Siasat Penumpang KRL Mengatasi Kepadatan di Stasiun Transit
Berbagai hal dilakukan penumpang KRL untuk menyiasati kepadatan di sejumlah stasiun transit. Mulai dari mencari ”pintu gerbong terbaik” hingga mencari stasiun alternatif turun yang lain.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
NASRUN KATINGKA
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan, saat jam sibuk, Selasa (11/4/2023) sore. Kepadatan paling parah terjadi di peron 12 dan 13, yakni tujuan akhir Stasiun Bogor.
JAKARTA, KOMPAS —Kepadatan penumpang di moda transportasi kereta rel listrik atau KRL Jabodetabek dalam beberapa waktu terakhir dinilai kian parah. Seperti yang terjadi saat jam sibuk di sejumlah stasiun transit di Jakarta, Selasa (11/4/2023). Penumpang pun mencari siasat ketika harus melewati sejumlah stasiun transit tersebut.
Dalam keterangan persnya, Minggu (9/4/2023), PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mencatat, rata-rata jumlah volume pengguna minggu ini (periode 2-8 April), sebanyak 543.602 orang. Angka ini naik 6 persen jika dibandingkan rata-rata minggu sebelumnya, yakni sebanyak 513.170 orang.
PT KCI juga mencatat, pengguna KRL pada hari kerja terfokus pada jam-jam sibuk pagi, yaitu pukul 05.30-07.30 serta pada jam-jam sibuk sore, mulai pukul 16.00-18.00.
Pada Selasa, di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, sejak pukul 16.00, kepadatan mulai terlihat di tangga-tangga hingga di tiap sisi peron lantai atas maupun bawah. Riuh suara langkah kaki penumpang saat menuruni dan menaiki anak tangga stasiun saling bersahutan dengan suara speaker petugas pengumuman stasiun.
Di tengah kepadatan yang tak kunjung terurai ini, sejumlah penumpang memilih bersiasat. Namun, mereka tetap memilih moda KRL dan enggan berganti moda transportasi seperti bus atau menggunakan transportasi pribadi. Hal itu karena kemungkinan bisa terjebak kepadatan lalu lintas, dengan waktu tempuh yang lebih lama di jalan raya.
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Tanah Abang, Jakarta Pusat, saat jam sibuk, Selasa (11/4/2023) sore.
”(Saat hendak transit) biasanya, saya akan mencari gerbong kereta yang pintunya langsung berhadapan dengan tangga,” kata Yogie Alvian (28), pekerja asal Tangerang Selatan, saat turun di Stasiun Manggarai. Hal serupa juga kembali dilakukan Yogie saat hendak berganti kereta di Stasiun Transit Tanah Abang, Jakarta Pusat, untuk menuju Stasiun Rawa Buntu di Tangerang Selatan.
Jika Yogie memilih dengan siasat dengan ”pintu gerbong terbaik”, beda halnya dengan Putri Patricia (21), mahasiswi asal Bogor yang berkuliah di salah satu kampus di daerah Sudirman, Jakarta Pusat. Hampir setiap hari dia harus naik KRL dari Stasiun Bogor lalu transit di Stasiun Manggarai kemudian berlanjut menuju ke Stasiun Sudirman. Hal tersebut juga biasa dia lakukan saat pulang kuliah.
”Biasanya dapat jam sibuk di KRL saat sore saja. Soalnya, kalau pagi itu berangkatnya lebih siang, karena jadwal kuliah lebih fleksibel,” ujar Putri.
Adapun saat pulang di sore hari, jika sudah menunjukkan jam sibuk, Putri lebih memilih untuk mencari rute lain. Alih-alih naik dari Stasiun Sudirman lalu transit di Stasiun Manggarai, ia lebih memilih memulai perjalanan dari Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat.
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan saat jam sibuk, Selasa (11/4/2023) sore.
