Anak Perempuan Penyandang Disabilitas Rentan Jadi Korban Kekerasan Seksual
Berkenalan dari media sosial, seorang anak perempuan disabilitas di Jakarta Barat diperdaya dan diperkosa oleh tiga orang. Ia dibawa kabur dan baru ditemukan sehari kemudian.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·5 menit baca
Berkenalan dari media sosial, seorang anak perempuan disabilitas di Jakarta Barat diperdaya dan diperkosa oleh tiga orang. Ia dibawa kabur dan baru ditemukan sehari kemudian. Untuk menghindari hal serupa terjadi di masa depan, diperlukan pendidikan seksual, pemahaman perlindungan oleh keluarga, hingga kebijakan yang berpihak kepada disabilitas.
RJ (15), anak dengan disabilitas intelektual yang tinggal di Kedoya Selatan, Jakarta Barat, tidak pernah berada di luar rumah terlalu lama kecuali ketika sekolah. Jumat (5/5/2023) sore itu berbeda, sudah beberapa jam RJ pergi tanpa kabar kepada kakak dan ayahnya, Royani (52).
Royani cemas. Ia segera mencari si bungsu dari tiga bersaudara ini di sekitar rumah di permukiman yang cukup padat dengan jalan kecil untuk dilalui satu sepeda motor itu. Kekhawatiran semakin memuncak ketika saudara RJ mengecek kamera pengawas di salah satu sudut jalan dan menemukan bahwa RJ dibawa oleh dua laki-laki tidak dikenal di Jalan Adhi Karya, tak jauh dari rumahnya.
”Saya khawatir, RJ punya keterbelakangan intelektual yang menyebabkan ia harus tinggal kelas beberapa tahun. Seharusnya sekarang ia kelas II SMP, tapi masih kelas VI SD,” ujar Royani. Saat ini RJ hanya tinggal bersama ayah dan satu saudaranya karena ibunya sudah meninggal setahun lalu.
Royani mendapatkan kabar bahwa anaknya ditemukan di daerah Dadap, Tangerang, Banten, keesokan harinya, pada Sabtu siang. Datang ke kontrakan pelaku, ia menjemput putrinya dalam kondisi ketakutan dan trauma. Anak perempuan berambut pendek ini diperkosa oleh tiga laki-laki, yaitu AB (27), B (26), dan L (20).
Mulanya, RJ dan AB berkenalan di media sosial sebulan lalu. AB kemudian mengajak RJ untuk bertemu di sekitar rumah. AB yang datang bersama B kemudian membawa pergi RJ untuk jalan-jalan dan makan. Ia kemudian dibawa ke sebuah kontrakan dan diperkosa oleh tiga orang setelah mereka meminum minuman keras.
”Dari hasil pemeriksaan, ketiga pelaku menculik korban untuk dijadikan budak kepuasan seksual,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Umum Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Andri Kurniawan, Senin. Ketiganya ditemukan tak lama setelah kejadian penculikan hingga pemerkosaan.
Hasil pemeriksaan polisi, RJ mengalami luka di area vitalnya. RJ kemudian diamankan oleh Royani. Ia dibawa ke rumah salah seorang kakaknya di Jalan Lekipali, Kedoya Utara, yang berjarak 1 kilometer dari rumah. Ia masih trauma dan enggan ditemui, bahkan oleh saudaranya sendiri.
Kepolisian juga merujuk korban untuk pendampingan ke rumah aman Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta. Pelaksana Tugas Kepala Dinas PPAPP Rizky Hamid mengatakan, layanan yang telah dilakukan oleh Dinas PPAPP Jakarta meliputi penjangkauan awal, konsultasi hukum, pendampingan visum, dan layanan rujukan rumah aman.
”Rumah aman sudah disediakan, namun korban tidak mau. Jadi, baik kepolisian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak menyepakati pengasuhan dikembalikan kepada orangtua, dengan tetap dipantau oleh petugas,” ujar Rizky Selasa (9/5/2023).
