Penumpang Butuh Jembatan Penyeberangan dan Halte Transjakarta yang Inklusif
Tuntutan fasilitas publik yang inklusif semakin diperlukan. Hal ini berkaitan dengan upaya pemerintah membuat masyarakat semakin nyaman di transportasi publik di tengah kemacetan kota yang semakin parah.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
NASRUN KATINGKA
Amina (depan) dan Ranil (belakang), dua warga lansia yang sedang melewati jembatan penyeberangan orang atau JPO, seusai keluar dari Halte Transjakarta Bidara Cina, Jakarta Timur, Rabu (15/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Penumpang transportasi publik terus menanti fasilitas yang inklusif. Sejumlah kalangan, seperti penumpang Transjakarta lanjut usia dan penyandang disabilitas, mengharapkan jembatan penyeberangan orang atau JPO terkoneksi dengan halte sehingga mudah diakses.
Aminah (65), warga Bidara Cina, Jakarta Timur, cukup sering menggunakan bus Transjakarta. Kendati tidak setiap hari, saat harus berkunjung ke rumah keluarga atau ke pasar, dia hanya bisa mengandalkan bus Transjakarta.
Pada Rabu (15/3/2023), Amina harus berjibaku di JPO ketika hendak turun dari Halte Transjakarta Bidara Cina menuju rumahnya di Jalan Kebun Sayur. Dia terpaksa menapaki 30 meter awal jalur jembatan penyeberangan orang (JPO) seusai keluar dari Halte Transjakarta Bidara Cina.
”Haltenya kurang mendukung buat kita yang sudah berumur. Harus istirahat beberapa kali untuk melewati jembatan yang panjang ini. Kalau bisa, ada jalur khusus buat lansia seperti di stasiun KRL buat nyebrang,” tutur Amina saat beristirahat.
Amina, yang membawa barang belanjaan dari Pasar Kramat Jati, melanjutkan perjalanan lagi menapaki JPO sejauh sekitar 50 meter dengan sudut kemiringan 20-30 derajat tersebut. Baru kemudian dia menuruni 30 anak tangga dan berjalan kaki lagi menuju rumahnya di Jalan Kebun Sayur.
Ranil (77), seorang warga lansia, saat sedang melewati jembatan penyeberangan orang atau JPO, seusai keluar dari Halte Transjakarta Bidara Cina, Jakarta Timur, Rabu (15/3/2023).
Bersamaan dengan Amina, Ranil (77) juga melewati jalur yang dilalui Amina. Ranil akan melanjutkan perjalanan ke Bekasi menggunakan angkutan kota (angkot).
Dengan menggunakan payung sebagai penopang, Ranil menapaki jalan JPO dan puluhan anak tangga tersebut untuk menuju pemberhentian angkot di Jalan Otto Iskandardinata.
”Beruntungnya tidak setiap hari saya melewati jalur ini. Tapi kalau harus lewat, ya, lumayan menguras stamina buat orang yang berusia lanjut seperti saya,” ucapnya dengan sesekali menghela napas setelah berhasil menjangkau halte angkot.
Jalur panjang
Sejumlah JPO penghubung halte di Jakarta memang cukup panjang. Misalnya, JPO di halte-halte sepanjang jalan layang tol dari Halte Stasiun Jatinegara hingga Halte Tanjung Priok.
Seorang calon penumpang bus Transjakarta di Halte Sunter Kelapa Gading memilih menyeberangi jalan raya, ketimbang harus melalui jembatan penyeberangan orang, Rabu (15/3/2023).
Di Halte Sunter Kelapa Gading, Jakarta Utara, misalnya, calon penumpang harus berkelok-kelok naik turun melewati jalur JPO sepanjang 200-300 meter untuk mencapai ruang tunggu halte. Tidak jarang banyak penumpang memilih memangkas jarak dengan menyeberang di jalan raya yang tidak memiliki jalur penyeberangan pejalan kaki (zebra cross).
