Musibah dan Berkah Warga Bogor Bersama Tanah Longsor
Bersama longsoran tanah yang memutus akses utama Bogor-Sukabumi, ada musibah-berkah, kesulitan-kemudahan, dan penambahan-pengurangan bagi warga sekitar.
Ibarat dua sisi koin, selalu ada dua hal berlawanan dari setiap peristiwa, termasuk dari bencana yang memutus akses utama Bogor-Sukabumi. Bersama longsoran tanah di Jembatan Cikereteg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ada musibah dan berkah, kesulitan dan kemudahan, serta penambahan dan pengurangan pendapatan bagi warga sekitar.
Acah (50) baru saja selesai membuat tiga cangkir kopi, untuknya dan dua pelanggan, ketika menyadari dinding warung di atas rumahnya retak. Ia bergegas membangunkan suami dan anak-anaknya, lalu meminta mereka naik ke lantai atas, tempat warungnya berada.
Sang suami, Mukhtarudin (52), keluar dan melihat jalanan pun retak. Segera ia menyuruh keluarga, pelanggan, serta tetangga-tetangganya yang juga membuka warung makan untuk mengungsi. Dari seberang jalan, tak lama kemudian, mereka menyaksikan tujuh deret bangunan di sisi barat Jembatan Cikereteg itu ambles.
”Waas pokokna, mah (miris pokoknya). Saya ngelihat rumah teh ngaburusut (memerosot),” kata Acah mengingat rumahnya meluncur menuju sungai pada suatu pagi lima tahun lalu.
Baca Juga: Tiga Korban Longsor di Kota Bogor dalam Pencarian
Hari itu sebenarnya hari pertama Acah kembali membuka warungnya. Seminggu sebelumnya, tengah malam, satu truk berwarna jingga mengarah ke warungnya dengan kecepatan tinggi. Namun, truk pengangkut cadas itu ternyata hanya menumpang lewat. Laju truk terhenti ketika menghantam warung tepat di samping bangunan milik Acah. Di warung itu, adik ipar Acah dan istrinya meninggal tertimpa truk yang terguling ke sisi kanan.
Acah menduga hantaman truk membebani jembatan. Aspal menjadi retak. Tanah menjadi lebih labil. Terlebih, hujan dengan intensitas tinggu terus mengguyur kawasan itu. Akibatnya, longsor pun terjadi.
Pada Senin (27/2/2023), longsor kembali melanda ruas jalan Jembatan Cikereteg, di posisi yang sama dengan lima tahun lalu. Bedanya, warung Acah kini berdiri di sekitar 100 meter dari jembatan. Di area yang dulu ditinggali Acah telah steril dari bangunan.
Sejak Desember 2022, kata Acah, bagian jembatan sebenarnya sudah ambruk. Namun, ruas jalan yang longsor hanya ditutupi seng-seng. Tidak ada upaya memperbaiki jembatan. Kendaraan, termasuk truk-truk bermuatan besar, masih bisa lewat melalui ruas lain yang kondisinya masih bagus. Setelah terjadi lagi longsor sepanjang 28 meter, jalan ditutup total. Akses utama Bogor-Sukabumi terputus.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) DKI Jakarta-Jawa Barat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Wilan Oktavian mengungkap penyebab longsor tersebut. Ia mengatakan, Jembatan Cikereteg sebenarnya merupakan timbunan tanah yang dibuat di zaman penjajahan Belanda. Tanah itu menimbun saluran air di kedalaman 20 meter dengan dimensi 5 meter.
”Di hulu, lebarnya mencapai 20 meter. Maka, ketika air melewati saluran itu, otomatis menyempit. Padahal, aliran sedang deras karena hujan dengan intensitas tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Air pun menggerus tanah sehingga mengakibatkan longsor,” papar Wilan.
Terputusnya akses Bogor-Sukabumi karena longsor membuat pengguna jalan terpaksa menggunakan angkutan kota atau angkot sampai lokasi longsor. Setelahnya, mereka berjalan kaki melewati ruas jembatan yang masih utuh lalu menyambung angkot yang menunggu di seberang. Bagi pengguna kendaraan roda empat atau lebih, mereka dialihkan ke Tol Bocimi (Bogor-Ciawi-Sukabumi). Sementara itu, pengguna kendaraan roda dua melewati jalan alternatif Simpang Tapos-Ratna, Pasar Cikereteg, atau Cigombong.
Baca Juga: Warga Kabupaten Bogor Hidup Berkelindan Bencana
Selain menghambat mobilitas, longsor menjadi musibah bagi perekonomian warga sekitar seperti Acah. Penutupan jalan akibat longsor membuat warung Acah kehilangan pelanggannya. Pelanggan, yang kebanyakan pelaju dan pengguna kendaraan roda empat, memilih melewati Tol Bocimi. Pada Minggu (12/3) siang, Acah tampak memandang ke jalan dari warungnya. Di seberang warung, para sopir angkot trayek Cicurug-Sukasari menunggu penumpang. Warga yang hendak melanjutkan perjalanan pun berlalu-lalang. Tak ada satu pun dari mereka makan di warungnya.
Suami Acah, Mukhtarudin, tak pikir panjang jika ada peluang mendapatkan tambahan penghasilan meski itu membuat sang istri sedih. Ia, misalnya, langsung menyanggupi permintaan warga mengangkut belanjaannya dari Pasar Cikereteg.
”Sejak longsor dan penutupan jalan, pendapatan turun drastis. Biasa dapat Rp 500.000-Rp 1 juta. Sekarang setengahnya saja susah. Kemarin cuma dapat Rp 50.000,” ucap Mukhtarudin.
