Ritel Lokal, Bertahan dari Beragam Gempuran
Ritel lokal berhasil bertahan menghadapi beragam gempuran, termasuk kehadiran ritel asing. Masyarakat juga masih menjadikan ritel lokal pilihan. Apa kuncinya?

Toserba Yogya di Jalan Dramaga, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/3/2023).
Ritel lokal menghadapi beragam gempuran, mulai dari kehadiran ritel asing, kemunculan pandemi Covid-19, hingga perubahan perilaku konsumen seiring perkembangan zaman. Dengan inovasi, ritel lokal berhasil bertahan.
Endang Yudhi berdiri di depan pintu masuk Toserba Yogya di Jalan Raya Dramaga, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/3/2023). Sebelumnya, Manajer Regional Bogor Raya Yogya Group ini menghitung jumlah kendaraan yang terparkir untuk memastikan jumlah pembeli yang datang. Itu penting untuk menakar efek pembukaan ritel lokal lain, Hari Hari Swalayan, yang terpaut jarak hanya 650 meter.
”Saya perhatikan, sih, jumlah pembeli masih aman,” tutur Endang Yudhi, yang membawahi Toserba Yogya di wilayah Bogor, Sukabumi, Depok, dan Jakarta.
Toserba Yogya, yang merupakan bagian dari Yogya Group, merupakan salah satu ritel lokal yang berhasil bertahan dari beragam gempuran. Persaingan dengan sesama ritel lokal hanya satu dari sekian tantangan yang pernah dan harus dilalui Yogya.
Sebelumnya, Yogya mesti menghadapi persaingan dengan ritel asing bermodal kuat dan tergabung grup korporasi besar. Di Bogor, misalnya, Yogya telah berdiri sejak 1993, tepatnya di Jalan Suryakencana. Namun, menjelang awal 2000-an, mulai bermunculan ritel asing seperti Carrefour dan Hero.

Warga antre berbelanja aneka kebutuhan pokok di Pasar Swalayan Hari Hari Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Senin (20/4/2020). Selama masa pandemi virus korona ini, sejumlah pasar swalayan penyedia kebutuhan pokok tak pernah sepi pengunjung. Selain berbelanja melalui daring untuk menghindari penyebaran virus korona, pasar swalayan juga masih menjadi pilihan sebagian masyarakat untuk berbelanja aneka kebutuhan pokok.
Baca juga: Pusat Perbelanjaan Pulih, Ritel Masih Hadapi Tantangan
Berdasarkan catatan Kompas, kemunculan ritel asing bermula dari masuknya dua raksasa ritel Perancis, Continent dan Carrefour, yang memperkenalkan konsep hipermarket. Disusul dengan Giant dari Malaysia. Carrefour kemudian mengakuisisi Continent, Hero Group mengakuisisi Tops, dan Hero Group kemudian bergabung dengan Giant mengembangkan jaringan hipermarket Giant. Pada 2012, Carefour diakuisi PT Trans Retail Indonesia dan berubah nama dan konsep menjadi Transmart.
Walakin, musim gugur menerpa ritel-ritel besar sejak 2019. Puncaknya terjadi saat pandemi Covid-19. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencatat, selama periode Maret-Desember 2020, rata-rata ada 5-6 gerai yang terpaksa tutup setiap hari. Per Januari-Maret 2021, rata-rata ada 1-2 toko yang tutup dalam sehari. Salah satu yang menutup seluruh gerainya di Indonesia adalah Giant pada 2021. Sebelumnya, peritel besar lainnya sudah terlebih dahulu menutup sebagian atau semua gerainya akibat terimbas pandemi (Kompas, 4/6/2021).
Di tengah musim gugur itu, Yogya dan ritel lokal lain tetap bertahan. Endang Yudhi mengatakan, pihaknya memang terpaksa menutup gerai pertama Yogya di Bogor. Namun, alasannya bukan karena pandemi melainkan gedungnya yang sudah tidak lagi mendukung operasional gerai. Kendati satu gerai tutup, tiga lainnya masih berdiri di Bogor. Total terdapat 85 gerai Yogya, yang sebagian besar ada di wilayah Jawa Barat.

Suasana Toserba Yogya di Jalan Dramaga, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/3/2023).
Lantas, apa yang membuat Yogya berhasil bertahan di tengah musim gugur?
Menurut Yudhi, jawabannya adalah inovasi. Ketika pandemi, misalnya, pihaknya membuka layanan pesan daring via Whatsapp dan juga menyediakan pesan daring melalui situs web. Dengan pemesanan via Whatsapp, pembeli menjalankan komunikasi dua arah dengan customer service Yogya. Berbeda dengan pemesanan melalui situs web yang hanya searah.
”Kenapa itu inovasi dan keunggulan kami untuk bertahan? Karena itu membantu pembeli memenuhi kebutuhannya saat pandemi. Mereka bisa pesan hanya dengan kirim Whatsapp, juga bisa menyesuaikan pesanan dengan keinginan seperti saat beli angsung. Misalnya, beli daging dan minta sekalian dipotong,” tutur Yudhi.
Kendati tak mau merinci jumlahnya, Yudhi mengatakan, terjadi lonjakan pembeli pada 2020-2022 yang memesan via Whatsapp. Pemanfaatan teknologi digital itu yang kemudian menjadi salah satu penopang Yogya menghadapi pembatasan kala pandemi Covid-19. Selepas pagebluk mereda, pembeli yang belanja melalui Whatsapp pun tetap ada.