Faris (32), calon penumpang Transjakarta dari arah Mall Artha Graha, memilih memotong jalan di tengah ramainya lalu lintas kendaraan di Jalan Yos Sudarso. ”Umur masih gesit dan mendukung melewati jalan. Enggak tahu nanti kalau sudah tua harus melewati JPO yang panjang ini,” katanya.
Pengamat tata kota, Nirwono Joga, berpendapat, pentingnya menghadirkan fasilitas umum dan sosial yang ramah bagi semua kalangan di tengah semakin gencarnya pemerintah merevitalisasi halte dan JPO. Mirisnya, kata dia, mayoritas JPO di Jakarta, justru didesain tidak inklusif buat warga lansia, ibu hamil, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
Jembatan penyeberangan orang (JPO) Halte Transjakarta Bank Indonesia di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, mulai dibongkar untuk pekerjaan konstruksi fase 2 MRT Jakarta, Minggu (6/9/2020).
”Halte, JPO, serta semua fasos dan fasum kota harus dirancang ramah lansia, misalnya lift, tangga eskalator. Bisa juga dengan zebra cross/pelican crossing serta tersedianya petugas yang memahami perilaku dan kebutuhan lansia,” ujar Nirwono.
Keberadaan sejumlah petugas Transjakarta yang peka terhadap kebutuhan penumpang menjadi penting. Hal ini akan memudahkan mobilitas para penumpang yang memerlukan bantuan. Seperti yang terjadi di Halte Transjakarta Pasar Induk Kramat Jati.
Saat itu Nadira, petugas Halte Transjakarta sedang berjaga, dalam waktu bersamaan harus menyeberangkan dua orang tunanetra. Dengan keadaan zebra cross yang ramai dengan lalu lintas kendaraan, Nadira harus bergantian menuntun dua orang tersebut di dua jalan berbeda.
”Ya, beberapa kali, kalau ada lansia atau orang sekiranya butuh pertolongan petugas kami akan bantu,” ujar Nadira.
Seorang petugas (rompi biru) di Halte Transjakarta Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, sedang membantu seorang penyandang disabilitas menyeberang, Rabu (15/3/2023).
Dihubungi secara terpisah, arsitek Marco Kusumawijaya menyebut, JPO yang ideal seharusnya on grade (pada tanah). Kendaraan yang harus mengalah kepada pejalan kaki.
”Kenyataannya di beberapa tempat, seperti di Dukuh Atas bisa diimplementasikan. Jalan tol seharusnya turun ke level bawah tanah. Program pengurangan penyeberangan orang di atas jembatan harus berjalan seiring dengan peningkatan sistem angkutan umum,” ucapnya.
Upaya revitalisasi
Dalam catatan Kompas, Dinas Bina Marga DKI dan Transjakarta sedang gencar melakukan revitalisasi di sejumlah JPO dan halte. Transjakarta akan merevitalisasi 26 halte, termasuk penambahan empat halte baru pada tahun 2023. Revitalisasi tersebut merupakan kelanjutan dari revitalisasi 46 halte yang tengah berjalan sejak April 2022.
”Revitalisasi halte mempertimbangkan usia bangunan halte yang berdiri sejak 2004 serta ragam komplain termasuk keramahan dengan penyandang disabilitas,” kata Kepala Divisi Sarana dan Prasarana PT Transportasi Jakarta Trijatmi Erawati (Kompas (28/12/2022).
Adapun dari catatan Dinas Bina Marga DKI Jakarta, total ada 342 JPO di seluruh DKI Jakarta, baik yang lama maupun baru. Dari jumlah ini 21 JPO punya lift jadi bisa diakses para difabel dan orang lansia.
Dalam periode 2020-2022, terdapat tujuh JPO yang telah direvitalisasi antara lain JPO Gelora Bung Karno, Matraman, Polda Metro Jaya, hingga JPO Pasar Minggu. Menurut rencana, Dishub akan merevitalisasi 11 JPO pada 2023, antara lain, JPO RS Harapan Bunda, Taman Mini, Mampang Prapatan, hingga JPO UI Salemba (Kompas, 10/11/2022).