Polisi Terima Laporan Pihak AG atas Dugaan Pencabulan oleh Mario Dandy
Penegak hukum harus bisa memaknai kekerasan seksual secara luas, tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga berbagai kondisi rentan yang dapat meningkatkan risiko perbuatan pidana itu.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya menerima laporan pihak AG, anak yang beperkara dalam penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora, atas dugaan pencabulan oleh Mario Dandy, Senin (8/5/2023). Pihak AG melapor, antara lain, atas dasar fakta persidangan tentang adanya persetubuhan.
”Polda Metro Jaya akan menindaklanjuti dengan penyelidikan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko, di Jakarta.
Senin sore, pengacara Mangatta Toding Allo membuat laporan dugaan pencabulan yang dilakukan Mario (20), tersangka kasus penganiayaan terhadap David (17) sekaligus kekasih AG (15), kepada Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Kepada media, ia mengatakan, berdasarkan koordinasi dengan AG dan pihak keluarga, ada delapan bukti yang mereka serahkan ke polisi. Bukti itu di antaranya fakta persidangan terhadap AG yang kini sudah ditetapkan sebagai terpidana anak.
”Kami baru mendapatkan ini, fakta persidangan saat sudah ada putusan. Jadi, putusan menjadi salah satu bukti sah yang kami lampirkan di laporan polisi,” ucapnya.
Fakta persidangan yang dimaksud adalah adanya keterangan bahwa AG pernah bersetubuh dengan Mario dalam hubungan pacaran mereka yang baru berjalan singkat. Fakta itu disebut hakim tidak menimbulkan trauma psikologis terhadap AG.
Sementara itu, menurut Mangatta, perbuatan itu dapat menjadi delik hukum terkait pencabulan anak di bawah umur. ”Siapa pun yang berhubungan badan, baik mau sama mau atau memang dipaksa itu memang merupakan tindak pidana yang diatur undang-undang kita,” ujarnya.
Atas dugaan pencabulan itu, pihak AG pun melaporkan Mario melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 76 E juncto Pasal 81 UU Perlindungan Anak.
Pihak AG akan melengkapi laporannya dengan visum kedokteran. Izin visum itu akan terlebih dahulu diajukan ke pihak kejaksaan yang telah melimpahkan AG ke lembaga pembinaan anak. Seperti diketahui, AG sudah dijatuhi pidana 3 tahun dan 6 bulan oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, April lalu.
Mangatta mengatakan, pihaknya berterima kasih karena polisi mau menerima laporan itu setelah dua laporan serupa ditolak. ”Untuk alasan kenapa kemarin ditolak, kami sudah diskusi dengan pihak PMJ, memang ada misscommunication sedikit, mungkin belum berani menerima laporan atau berkoordinasi dengan unit terkait,” pungkasnya.
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono, dalam diskusi ”Membedah Putusan Pertama dan Tingkat Banding Kasus Anak AG” secara daring, Minggu (7/5/2023), menilai, fakta persidangan terkait adanya persetubuhan itu diabaikan oleh jaksa dan hakim.
Aparat penegak hukum di meja hijau, kata Sri, justru melihat persetubuhan anak sebagai perilaku seksual bebas. Padahal, persetubuhan anak termasuk bentuk kekerasan seksual. Selain itu, baik jaksa maupun hakim memiliki pemahaman relasi yang bias terhadap anak.
”Adanya relasi yang tidak sehat ini dinyatakan oleh sejumlah saksi dan terdakwa anak sendiri menyatakan ini paksaan. Ini yang menjadi persepektif bias terhadap anak dan perempuan dan ini perspektif keliru ketika kita bicara kekerasan bahwa kekerasan seksual dianggap kalau ada pemaksaan yang nyata,” ujarnya.
Ia menilai, penegak hukum harus bisa memaknai kekerasan seksual secara luas, tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga berbagai kondisi rentan yang dapat meningkatkan risiko perbuatan pidana itu. Kondisi rentan, contohnya, adanya pemaksaan wewenang dan kepercayaan, memaksa dengan penyesatan, jeratan utang, dan lainnya.
Penculikan dan pemerkosaan
Sementara itu, Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat menangkap tiga pelaku penculikan dan pemerkosaan terhadap seorang anak perempuan dengan keterbelakangan mental berinisial RJ (17).
Kepala Satuan Reserse Kriminal Umum Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Andri Kurniawan mengatakan, mereka mengamankan tiga pelaku berinisial AB, IN, dan IM secara terpisah di daerah Dadap, Tangerang, Banten.
”Dari hasil pemeriksaan terungkap, ketiga pelaku menculik korban untuk dijadikan budak kepuasaan,” kata Andri dalam keterangan pers, Senin.
Kasus ini berawal saat korban berkenalan dengan salah satu pelaku, AB, lewat media sosial. Sebulan berkenalan di dunia maya, keduanya merencanakan pertemuan. RJ dan AB lalu bertemu di sekitar rumah RJ di daerah Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (5/5/2023) sore. AB ternyata berniat menculik RJ.
AB yang datang dengan dua pelaku lainnya awalnya mengajak korban jalan-jalan dan makan. Korban kemudian diajak ke sebuah rumah kontrakan yang berada di kawasan Dadap, Tangerang. Tiba di rumah kontrakan, para pelaku awalnya minum-minuman keras. Setelah mabuk, ketiga pelaku lalu memerkosa korban.
”Jadi, motifnya murni para pelaku ini berusaha ingin merudapaksa korban. Awalnya kenalan lewat medsos, kemudian mengajak ketemu, lalu diajak ke rumah kontrakan,” kata Andri.
Hal tersebut membuat korban trauma secara fisik dan mental. Saat ini korban dalam pendampingan unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Sementara itu, para pelaku disangkakan Pasal 328 dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan Pasal 81 Ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.