ITF Tak Kunjung Terwujud, DKI Segera Bangun Pabrik Pengolah Sampah di Rorotan
Pembangunan ITF di DKI Jakarta belum juga terwujud sejak dicanangkan 2011 silam. Di sisi lain, pengelolaan sampah sudah mendesak supaya tidak membebani TPST Bantargebang. Dinas LH DKI berencana membangun RDF di Rorotan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak dicanangkan pada 2011 lalu, kemudian dilakukan pemancangan tiang perdana di satu lokasi pada era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tahun 2018, pembangunan fasilitas pengelolaan sampah antara atau intermediate treatment facility tak kunjung terwujud. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memutuskan mengalihkan pengelolaan sampah dari penggunaan teknologi ITF ke refused derived fuel atau RDF, yang mengolah sampah jadi bahan bakar padat setara batubara muda.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto, Jumat (28/4/2023), menjelaskan, pembangunan fasilitas pengelolaan sampah antara (FSPA) atau intermediate treatment facility (ITF) sudah berproses sejak lama. Pemprov DKI Jakarta merencanakan membangun ITF di empat lokasi.
Berdasarkan data Dinas LH DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) bertugas membangun ITF Sunter dan ITF Cakung. Untuk ITF Sunter, area layanannya adalah Jakarta Utara dengan kapasitas mengolah sampah 2.200 ton per hari. Adapun area layanan Jakarta Barat di Cakung berkapasitas 2.000 ton per hari.
Dua ITF lainnya direncanakan dibangun Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Lokasinya di Cilincing, Jakarta Utara, dan di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Untuk ITF Cilincing, area layanannya adalah Jakarta Timur dengan kapasitas 1.700 ton per hari. Untuk area layanan Jakarta Selatan adalah dengan ITF Pesanggrahan yang berkapasitas 1.500 ton per hari.
Untuk ITF Sunter, pada era Gubernur DKI Anies Baswedan bahkan sudah dilakukan pemancangan tiang perdana tepatnya pada 2018 silam. Namun, ITF Sunter yang direncanakan dibangun pertama kali itu belum mewujud sampai sekarang.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dalam rapat kerja dengan Komisi D DPRD DKI Jakarta sudah menyampaikan, melihat proses yang begitu lama, mereka akan mengkaji pembangunan fasilitas pengelolaan sampah dengan teknologi RDF. Satu RDF, disebutkan Asep, sudah dibangun di kawasan TPST Bantargebang.
RDF di Bantargebang tersebut dibangun dalam 1,5 tahun. ”Alhamdulillah konstruksi sudah selesai, mudah-mudahan komersial bisa segera kami lakukan,” kata Asep.
Pengelolaan sampah dengan membangun fasilitas RDF, kata Asep, menjadi pilihan karena investasi yang dikeluarkan tidak semahal apabila membangun ITF. Disebutkan, nilai investasi untuk membangun RDF Bantargebang sebesar Rp 855 miliar untuk kapasitas 2.000 ton sampah per hari.
Sementara ITF Sunter yang diharapkan bisa dibangun segera diperkirakan menelan investasi Rp 5,2 triliun. ITF Sunter direncanakan dibangun dengan kapasitas pengelolaan 2.200 ton sampah per hari.
Dengan RDF, lanjut Asep, produk yang dihasilkan dari pengelolaan fasilitas RDF bisa dibeli pabrik semen dan PLN. Secara tidak langsung, operasional dari proses itu bisa dibiayai sendiri dan tidak membebani Pemprov DKI Jakarta.
”Melihat hal tersebut, akhirnya Pemprov DKI, dalam hal ini DLH DKI, mencoba lagi mengembangkan RDF di lokasi lain. Ini yang sedang kami jajaki bersama Biro Kerja Sama Daerah (Biro KSD),” kata Asep.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah menjelaskan, untuk pembangunan ITF, sampai saat ini belum ada perkembangan kemajuan. Padahal, pengelolaan sampah harus segera teratasi dan diupayakan tidak boros.
Pengembangan pembangunan RDF itu, kata Ida, direncanakan di wilayah Rorotan, Jakarta Utara. Dinas LH DKI Jakarta tidak akan membeli lahan di sana, tetapi akan memanfaatkan lahan milik Dinas Pertamanan dan Kehutanan (Distamhut) DKI Jakarta.
”Ada lahan di sana seluas 25 hektar. Dari luasan itu baru terpakai 3 hektar untuk permakaman korban Covid-19. Dinas LH akan memakai 6 hektar dari lahan yang tersisa untuk pembangunan RDF,” kata Ida.
Asep menambahkan, terkait pemakaian lahan di Rorotan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepala Distamhut DKI Jakarta. Lahan itu jauh dari permukiman.
Apabila proses serah terima penggunaan aset dari Distamhut DKI ke DLH DKI Jakarta tuntas, lanjut Asep, Dinas LH bisa segera membangun. ”Mudah-mudahan konstruksinya bisa kami bangun tahun depan,” kata Asep.