Minim Anggaran, Perbaikan Jalan di Jakarta Diprioritaskan untuk Sambut KTT ASEAN
Perbaikan diprioritaskan di jalan-jalan protokol yang akan dilalui delegasi ASEAN pada September 2023.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai berbenah dengan memperbaiki jalan untuk menyambut perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN pada September 2023. Perbaikan ini diprioritaskan di jalan-jalan protokol yang akan dilalui delegasi ASEAN nantinya. Prioritas ini di sisi lain dikritik warga.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan, ada tiga wilayah yang akan menjadi titik kumpul para delegasi yang mampir ke Jakarta. Wilayah itu adalah Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur, Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, dan kawasan Gelora Bung Karno di Jakarta Pusat. Heru pun memerintahkan fasilitas yang nantinya akan dilalui para delegasi asing itu diperbaiki, termasuk jalan.
”Rencana kami menangani Jalan Jenderal Sudirman, Jalan MH Thamrin, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jalan Rasuna Said, Jalan Halim Perdanakusuma, Jalan MT Haryono, dan Jalan Gatot Subroto. Target Juli selesai,” kata Subkoordinator Urusan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dinas Bina Marga DKI Jakarta Khairul Imam yang dihubungi, Jumat (5/5/2023).
Perbaikan itu, menurut dia, untuk kenyamanan para delegasi yang akan melalui jalan tersebut. Hal ini juga mempertimbangkan kondisi kerusakan riil di sejumlah titik. Contohnya, adanya lubang saluran air di lajur tengah Jalan MH Thamrin, lalu jalan rusak akibat pembangunan LRT di Jalan Rasuna Said dan Jalan MT Haryono.
”Perbaikan ini pakai APBD DKI yang memang sudah dianggarkan tiap tahun untuk pemeliharaan. Kalau lokasinya memang khusus menyambut event. Kebetulan tahun ini ada KTT, jadi diarahkan untuk jalan-jalan protokol yang kemungkian besar dilewati perwakilan ASEAN,” katanya.
Prioritas perbaikan di jalan-jalan tersebut, kata Khairul, juga dilakukan karena terbatasnya anggaran perbaikan kerusakan jalan. Setiap tahun, mereka hanya mendapat anggaran sekitar Rp 200 miliar per tahun dari anggaran ideal mencapai Rp 3,5 triliun per tahun. Minimnya anggaran ini, menurut dia, karena pemerintah lebih memprioritaskan biaya kesehatan, penanganan banjir, dan pendidikan.
”Kita masih pakai skala prioritas. Tahun ini juga demikian karena Jakarta wajah Indonesia, makanya ASEAN Summit di Jakarta kita prioritaskan dulu. Bukan berarti yang lain enggak kita tanggapi. Di wilayah tetap ada suku dinas yang juga bantu pengerjaan jalan dan trotoar,” ujarnya.
Perwakilan warga dari Koalisi Pejalan Kaki atau KoPK justru kecewa dengan prioritas tersebut. Mereka menilai, selama ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah terlalu sering memprioritaskan pembangunan jalan di wilayah pusat kota, khususnya Jalan Sudirman dan MH Thamrin.
Ketua KoPK Alfred Sitorus menyampaikan, kedua jalan tersebut selalu diprioritaskan perbaikannya setiap kali Jakarta mengadakan acara internasional besar, seperti saat akan menyelenggarakan Asian Games Jakarta-Palembang 2018.
Dengan menggunakan sisa dana kontribusi perusahaan untuk pembangunan Simpang Susun Semanggi, pemerintah provinsi kala itu menganggarkan ratusan miliar rupiah untuk mempercantik bagian jalan, yaitu trotoar di Sudirman-Thamrin. Proyek ini juga untuk melaksanakan target membangun 2.600 kilometer trotoar yang dibuat Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
”Event itu (Asian Games 2018) pun menyelamatkan muka Indonesia lewat Jakarta. Tetapi, apa iya Jakarta harus mengadakan perhelatan konferensi tingkat internasional dulu agar infrastruktur jalan dibangun, setelah itu lupa?” ujar Alfred.
Ia berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga serius membenahi kerusakan jalan dan trotoar di wilayah lain. Hal ini karena tidak menutup kemungkinan delegasi ASEAN nantinya akan mendatangi daerah yang mungkin memiliki kondisi jalan atau trotoar rusak. Selain itu, kenyamanan dan keamanan lewat perbaikan jalan menurutnya juga hak seluruh penduduk dan pendatang di Jakarta.
”Tamu negara itu manusia, tetapi tidak hanya mereka di Jakarta. Di sini, ada sekitar 11 juta warga Jakarta dan warga Bodetabek yang datang setiap hari dan harus difasilitasi dengan jalan yang baik. Kami berharap, penjabat Gubernur DKI dapat mengambil sikap,” ujarnya.
Dari kasus-kasus yang ada dan angka kemacetan makin naik, harusnya Pemprov DKI fokus ke sisi pejalan kaki juga, tidak bicara ke jalan raya terus.
Trotoar
Alfred juga berharap Pemprov DKI tetap memprioritaskan peralihan pengunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum, salah satunya dengan menyediakan trotoar yang memperhatikan konektivitas masyarakat dan ramah bagi pejalan kaki. Sampai awal 2023, sayangnya perkembangan revitalisasi trotoar baru mencapai 30 persen (Kompas.id, 4/1/2023).
Revitalisasi trotoar menjadi penting untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan. Ia pun menyoroti kasus kecelakaan pada Rabu (19/4/2023) pukul 14.00 WIB yang menimpa seorang pejalan kaki di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Mobil Nissan Serena yang dikemudikan oleh seorang pria berinisial DPH (64) menabrak trotoar hingga mengakibatkan seorang pejalan kaki kehilangan nyawa. Kondisi itu terjadi karena buruknya kondisi trotoar, antara lain karena trotoar yang tidak memadai dan okupasi pedagang.
”Jika fasilitas jalan ini lambat diperbaiki, jangan heran angka kecelakaan pengguna jalan masih tinggi. Warga kita masih lemah kedisplinannya, di sisi lain penegakan hukum lemah. Dari kasus-kasus yang ada dan angka kemacetan makin naik, harusnya Pemprov DKI fokus ke sisi pejalan kaki juga, tidak bicara ke jalan raya terus,” katanya.
Hal senada disampaikan Rio Octaviano dari Road Safety Association. Menurut dia, Jakarta yang menjadi wajah Jakarta juga harus konsisten menunjukkan kemampuan mengadaptasi agenda global. ”Aliansi kami di bawah bimbingian WHO dan PBB, mengajak dunia melakukan shifting, dari kendaraan pribadi ke kendaraan publik atau ramah lingkungan,” kata Rio.
Agenda itu pun diterjemahkan dengan harmonisasi kendaraan bermotor dan tidak bermotor, mengurangi angka kecelakaan di jalan dengan menurunkan kecepatan, dan meningkatkan mobilitas pejalan kaki dan pengguna sepeda.
”Jakarta sejauh yang kami lihat sudah benar arahnya. Perluasan trotoar dan jalur sepeda akan memberi konsekuensi kemacetan. Tapi harus ada perubahan mindset, kemacetan diakibatkan bukan karena jalannya, tetapi karena debit kendaraan. Jalan mau dikasih berlapis-lapis pun tidak akan cukup karena kendaraan terus diproduksi. Kalau dikontrol pertumbuhannya, akan lebih berkurang, dengan sosialisasi untuk transformasi naik bus dan jalan kaki,” ujarnya.