sebanyak ini, cara-cara yang dilakukan adalah dengan mengemas catatan kuratorial yang mudah dipahami, membuat visual pameran yang menarik, hingga mempertimbangkan publikasi di sosial media. “Penekanannya adalah mengkomunikasikan kesenian yang tidak semua orang mengetahui,” katanya.
Lihat juga: Mengunjungi Galeri Seni di Semarang
Konsumsi budaya
Pilihan wisata di dalam kota yang terbatas, menyebabkan masyarakat mencari kesenangan dengan berkunjung ke pameran dan galeri seni baik yang dikelola pemerintah, swasta, maupun individual. Beberapa di antaranya seperti Galeri Nasional Indonesia, Taman Ismail Marzuki, Galeri Hadiprana , Edwin's Gallery, Museum Macan, Galeria Sophilia, Komunitas Salihara Arts Centre, hingga Ciputra Artpreneur.
Profesor Sosiologi dari University of Zurich Jörg Rössel menyebut fenomena ini tidak dapat dilepaskan dari konsumsi budaya (cultural consumption) masyarakat. Istilah ini muncul pada publikasinya “Cultural Consumption” tahun 2017, konsumsi budaya mengacu pada konsumsi barang dan jasa dengan fungsi estetika yang utama, sedangkan kegunaan menjadi fungsi sekunder.
Bentuknya berkaitan erat dengan kebutuhan dan kunjungan ke ruang-ruang seni, rekreasi, budaya. Di perkotaan, kebutuhan konsumsi budaya diwadahi dalam pariwisata urban yang salah satunya berbentuk pameran seni.
Sementara itu, Chris Hamnett dan Noam Shoval (2003) dalam “Museums as ‘Flagships’ of Urban Development” menilai, meningkatnya kebutuhan akan budaya turut mendorong pariwisata urban. Dorongan ini tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi global yang meningkatkan bisnis wisata perkotaan sebagai aktivitas ekonomi.
Selain itu peningkatan gaji menyebabkan individu dapat mengakses wisata yang relatif mahal di area urban. Di sisi lain, penambahan jumlah orang berpendidikan tinggi juga meningkatkan kebutuhan akan konsumsi budaya.
Meskipun begitu, konsumsi budaya merupakan sesuatu yang lingkup dan segmentasinya kecil, terlepas dari kuantitas dan antusiasme pengunjung yang terus berkembang. Produk seni dan budaya seperti galeri dan museum masih berperan penting dalam pembangunan sebuah kota melalui promosi tempat-tempat di kota.
Baca juga: Melihat Karya Seni secara Daring, Cukup untuk Perbaiki ”Mood” Anda