7.450 Anak di Jakarta Idap TBC, Tengkes Diwaspadai sebagai Faktor Pemicu
Kolaborasi pemerintah daerah, swasta, dan komunitas digencarkan untuk memutus mata rantai penyakit tersebut.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti (kedua dari kiri) dan Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Uus Kuswantoro (kedua dari kanan) di Rusun Albo, Cakung Barat, Jakarta Timur, Selasa (21/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 7.450 anak di wilayah DKI Jakarta dilaporkan masih menjalani pengobatan karena tuberkulosis atau TBC. Faktor tengkes diwaspadai sebagai pemicu infeksi menular ini, terutama pada anak-anak di usia dini. Kolaborasi pemerintah daerah, swasta, dan komunitas digencarkan untuk memutus mata rantai penyakit tersebut.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta jelang Hari Tuberkulosis Sedunia 24 Maret 2023 menggalakkan skrining (pemindaian) dan penanganan TBC dengan tengkes atau stunting. TBC adalah infeksi yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis dan menyerang organ tubuh berpembuluh darah. Adapun tengkes adalah masalah gagal tumbuh pada anak di bawah usia lima tahun yang menyebabkan tubuh pendek akibat kekurangan gizi kronis.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti, ditemui dalam acara Kolaborasi Penanganan Stunting Provinsi DKI Jakarta, Selasa (21/3/2023), mengatakan, dua masalah kesehatan pada anak itu perlu ditangani karena keduanya saling berhubungan dan memiliki timbal balik.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Warga mengonsultasikan gizi anak dengan petugas puskesmas di Rusun Albo, Cakung Barat, Jakarta Timur, Selasa (21/3/2023).
”TBC adalah salah satu penyakit penyerta yang bisa dialami anak tengkes karena secara kronis bisa menyebabkan asupan makan gizinya kurang terpenuhi. Jadi, untuk anak tengkes, kita perlu koreksi tidak hanya dengan pemberian makanan tambahan atau pemulihan, tetapi juga koreksi kalau ada penyakit,” katanya di Cakung, Jakarta Timur.
Adapun jika warga menemukan seorang anak balita mengidap TBC, kata Widyastuti, penyakit ini juga perlu segera ditangani karena bisa menjadi pemicu masalah gizi kronis yang berujung pada tengkes. Seperti diketahui, TBC dapat mengakibatkan hilangnya nafsu makan selain gejala batuk berdahak yang berkepanjangan jika menyerang paru.
Sampai hari ini, di Jakarta tercatat ada 7.450 anak penderita TBC. Jumlah itu mencapai 16,4 persen dari total 45.320 pasien TBC yang sedang ditangani atau diobati di wilayah Jakarta. Adapun anak penderita tengkes menurut data 2022 jumlahnya sekitar 110.000 anak balita atau 14 persen dari total populasi 790.000 anak balita.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Kegiatan skrining TBC oleh puskesmas di Rusun Albo, Cakung Barat, Jakarta Timur, Selasa (21/3/2023).
”Saat ini, DKI Jakarta gencar dengan program TOSS, sesuai tagline pemerintah pusat, yaitu 'temukan sampai sembuh'. Kita secara proaktif lewat teman-teman puskesmas dan tim komunitas, seperti kader jumantik dan dasawisma, untuk mencari pasien terduga TBC. Kami juga mengumpulkan data dari rumah sakit swasta,” jelasnya.
Untuk penanganan tengkes, Pemprov DKI juga sudah aktif mencanangkan program sesuai siklus kehidupan. Ini dimulai dari program skrining kesehatan dan sosialisasi gizi untuk perempuan usia pelajar, lalu kepada calon pengantin yang akan memiliki anak, ibu mengandung, dan pemeriksaan pertumbuhan anak rutin sampai usia 59 bulan.
Uus Kuswantoro, Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, pada kesempatan sama menyampaikan pesan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono agar pengumpulan data terkait masalah kesehatan ini selalu dilakukan secara cepat dan tepat.
”Dengan data itu, pemprov bisa mengambil langkah-langkah yang strategis, cepat, tepat, dan akurat,” ucapnya.
Sejauh ini, kerja sama pemerintah, swasta, dan komunitas sudah menghasilkan kebijakan yang sesuai dan berdampak pada pemberantasan penyakit TBC hingga tengkes. Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia Kementerian Kesehatan, prevalensi tengkes di Jakarta terus menurun. Pada 2022 bahkan mencapai level terendah selama tujuh tahun terakhir yang pernah mencapai angka 23 persen.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Warga mengecek kondisi kesehatan terkait gejala TBC ke petugas puskesmas di Rusun Albo, Cakung Barat, Jakarta Timur, Selasa (21/3/2023).
Kolaborasi pun diharapkan terus terjalin karena kompleksitas masalah kesehatan ini. Kolaborasi ini salah satunya untuk mendukung pembiayaan bantuan, seperti bantuan makanan bergizi untuk mencegah tengkes pada anak balita.
”Untuk menangani terbatasnya asupan makanan, misalnya, semua OPD (organisasi perangkat daerah) yang ada kaitannya dengan penanganan stunting diikutsertakan, demikian dengan swasta, semua digabungkan,” kata Uus.