Balapan liar yang meresahkan warga kembali terjadi di Senayan. Ajang ”Street Race PMJ” tidak sepenuhnya mampu membendung gairah anak muda untuk balapan.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aksi balapan mobil liar kembali meresahkan warga di daerah Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (6/5/2023). Mereka menutup jalan dan mengganggu orang yang sedang berolahraga. Fenomena ini kembali terulang meski kepolisian telah menyediakan ajang balap amatir sebagai wadah anak muda untuk berekspresi.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman mengatakan, pengemudi balap liar di Jalan Gerbang Pemuda, persisnya di depan Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga, itu beraksi setelah waktu patroli selesai, yakni setelah pukul 03.00. Dalam video yang sudah tersebar luas, balapan melibatkan dua mobil berwarna hijau dan merah pada jalur lurus (drag race).
Oleh sebab itu, terjadi kekosongan pengawasan di jalan oleh kepolisian, meski begitu masih ada kamera pengawas yang bisa memantau jalanan. Setelah kejadian ini, polisi akan mengubah waktu pengawasan agar tetap ada petugas di jalan yang menertibkan.
”Petugas kami ini kucing-kucingan, petugas kami hanya dari jam 11.00 sampai 03.00. Ini akan kami ubah pola ini untuk pengawasan ini, khususnya akhir pekan. Mereka bermain jam 04.30. Ini kan orang harusnya sudah berolahraga masih balapan kebut-kebut kayak gitu,” kata Latif saat dikonfirmasi, Sabtu (6/5/2023).
Sejumlah mobil yang melakukan aksi balap liar pada Sabtu kemarin tengah dalam proses identifikasi. Dia menegaskan, setiap orang yang terlibat akan diproses hukum.
”Tentunya itu akan kami identifikasi dan kami kasih peringatan nanti, kalau sudah melanggar pasti kami lakukan penindakan, dan tempat-tempat itu pasti akan kami tertibkan kembali,” ucapnya.
Pengamat transportasi dan hukum, Budiyanto, menilai rombongan anak muda biasanya terpacu gairah mudanya untuk saling gaya-gayaan. Padahal, mereka tidak sadar telah melanggar hukum dengan memblokade jalan dan memacu kendaraan di atas kecepatan yang ditentukan.
”Perkumpulan pemuda ini secara spontan muncul, biasanya dari orang yang dituakan atau pimpinannya, kemudian mengatur yang ingin mengadu nyali atau adrenalin untuk ikut berbalapan. Ajakan tersebut spontan dan terjadilah balapan liar,” kata Budiyanto.
Polda Metro Jaya, lanjut Budiyanto, sebenarnya sudah memberikan wadah bagi anak muda untuk balap amatir di sejumlah tempat, yakni pada ajang ”Street Race PMJ”. Namun agenda ini tidak rutin sehingga mereka kembali melakukan aksi ilegal.
”Sudah difasilitasi polda tapi mungkin tidak rutin akhirnya kambuh lagi. Tetap bakat-bakat mereka harus diakomodasi, tetapi mereka kadang susah juga diatur, jadi masih curi-curi,” tuturnya.
Peserta balap liar tersebut bisa dijerat dengan Pasal 297 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bunyinya, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 Huruf b dipidana dengan kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 3 juta.
Harian Kompas merekam, daerah Senayan sudah menjadi lokasi favorit para pembalap liar sejak 1960-an atau 1970-an. Bahkan, sejumlah remaja di Bandung (Jawa Barat), Medan (Sumatera Utara), dan Manado (Sulawesi Utara) juga jauh-jauh datang menggemarinya.
Pada 1967, ada 127 kecelakaan dengan beberapa korban jiwa akibat kebut-kebutan di Jakarta. Otoritas keamanan berinisiatif mengumumkan nama mereka, nama orangtua dan jabatan atau pangkatnya, serta alamat tempat tinggalnya lewat media massa. Ini sebagai bentuk sanksi sosial agar anak-anak muda itu jera.
Ajang ”Street Race PMJ” sudah ada pada 2016 untuk memfasilitasi pengebut jalanan agar balapan di sirkuit-sirkuit nonpermanen resmi. Ide tersebut diinisiasi Jenderal (Purn) Tito Karnavian, yang saat itu berpangkat inspektur jenderal dan menjabat Kepala Polda Metro Jaya dan direstui Gubernur DKI saat itu, Basuki Tjahaja Purnama.
”Kami kumpulkan adik-adik yang sering balap biar tidak ke mana-mana. Lengkapi diri dengan helm, fasilitas kami siapkan, kami kumpulkan, tempatnya kami jaga, kita tonton bareng-bareng,” ucap Tito. Namun, kenyamanan publik tetap dipertimbangkan dalam mengeksekusi rencana itu (Kompas, 14/1/2016).