Kasus Pencemaran Nama Baik oleh Aktivis HAM Dilimpahkan ke Kejaksaan
Aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti siap dengan bukti-bukti tambahan yang akan disajikan di persidangan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus pencemaran nama baik oleh dua aktivis hak asasi manusia, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, segera berlanjut ke meja hijau setelah pertama kali dilaporkan pada September 2021. Kedua tersangka itu tetap meminta pemerintah tidak antikritik terhadap pendapat publik dan tidak melakukan kriminalisasi.
Senin (6/3/2023), Haris dan Fatia datang ke Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya di Jakarta. Proses hukum terhadap keduanya hari ini memasuki tahap penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polda Metro Jaya kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Pada kesempatan itu, keduanya ditemani pihak kuasa hukum dan sekelompok masyarakat dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi. Beberapa dari mereka membawa poster-poster bernuansa merah dan hitam. Poster-poster itu dihiasi tulisan dan gambar bernada kritik terkait dibungkamnya hak bersuara masyarakat dan kriminalisasi oleh negara.
”Saya, Fatia, tim lawyer, banyak lembaga, dan banyak orang lainnya tidak mau (ini) disidangkan. Itu bukan berarti kami takut. Kami hanya menganggap bahwa negara tidak boleh dan tidak bisa menggunakan kekuasaannya ketika dikritik oleh publik, oleh masyarakat, oleh kelompok advokasi, lalu menggunakan kekuasaannya,” kata Haris selaku Direktur Lokataru.
Seperti diketahui, Haris dan Fatia dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 310, dan Pasal 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Haris selaku Direktur Lokataru dituduh memfitnah Luhut dalam konten video Youtube berjudul ”Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!”. Dalam video, Koordinator Kontras Fatia ikut berdiskusi membahas jejak Luhut dalam proyek tambang Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.
Menghadapi berlanjutnya proses hukum ini, Haris mengaku siap dengan bukti-bukti tambahan yang akan dibuktikan di persidangan. ”Kami akan menggunakan proses itu kalau memang dijalankan untuk membuktikan dan mengajarkan kepada publik bagaimana cara melawan yang baik,” ujar Haris.
Hal yang akan mereka buktikan di persidangan antara lain mengenai tindakan Fatia dan Haris yang tidak dapat dipidanakan karena masih tergolong kritik yang sah terhadap pejabat publik, sekaligus bentuk partisipasi publik dalam rangka pengawasan pemerintahan. Hal ini diatur dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi juga menyebut, apabila dihubungkan dengan kritik terkait lingkungan di Papua, maka keduanya dilindungi oleh Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal itu menyatakan, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.
Selain itu, Bab VI Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan, apabila tindakan yang dilakukan menjadi bagian dari memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, maka penuntut umum harus menutup perkara tersebut demi hukum dengan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2).
”Oleh karena itu, kami mendesak kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menghentikan perkara ini demi hukum. Jika tidak, maka kondisi ini semakin menunjukkan aparat penegak hukum turut menjadi aktor dalam menyempitnya ruang kebebasan,” kata mereka.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ade Sofyansah, dihubungi terpisah, memastikan bahwa proses masih tetap berlanjut sesuai dengan mekanisme hukum yang ada. ”Bahwa tanggal 3 Februari kemarin Kejati DKI, dalam hal ini jaksa peneliti, telah menyatakan berkas dari penyidik lengkap (P21),” kata Ade.
Sesuai agenda, kedua tersangka dan barang bukti dari penyidik Polda Metro Jaya diserahkan kepada tim jaksa penuntut umum yang bertempat di Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Dalam proses ini, Haris dan Fatia memiliki kemungkinan untuk ditahan sesuai penilaian.
”Nanti ada penilaian obyektif dan subyektif dari tim jaksa penuntut umum, apakah perlu dilakukan penahanan atau tidak. Yang pasti, sampai saat ini proses hukum masih tetap berlanjut,” pungkasnya.