Manajer Regional Bogor Raya Yogya Group Endang Yudhi berpose di depan Toserba Yogya di Jalan Dramaga, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/3/2023).
Baca juga: Sektor Ritel Dorong Transformasi Digital
Inovasi lain berupa pelibatan produk lokal untuk dijual. Yudhi mencontohkan, gerai-gerai Yogya di Bogor menjual produk-produk yang juga berasal dari Bogor, seperti Kopi Liong Bulan dan Kecap Zebra. Masuknya produk lokal ini turut menggaet konsumen yang memang sudah mengenal produk tersebut.
Di sisi lain, Yudhi mengatakan, Yogya terbantu karena memiliki konsumen loyal, yakni mereka yang memiliki kartu member. Dari data penjualan, lebih dari 50 persen pembeli merupakan pemegang kartu member. Mereka biasanya konsumen yang sudah terbentuk sejak Yogya pertama dibuka.
Zakia (38), misalnya, telah menjadi member Yogya Dramaga sejak toserba itu dibuka pada 2015. Pekerja swasta ini mengatakan, ia kerap memanfaatkan kartu member untuk mendapatkan diskon-diskon dari Yogya. Adanya banyak diskon, kata Zakia, menjadi salah satu alasan kuat dirinya berbelanja di Yogya.
”Selain jaraknya juga dekat dari rumah dan memang sudah terbiasa belanja di sini,” tutur ibu satu anak ini saat ditemui seusai belanja di Yogya Dramaga, Jumat (17/3). Zakia menjadi salah satu pembeli yang pernah mencoba memesan belanjaan melalui Whatsapp ketika pembatasan akibat pandemi masih ketat.
Selain Yogya, ritel-ritel lokal lain, seperti Tip Top, Hari Hari, atau Naga Swalayan, juga masih bertahan. Masyarakat bahkan masih menjadikan ritel-ritel lokal itu sebagai pilihan utama untuk berbelanja. Itu tak lepas dari harga murah dan kerap ada promo atau diskon. Pada pembukaan Hari Hari di Dramaga, Bogor, promo beli satu gratis satu menjadi salah satu penggaet masyarakat. Lukita (32), misalnya, rela datang, berdesakan, dan mengantre berjam-jam di kasir hingga sore untuk memanfaatkan promo saat membeli kebutuhan pokok. Dari rumahnya yang berjarak lebih kurang dua kilometer dari gerai Hari Hari, Lukita harus menempuh kemacetan sejak pagi akibat banyaknya masyarakat yang juga memburu promo.
Di Twitter, warganet yang ramai-ramai membandingkan ritel lokal dengan ritel asing dan ritel besar juga menyinggung terkait harga. Sebagian besar menganggap ritel asing dan ritel besar menetapkan harga yang jauh lebih mahal. Sementara itu, ritel lokal sering mengadakan promo berupa diskon. Selain promo, faktor lokasi sangat menentukan keberhasilan ritel lokal bersaing dengan ritel asing.
Warganet menganggap ritel asing kerap berada di lokasi yang tidak strategis. Berbeda dengan ritel lokal yang mudah dijangkau, bahkan jika menggunakan kendaraan umum. Kenyamanan tempat, seperti bangunan yang tidak terlalu luas, juga turut menjadi faktor masyarakat memilih bertahan berbelanja di ritel lokal.

Suasana hari pembukaan gerai Hari Hari Swalayan di Jalan Dramaga, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/3/2023). Hingga menjelang petang tampak suasana masih ramai oleh pembeli yang memanfaatkan promo beli satu gratis satu.
Baca juga: Nasib Ritel Modern yang Terimbas Pandemi
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, inovasi memang merupakan suatu keniscayaan bagi ritel-ritel lokal agar bisa bertahan. Namun, inovasi itu tidak hanya dalam promosi produk dengan diskon dan sejenisnya, tetapi juga pelayanan, keterbaruan, dan pemanfaatan teknologi digital. Ini penting mengingat pola belanja konsumen dinamis dan pelaku ritel perlu terus beradaptasi dengan perkembangannya.
Terlepas dari itu, lanjut Heri, pemerintah juga perlu mendukung ritel-ritel lokal dengan kebijakan yang pro kepada pelaku bisnis Tanah Air. Sebab, mereka turut menggerakkan roda perekonomian. Kebijakan-kebijakannya, antara lain, berupa aturan soal kesetaraan pajak antara ritel luring dan daring. Perlu juga aturan terkait standardisasi barang yang dijual.
Jika barang yang dijual di ritel luring berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia), barang di ritel daring juga harus memenuhi standar yang sama. Heri mengatakan, jangan sampai barang yang dijual di daring di bawah standar dan malah membahayakan.
”Kebijakan-kebijakan ini agar peritel dapat bertahan dan terus berkembang. Tentunya dukungan dalam bentuk kebijakan itu di luar insentif atau stimulus-stimulus yang bisa diberikan pemerintah kepada peritel,” tuturnya.
Ritel-ritel lokal berhasil bertahan dari beragam gempuran dan masih menjadi pilihan masyarakat. Inovasi tidak hanya menjadi kunci untuk menggaet hati pembeli, tetapi juga agar terus bertahan menjawab kebutuhan mereka seiring perkembangan zaman.