Para pelaku dalam kasus ini disangkakan delik penculikan Pasal 328 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. Selain itu, mereka juga disangkakan Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 mengenai tipu muslihat untuk melakukan persetubuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Bukan pertama
Kasus serupa juga dialami anak perempuan di Lampung Selatan, Lampung, Evo (17), bukan nama sebenarnya, yang diperkosa ayah angkatnya pada 2020. Penyandang disabilitas intelektual ini menjadi trauma dan kerap mengeluhkan sakit perut hingga harus dirawat di rumah sakit. Kondisinya belum pulih hingga kini, bahkan sempat harus menjalani perawatan di rumah sakit jiwa.
Selain Evo, Alya (bukan nama sebenarnya) pernah mengalami kekerasan seksual empat tahun lalu. Ia merupakan perempuan disabilitas intelektual yang menjadi korban pemerkosaan oleh ayah, kakak, dan adik kandungnya. Saat ini, Evo tinggal di sebuah panti asuhan di Bandar Lampung karena tidak ada lembaga memadai di tingkat kabupaten yang bisa merawat korban kekerasan seksual (Kompas.id, 4/2/2023).
Sentra Advokasi Perempuan, Disabilitas, dan Anak (SAPDA) mencatat, sepanjang tahun 2022 terdapat 81 kasus kekerasan berbasis jender disabilitas (KBJD) yang terlaporkan. Temuan ini dikumpulkan oleh SAPDA bersama 25 lembaga pengada layanan di delapan provinsi di Indonesia.
Secara rinci, 31 kasus kekerasan seksual dialami penyandang disabilitas rungu-wicara, 22 kasus dialami penyandang disabilitas intelektual, dan 14 kasus dialami penyandang disabilitas mental. Mayoritas korban merupakan perempuan dengan jumlah 76 orang, sedangkan sisanya laki-laki. Adapun usia korban paling banyak antara 15-19 tahun (Kompas.id, 10/4/2023).
Tidak dapat dimungkiri, perempuan disabilitas merupakan kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan seksual, meskipun laki-laki juga dapat menjadi korban. Kerentanan ini disebabkan perempuan masih dianggap subordinasi laki-laki sekaligus obyek seksual pada masyarakat yang patriarki.
”Masyarakat masih memandang disabilitas sebagai ketidakmampuan dan distigma negatif tidak memiliki hasrat seksual atau bahkan memilikinya secara berlebih,” kata komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad.
Selain itu, sistem pengaduan dan layanan kasus kekerasan juga belum mudah diakses penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan. Di sisi lain, aparat penegak hukum belum peka terhadap kebutuhan khusus para penyandang disabilitas.
Menurut Bahrul, perlu ada usaha sinergis dan komprehensif agar kasus kekerasan seksual kepada penyandang disabilitas, khususnya anak, tidak terulang. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anak ataupun individu dewasa terkait kesehatan reproduksi dan seksualitas. Dalam hal ini, keluarga juga perlu dibimbing agar dapat menjaga anggota keluarganya yang penyandang disabilitas dari tindak kekerasan seksual.
Di lingkungan sekitar, masyarakat juga perlu berpartisipasi dalam memastikan siapa pun penyandang disabilitas terhindar dari kekerasan. Pemerintah juga memiliki andil untuk membuat kebijakan yang berpihak pada penyandang disabilitas, misalnya membangun fasilitas dan layanan publik yang ramah disabilitas.
”Jadi, penekanannya pada urgensi pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual pada penyandang disabilitas. Orangtua dan komunitas memiliki peran penting untuk melakukan pendampingan dan pengawasan,” ujar Bahrul.
Komisioner Komnas Perlindungan Anak, Lia Latifah, menegaskan, perlindungan hukum merupakan bentuk pengayoman kepada perempuan penyandang disabilitas yang hak asasinya dirugikan oleh perbuatan orang lain. Saat ini, perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas korban perkosaan dapat dilakukan dengan memastikan hak-hak mereka terpenuhi, seperti yang telah ditentukan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.