Pemulihan Fisik dan Psikis Pengungsi Plumpang Perlu Berjalan Seiring
Luka fisik dan psikis dialami pengungsi kebakaran Depo Pertamina Plumpang. Pemulihan keduanya perlu dilakukan bersamaan.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain cedera fisik, sebagian pengungsi kebakaran Depo Pertamina Plumpang terluka secara psikis. Anak-anak turut merasa sedih dan takut. Oleh karena itu, upaya pemulihan fisik dan psikis perlu dilakukan beriringan.
Salah seorang pengungsi yang mengalami luka fisik dan psikis adalah Sabar (56). Warga RT 012 RW 009 Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, ini menderita luka di kaki kanannya dan kini dibalut perban. Saat menyelamatkan diri sewaktu ledakan terjadi, Jumat (3/3/2023), Sabar terperosok sehingga tulang keringnya menghantam seng bekas.
”Saya lanjut lari meskipun kaki sudah luka karena api sudah mulai menyala,” kata Sabar di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Rasela, Koja, Jakarta Utara, Minggu (5/3/2023).
Sabar tinggal di rumah kontrakan yang berjarak 100 meter dari lokasi ledakan di area Terminal Integrated BBM milik Pertamina atau dikenal sebagai Depo Pertamina Plumpang. Saat menyelamatkan diri, Sabar tak sempat membawa surat-surat berharga serta uang di rumahnya.
Tak cuma ledakan kencang, rumah kontrakan dan hartanya yang habis dilalap api juga membuat Sabar kesulitan tidur. Ia terus terpikir bagaimana memulai hidup kembali setelah barang-barangnya hanya tinggal puing.
Asra’i (44) turut merasakan kesedihan mendalam lantaran rumah dan hartanya hangus terbakar. Warga yang juga tinggal RT 012 RW 009 itu mengatakan, rumahnya baru tiga tahun dibangun dari hasil kerja kerasnya. Di rumah itu juga terdapat uang dan barang-barang berharga, termasuk alat kerja.
Pria yang bekerja sebagai buruh bangunan ini memiliki hampir semua alat untuk membangun rumah, mulai dari mesin penyerut kayu hingga gerinda keramik. Ia menaksir total kerugian mencapai Rp 20 juta.
”Saya juga sedih karena tetangga saya, Mama Beki, jadi korban. Kami cukup dekat karena sama-sama dari Sampang,” ujar Asra’i. Sedikitnya ada dua teman lain yang kehilangan nyawa.
Asra’i mengaku sering ketakutan, khawatir jikaa kembali terjadi ledakan. Apalagi kalau mencium aroma bensin yang mengingatkannya pada bau sesaat sebelum ledakan pada Jumat malam. Aroma itu sangat menyengat dan menyesakkan. Ia bahkan masih merasa tidak enak di tenggorokan dan sering batuk meskipun sudah memeriksakan diri dan diberi obat.
Takut dan sedih juga dirasakan anak-anak korban kebakaran Plumpang. Fahmi (10) dan Embun (9) ingat mereka menyelamatkan diri sambil menangis. Keduanya takut ada ledakan lagi, terlebih orangtua mereka menceritakan bahwa sebelumnya pernah ada ledakan serupa.
Beriringan
Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jakarta Utara Rizki Pebrian Pratama mengatakan, banyak pengungsi mengeluhkan batuk dan sesak napas. Di markas PMI, tempat PPNI membantu posko kesehatan, 39 pengungsi mengeluhkan hal itu.
Para pengungsi diberi obat dan dipantau terus oleh tim kesehatan. Apabila kondisi memburuk, mereka akan dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Pemulihan fisik dan psikis memang perlu dilakukan secara beriringan. Harapannya, warga tidak hanya sembuh dari luka di badan, tetapi juga sembuh dari trauma maupun stres.
Terkait pemulihan psikis, Rizki menyampaikan, tim kesehatan melakukan trauma healing ataupemulihan pascatrauma kepada anak-anak dengan mengajak mereka bermain. Kegiatan itu dibantu oleh Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI). Tim kesehatan juga mengimbau pengungsi dewasa di PMI untuk melakukan konseling jika merasakan trauma dan stres.
”Pemulihan fisik dan psikis memang perlu dilakukan secara beriringan. Harapannya, warga tidak hanya sembuh dari luka di badan, tetapi juga sembuh dari trauma maupun stres,” kata Rizki.
Berdasarkan data tersebut per Minggu (5/3/2023) pukul 16.00, terdapat lima penyakit yang menyerang pengungsi. Terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang diderita oleh lima pengungsi. Disusul dengan suspensi trauma (tiga orang), demam dan luka insisi (dua orang), serta satu orang sakit kepala.
Tidak dituliskan tindak lanjut dari tim kesehatan atas penyakit-penyakit yang diderita pengungsi. Soal kesehatan jiwa, hari ini diadakan konseling bersama ibu dengan bayi ASI. Dilakukan pula edukasi dan psikoedukasi kepada pengungsi yang mengalami stres dan gangguan cemas akut.
Khusus anak, tim kesehatan dari psikolog klinis Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan trauma healing dengan mengajak bermain dan mewarnai bersama. Sembilan anak dan remaja yang mengalami gangguan tidur dihipnoterapi.