Penurunan pendapatan juga dialami Ahmad Zulkarnain (48), penjual leupeut di dekat Jembatan Cikereteg. Seperti Acah, sebagian besar pelanggannya menghilang karena memilih lewat Tol Bocimi. Akibatnya, pendapatannya menurun hingga 60 persen dari biasanya. Ia pun berniat membuka warung saat Ramadhan meski tahun-tahun sebelumnya selalu libur sebulan penuh.
”Orang-orang kayak saya, orang-orang kecil, bisanya cuma mengeluh. Makanya, saya berharap perbaikan jembatan cepat kelar, biar semua kembali normal,” tutur bapak empat anak ini.
Baca Juga: Waspada, 162 Pohon Rawan Tumbang di Kota Bogor
Harapan agar perbaikan jembatan segera rampung juga disampaikan pelaju, seperti Ely Rahmawaty. Guru sekolah menengah atas (SMA) ini harus melewati Jembatan Cikereteg ketika berangkat dari rumahnya di Tajur menuju tempat kerjanya di Caringin. Saat akses ditutup, ia terpaksa naik angkot yang melewati Tol Bocimi. Perjalanan memang menjadi lebih singkat, tetapi ongkos yang dikeluarkan menjadi dua kali lipat lebih banyak ketimbang biasanya.
Opsi naik angkot menuju Cikereteg, berjalan melewati jembatan, dan melanjutkan perjalanan dengan angkot berbeda sebenarnya lebih murah. Masalahnya, kata Ely, hujan kerap mengguyur Bogor. Jika kebagian angkot yang kebetulan kosong, ia pun harus menunggu kira-kira 5 menit sampai angkot penuh dan berangkat. Ia beberapa kali telat 10 menit sampai di sekolah karena memilih opsi tersebut.
”Kalau enggak berkorban waktu, ya, berkorban uang. Ini, kan, anak-anak mau ujian, semoga jembatan segera selesai diperbaiki. Biar saya ataupun para siswa juga tidak telat ke sekolah karena perjalanan yang ribet,” ucap Ely.
Sehari setelah longsor, jembatan diperbaiki dengan lebih dulu dibangun jembatan darurat (bailey) di sisi barat. Setelah pembangunan rampung, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berencana membangun jembatan permanen. Pembuatannya ditargetkan tuntas dalam waktu empat bulan.
Baca Juga: Selasa, Akses Bogor-Sukabumi Kembali Terhubung
Rezeki sopir angkot
Berbeda dengan penjual makanan dan pelaju, sopir-sopir angkot justru nyaman dengan penutupan jalan. Bagi para sopir, bencana longsor malah memberi berkah. Alasannya, kata Mas Gozali (53), sopir angkot, karena mereka bisa membagi dua trayek angkotnya menjadi Cicurug-Cikereteg dan Cikereteg-Sukasari. Alhasil, rute perjalanan memendek. Di sisi lain, sopir tidak kesulitan mencari penumpang. Hanya dalam 5 menit, angkot sudah penuh. Para penumpang tidak lagi pilih-pilih angkot seperti biasanya. Para sopir pun hanya perlu bersabar mengantre dengan angkot lain. Penghasilan juga meningkat.
”Dulu, dua rit dari pukul 06.00-12.00 cuma dapat Rp 80.000. Sekarang bisa sampai Rp 150.000. Itu penghasilan bersih ya, yang saya bawa pulang ke rumah,” kata Mas Gozali.
Peningkatan pendapatan juga dirasakan Baihaqy (55), pemilik warung yang jaraknya hanya sekitar 100 meter dari jembatan. Berdiri di seberang tempat angkot ngetem, warung Baihaqy laris karena para sopir kerap membeli rokok, kopi, atau minuman kemasan. Baihaqy pun bisa membuka warungnya hingga tengah malam karena area tersebut ramai dengan penumpang, sopir, calo, dan pengojek.
”Alhamdulillah kenaikannya bisa sampai 200 persen sejak jalan ditutup,” tutur pria yang sudah mendirikan warung sejak tahun 80-an.
Baca Juga: Peringatan Dini Bencana Longsor di Kabupaten Bogor
Longsor di Jembatan Cikereteg bukan satu-satunya yang terjadi di Kabupaten Bogor dalam dua bulan terakhir. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, terdapat 13 peristiwa bencana longsor di daerah tersebut sepanjang Januari 2023. Jumlah itu terbanyak di antara kejadian bencana lainnya dalam kurun yang sama.
Bahkan, BPBD mengeklaim, longsor menjadi salah satu bencana yang paling banyak terjadi di Kabupaten Bogor setiap tahunnya. Selain menimbulkan kerusakan, longsor juga memakan korban jiwa.
Pada Mei 2022, misalnya, longsor terjadi di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Bencana itu mengakibatkan empat warga meninggal dan dua rumah rusak berat. Peristiwa longsor terjadi saat wilayah tersebut dilanda hujan lebat dan kondisi struktur tanah yang labil.
Acah memahami bahwa dirinya tinggal di wilayah yang rawan bencana, terutama kalau terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Ibu sembilan anak ini mengatakan, kerawanan itu membuatnya lebih waspada. Sementara bencana dianggapnya salah satu media belajar. Ia belajar ikhlas ketika rumah terbawa longsor lima tahun lalu dan pendapatan yang hilang saat ini. Menurut dia, Tuhan akan selalu membantunya.
”Belajar, kan, tidak cuma dari sekolah. Dari hidup, dari bencana seperti ini, kita juga bisa belajar. Ada musibah, ada berkah. Ada pendapatan yang turun, ada pendapatan yang naik. Ada pembagian rezeki yang adil. Ya, saya belajar ikhlas saja sambil berharap jembatan segera selesai pembangunannya,” kata Acah dengan mata berkaca-kaca.