Dituntut 20 Tahun Penjara, Dody Ajukan Diri Jadi ”Justice Collaborator”
Terdakwa Dody Prawiranegara dinilai telah mengungkap seluruh fakta peredaran narkoba yang melibatkan jenderal bintang dua di kepolisian.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum menuntut hukuman Ajun Komisaris Besar Dody Prawiranegara 20 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar dalam perkara peredaran narkotika bersama Inspektur Jenderal Teddy Minahasa. Kuasa hukum Dody segera mengajukan bekas Kepala Kepolisian Resor Bukittinggi itu sebagai justice collaborator atau saksi pelaku.
Senin (27/3/2023), Pengadilan Negeri Jakarta Barat menyelenggarakan sidang tuntutan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih. Jaksa penuntut umum terdiri dari Arya Wicaksana dan tim. Sementara kuasa hukum Dody dalam sidang tersebut adalah Adriel Viari Purba, Daniel Hutabarat, dan tim.
Jaksa menyatakan, terdakwa Dody terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan berupa Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Keputusan ini membukukan fakta-fakta hukum yang memberatkannya dalam persidangan.
”Terdakwa telah menukar dan menjadi perantara dalam jual beli narkotika jenis sabu. Terdakwa merupakan anggota kepolisian RI dengan jabatan Kapolres Bukittinggi. Seharusnya terdakwa sebagai penegak hukum memberantas narkotika, tetapi terdakwa melibatkan diri dalam peredaran narkotika sehingga tidak mencerminkan aparat penegak hukum yang baik di masyarakat,” tutur salah seorang jaksa.
Perbuatan Dody juga disebut telah merusak kepercayaan publik terhadap penegak hukum di instansi yang anggotanya mencapai lebih kurang 400.000 personel. Dody juga dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika. Dody telah mengakui dan mengaku bersalah dalam perkara tersebut.
”Untuk itu, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dody Prawiranegara selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara dikurangi masa tahanan,” kata jaksa.
Fakta persidangan menyebut, Dody awalnya mendapat perintah dari bekas Kepala Polda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa untuk menukar 10 kilogram (kg) dari total 41,4 kg barang bukti sabu hasil pengungkapan Polres Bukittinggi dengan tawas. Perintah ini disampaikan melalui pesan singkat pada 17 Mei 2022.
Dalam pesan itu, Teddy menyebut penukaran itu untuk bonus anggota. Dody sempat menolak karena tidak berani dan tidak berpengalaman dalam menjual sabu.
Berikutnya, Teddy beberapa kali mengirim pesan perintah serupa dan menemui Dody secara langsung untuk memintanya menjual sabu. Hingga pada 14 Juni 2022, atau sehari sebelum agenda pemusnahan barang bukti sabu, Dody menyuruh tangan kanannya, Syamsul Maarif, menukar hanya 5 kg sabu dengan tawas.
Teddy lalu meminta Dody menghubungi Linda Pujiastuti alias Anita sebagai kenalan Teddy. Sesuai arahan Teddy, selanjutnya Dody dan Syamsul membawa 5 kg sabu ke Jakarta Barat lewat jalur darat pada akhir September 2022.
Dody memerintahkan Syamsul untuk berpura-pura menjadi dirinya dan bertransaksi dengan Linda. Mereka berhasil menjual 1 kg lebih sabu dan mendapatkan Rp 300 juta. Peredaran narkoba itu kemudian terbongkar oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya pada Oktober 2022. Sebanyak 1,7 kg sabu telah diedarkan dan 3,3 kg sisanya disita aparat.
Saat ditanya hakim, kuasa hukum Dody meminta waktu 14 hari untuk mengajukan pleidoi atau pembelaan. Namun, hakim hanya memberikan waktu seminggu untuk Dody membuat pleidoi sehingga sidang dilanjutkan pada Rabu (5/4/2023).
Kuasa hukum Dody Prawiranegara juga mengajukan permohonan status justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum. Permohonan itu diajukan kepada majelis hakim.
”Kami ingin mengajukan permohonan status JC terhadap terdakwa Dody Prawiranegara di mana mulai dari awal proses penyidikan, penuntutan, sampai persidangan sudah mengungkap seluruh fakta-fakta, membongkar semuanya sampai jenderal bintang dua,” kata Daniel Hutabarat, salah seorang pengacara Dody.
Tim kuasa hukum Dody juga mengajukan justice collaborator untuk terdakwa Linda Pujiastuti yang turut menjalani penuntutan oleh jaksa. Linda terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Ia pun dituntut hukuman 18 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar yang dapat diganti 6 bulan penjara.
Kami ingin mengajukan permohonan status JC terhadap terdakwa Dody Prawiranegara di mana mulai dari awal proses penyidikan, penuntutan, sampai persidangan sudah mengungkap seluruh fakta-fakta, membongkar semuanya sampai jenderal bintang dua.
Perkara ini berawal saat Linda meminta ongkos kepada Teddy untuk menjual keris milik Teddy ke Brunei Darussalam. Linda, yang dalam persidangan mengaku sebagai istri siri Teddy, diduga disuruh Teddy mendapatkan uang dengan menjual sabu. Linda lalu dikenalkan dengan Dody yang diperankan Syamsul.
Sabu yang distribusinya diperantarai Syamsul dijual Linda kepada bekas Kapolsek Kalibaru, Jakarta Utara, Komisaris Kasranto. Linda memegang 3 kg sabu yang akan diberikan kepada Kasranto secara bertahap. Namun, Kasranto baru menerima 1,7 kg sabu yang di antaranya dijual ke Kampung Bahari di Tanjung Priok, Jakarta Utara, serta keuntungan Rp 70 juta.
Sidang tuntutan Linda dilanjutkan dengan sidang tuntutan terhadap Kasranto. Perwira menengah tingkat satu di kepolisian itu dituntut hukuman 17 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara.