Pemerintah daerah berjanji akan intervensi sekolah yang kerap terlibat aksi kekerasan. Sekolah itu direkomendasikan ditutup dan pelajar menerima surat hitam dari kepolisian sebagai bukti pernah bermasalah dengan hukum.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
DOKUMENTASI HUMAS POLRESTA BOGOR
Dua pelaku pembacokan pelajar AS (16) dihadirkan dalam jumpa pers, Selasa (14/3/2023), di Polresta Bogor.
BOGOR, KOMPAS — Dalam sepekan terakhir, tiga pelajar di Bogor, Jawa Barat, tewas dalam kasus kekerasan. Pemerintah Kabupaten Bogor dan Pemerintah Kota Bogor berharap diberikan kewenangan untuk menutup sekolah bermasalah hingga memasukkan pelajar yang terlibat kekerasan ke dalam ”daftar hitam” sebagai efek jera.
Peristiwa pertama adalah pengeroyokan oleh sejumlah pemuda kepada TN (15), pelajar SMP Negeri 1 Parung, sehingga korban meninggal. Insiden terjadi seusai pertandingan futsal di Desa Parung, Parung, Kabupaten Bogor, Senin (6/3/2023).
Dari hasil pemeriksaan sementara Kepolisian Sektor Parung, pengeroyokan berujung maut itu bermula saat pelajar SMPN 1 Parung (Nepar) kalah dalam pertandingan futsal melawan pelajar SMP Yayasan Pendidikan Islam Annaimuniyah (Yapia). Dalam pertandingan tersebut, siswa kedua sekolah sepakat untuk taruhan Rp 200.000. Namun, siswa SMPN 1 Parung yang kalah pertandingan tidak mau membayar uang taruhan tersebut.
Pihak siswa SMPN 1 Parung beralasan, SMP Yapia banyak menggunakan pemain luar sekolah. Karena tidak membayar dan dituduh menggunakan pemain luar, hal itu memicu kemarahan sejumlah pelajar hingga alumni sekolah Yapia yang menyaksikan pertandingan.
”Di situ, saat anak-anak Nepar hendak pulang, mereka dihadang menggunakan senjata tajam. TN terjatuh dan dibacok pelaku dengan senjata tajam,” kata Kepala Kepolisian Sektor Parung Komisaris Sularso, Selasa (14/3).
DOKUMENTASI HUMAS POLRESTA BOGOR
Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Bismo Teguh Prakoso menunjukkan senjata tajam yang digunakan pelaku pembacokan pelajar SMK Bina Warga 1, Kota Bogor, Selasa (14/3/2023).
Tim Polsek Parung menangkap lima pelaku, yakni MF (16), GP (16), AM (18), IS (20), dan S (15). Pihak kepolisian masih mendalami kasus serta mengejar empat pelaku yang masih buron.
Peristiwa kedua, perkelahian bersenjata antara YV (17) dan MT (18), Rabu (8/3/2023), di Rancabungur, Kabupaten Bogor. Akibat perkelahian itu, YV tewas, sedangkan MT terluka parah dan masih dalam perawatan di RSUD Kota Bogor. Polisi masih menunggu korban sembuh untuk melanjutkan pemeriksaan.
Terbaru, peristiwa pembacokan kepada AS (16), pelajar SMK Bima Warga 1, saat hendak menyeberang jalan di lampu merah Pomad, Jalan Raya Jakarta-Bogor, Ciparigi, Bogor Utara, Kota Bogor, Jumat (10/3).
Dua dari tiga pelaku yang terlibat pembacokan ditangkap Kepolisian Resor Kota Bogor, Senin (13/3). Mereka adalah SA (18) dan MA (17). Satu pelaku lain, ASR (17) masih dalam pengejaran. Polisi juga menangkap satu orang karena terbukti menyembunyikan pelaku pembacokan.
”ASR masih buron. Dia yang membacok korban. Ternyata ASR ini pernah tersandung kasus penjambretan,” ujar Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Bismo Teguh Prakoso.
Berawal dari medsos
Tindak kekerasan yang dilakukan tiga pelajar itu berawal dari tantangan di media sosial. Ketiganya berboncengan menyusur jalan dengan senjata tajam dan justru menyasar secara acak pelajar yang mereka temui di jalan. Padahal, dari pemeriksaan, AS tak pernah terlibat dalam aksi provokasi melalui media sosial.
”ASR duduk di belakang dan membacok korban, MA yang mengendarai motor sekaligus pemilik senjata tajam, SA duduk di tengah yang membuang barang bukti,” ujar Bismo.
DOKUMENTASI HUMAS POLRESTA BOGOR
Polresta Bogor menangkap dua pelaku pembacokan pelajar AS (16) dan menghadirkannya dalam jumpa pers, Selasa (14/3/2023).
Menyusul insiden itu, Polresta Bogor mendatangi pihak siswa di sekolah korban dan mengimbau agar jangan ada aksi balas dendam. ”Biarkan proses penegakan hukum berjalan secara profesional. Jadi, tidak ada reaksi balas dendam atau reaksi balasan,” kata Bismo.