Putri rela merogoh koceknya, Rp 15.000-Rp 20.000 untuk menggunakan jasa ojek terlebih dahulu dari kampusnya menuju stasiun. ”Kalau dari sana, kereta lebih lowong. Meskipun nantinya bakal penuh sesak juga saat transit di Manggarai, saya bisa memilih lokasi duduk atau berdiri yang sedikit lebih nyaman,” tutur Putri.
Siasat serupa juga dilakukan Ririn (24), warga Depok yang bekerja di kawasan Karet, Jakarta Pusat. Ririn yang sedang hamil lebih memilih turun ke Stasiun Cikini kemudian berlanjut dengan jasa ojek daring ke kantornya.
Ririn memilih siasat tersebut karena enggan berdempetan-dempetan saat jam sibuk. Apalagi dengan bahaya pelecehan dan pencurian barang, ia memilih mengeluarkan biaya lebih.
Berdesakan
Di tengah kepadatan yang kian parah ini, sejumlah penumpang tetap memaksa menggunakan KRL melalui stasiun transit.
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan, saat jam sibuk, Selasa (11/4/2023) sore. Kepadatan paling parah terjadi di peron 12 dan 13, yakni tujuan akhir Stasiun Bogor.
”Pilihan lainnya mau naik bus, pasti lebih lama. Kemungkinan tetap padat juga. Paling masuk akal naik ini (KRL). Biasanya kalau kereta terdekat penuh, tunggu kereta selanjutnya, biasanya sedikit ada space,” kata Kevin Zung (22), penumpang asal Bogor yang bekerja di kawasan Tanah Abang.
Kendati Yogie, Putri, Ririn, Kevin, dan sejumlah penumpang lainnya punya siasat, mereka tetap berharap ada solusi dari pemerintah. Kekhawatiran mereka kian bertambah dengan wacana bakal pensiunnya puluhan gerbong KRL.
Di sisi lain, PT KCI menganjurkan penumpang dapat menggunakan aplikasi C-Access untuk melihat jadwal perjalanan, posisi secara real time, dan memantau kepadatan stasiun.
Rencana impor KRL
Sebelumnya, PT KCI berencana mengimpor 29 rangkaian kereta (train set) yang terdiri dari 348 gerbong dari East Japan Railway Company (JR-East) untuk menggantikan rangkaian-rangkaian yang sudah dioperasikan nonstop 15 tahun terakhir. Sepuluh di antaranya didatangkan pada 2023, sementara 19 sisanya pada 2024.
Kepadatan calon penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan, saat jam sibuk, Selasa (11/4/2023) sore. Kepadatan paling parah terjadi di peron 12 dan 13, yakni tujuan akhir Stasiun Bogor.
Namun, rencana tersebut tidak didukung Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Septian Hario Seto di Jakarta, Kamis (6/4/2023). Pernyataan itu berdasarkan hasil tinjauan (review) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diterima pada Rabu (29/3/2023).
”Kami sudah sempat ada rapat eselon I untuk membahas masalah ini. Kami minta PT KCI melakukan review terhadap operasi mereka saat ini dan mengoptimalkan sarana yang ada. Kami juga minta dilakukan retrofit (modernisasi mesin) atas sarana-sarana yang saat ini ada atau akan pensiun,” kata Seto.
Berdasarkan data BPKP, pada 2019, PT KCI dapat melayani 336,3 juta penumpang dengan 1.078 gerbong. Setelah pandemi pada 2023, jumlah penumpang menurun jadi 293,6 juta, sementara jumlah gerbong kereta naik menjadi 1.114, dengan okupansi tahunan 62,75 persen.
”Overload memang terjadi pada peak hour (puncak keramaian), bisa mencapai di atas 900.000 (penumpang). Tapi, ini masih lebih kecil dibandingkan 2019, di mana rata-rata penumpang (saat peak hour) adalah 1,1 juta (penumpang),” kata Seto. (Kompas 6/4/2023).