Selain itu, polisi juga memberikan nomor telepon aduan jika pihak sekolah atau pelajar membutuhkannya. Nomor 087810010057 bisa dihubungi jika merasa ada hal yang mencurigakan dan butuh perlindungan. Bahkan, nomor itu bisa dihubungi pihak sekolah jika merasa salah satu muridnya ada masalah di lingkungan keluarga atau terkait apa pun yang dirasa butuh bantuan.
Intervensi pemda
Kasus beruntun yang terjadi di Bogor membuat pemerintah daerah setempat menyesalkan tindakan kekerasan pelajar tersebut. Pemerintah daerah berjanji akan mengintervensi sekolah yang kerap terlibat tawuran atau aksi kekerasan.
Pelaksana Tugas Bupati Bogor Iwan Setiawan mengatakan, kasus kekerasan pelajar menjadi atensi dan perlu keterlibatan semua pihak agar tidak ada anak-anak menjadi korban sia-sia. Pihaknya berencana mengundang pihak sekolah negeri dan swasta terutama sekolah yang tercatat pelajarnya pernah melakukan aksi tawuran atau tindak kekerasan. Mereka diminta menandatangani pakta integritas. Ini menjadi langkah intervensi oleh pemerintah daerah.
”Hal ini jangan dianggap kecil, satu nyawa sangat berharga. Harus ada kesepakatan pakta integritas sekolah-sekolah tersebut. Tak hanya itu, bila mana pembinaan sekolah kepada anak-anak tidak bisa, maka kami rekomendasikan kepada provinsi (Jawa Barat) untuk tutup sekolah itu,” kata Iwan.
HUMAS POLSEK PARUNG
Senjata tajam yang digunakan pelaku pengeroyokan kepada pelajar hingga tewas. Pengeroyokan terjadi karena salah satu sekolah tidak mau membayar uang taruhan pertandingan futsal pada Senin (6/3/2023), di Parung, Kabupaten Bogor.
Pengawasan totalitas, menurut Iwan, harus dilakukan seluruh pihak, termasuk pihak sekolah, karena terkesan ada pembiaran tindakan kekerasan. Satgas di sekolah juga dinilai tidak maksimal. Kendati sekolah tahu dan ada sanksi pelajar dikeluarkan dari sekolah, itu belum memutus mata rantai kekerasan.
Iwan menilai senioritas di dunia pendidikan masih terjadi. Oknum senior atau alumni ini kerap ikut berkumpul bersama pelajar aktif sehingga berpotensi mendoktrin pelajar terkait rivalitas dengan sekolah tertentu.
”Saat ini, selesai (pelaku ditangkap), tetapi di lapangan ke depan bagaimana? Dikhawatirkan akan ada lagi muncul tindak kekerasan karena masih ada rivalitas itu,” kata Iwan.
Hukuman sesuai aturan. Harus tegas karena sudah sadis, ini bukan lagi kategori kenakalan remaja.
Pemkab Bogor, kata Iwan, akan memperkuat kerja sama dengan Polri dan TNI untuk menekan kekerasan pelajar dan mendeteksi sekolah-sekolah yang kerap tawuran. Wilayah seperti Sukaraja, Cibinong, Citeureup Gunung Putri, Cileungsi, dan beberapa daerah lainnya menjadi peta kawasan rawan kekerasan pelajar. Selain itu, forum komunikasi pimpinan daerah juga akan dikerahkan untuk aktif ke lapangan memberikan edukasi.
Intervensi lainnya, lanjut Iwan, saat ini pihaknya akan berdiskusi dengan Polres Bogor untuk mengeluarkan surat dan memasukkan pelajar yang pernah terlibat tawuran ke ”daftar hitam”. Langkah ini diharapkan bisa memberikan efek jera kepada pelajar jika melakukan tindakan kekerasan.
”Bisa dari SKCK (surat keterangan catatan kepolisian) atau surat kelakuan baik untuk efek jera. Ini ancaman bagi pelajar. Jika ingin mencari pekerjaan, mereka bisa tidak diterima karena pernah berbuat melawan hukum. Saya setuju harus tegas,” tuturnya.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, tindakan hukum tegas harus diterapkan kepada pelaku kekerasan. Ia menilai, meski masih berstatus pelajar atau ada yang di bawah umur, tindakan sadis kalangan pelajar itu dinilai di luar batas.
”Hukuman sesuai aturan. Harus tegas karena sudah sadis, ini bukan lagi kategori kenakalan remaja,” kata Bima.
Ia mengusulkan, pemerintah kota/kabupaten diberikan kewenangan lebih oleh pemerintah provinsi untuk mengatur kebijakan sekolah-sekolah yang bermasalah, terutama pada jenjang sekolah menengah atas (SMA). ”Ada kewenangan bagi pemkab/kota untuk menindak tegas. Jika ada kewenangan itu, saya tutup sekolah, tidak boleh terima murid,” kata Bima.