Berlarut-larut dalam mitigasi menyebabkan belasan nyawa hilang, puluhan lainnya luka-luka, dan ratusan jiwa mengungsi akibat kebakaran Depo Pertamina di Plumpang, Koja, Jakarta Utara.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·7 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Foto udara hunian warga yang terbakar akibat kebakaran Terminal Integrated Bahan Bakar Minyak (BBM) Depo Pertamina Plumpang di Jalan Tanah Merah Bawah, Kelurahan Rawabadak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Sabtu (4/3/2023). Sebanyak 17 orang meninggal dan sedikitnya 50 orang terluka dalam peristiwa yang terjadi pada Jumat (3/3/2023) pukul 20.15 WIB tersebut. Dua RW yang paling terdampak kebakaran ini adalah RW 009 dan RW 001.
Tangki premium nomor 24 yang berisi 5.000 kiloliter bahan bakar minyak terbakar di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, Minggu (18/1/2009) pukul 20.30. Kebakaran diawali tiga kali ledakan keras dan menimbulkan getaran kuat hingga membuat warga Plumpang, Kelapa Gading Barat, Rawa Badak Selatan, Tugu Selatan, dan Tanah Merah berhamburan ke luar rumah.
Sebagian warga Rawa Badak Selatan diungsikan ke kolong jalan tol dalam kota Wiyoto Wiyono karena khawatir kebakaran merambat ke perumahan. Jalan Yos Sudarso, Jalan Plumpang, dan pintu keluar Tol Plumpang ditutup. Kendaraan diarahkan untuk keluar di Pintu Tol Ancol (Kompas, 19/1/2009).
Kebakaran itu menjadi peringatan berharga bagi seluruh warga akan bahaya yang bisa timbul dari instalasi strategis. Saat itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto menyebutkan, jarak aman yang ideal antara depo dan permukiman adalah 200 meter. Artinya permukiman yang berjarak sekitar 50 meter dari depo, didiami 7.400 keluarga pada kawasan seluas 89 hektar seharusnya dibiarkan kosong atau dijadikan ruang terbuka hijau.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun meminta warga memahami langkah pemerintah merelokasi warga yang tinggal berdempetan dengan depo. Kebijakan ini bukan hanya untuk warga di sekitar, tetapi juga secara nasional.
Namun, peringatan berharga itu seakan hanya jadi pengingat. Depo Plumpang kembali terbakar, Jumat (3/3/2023) pukul 20.15. Setidaknya 17 warga meninggal dunia, 37 orang dalam perawatan, dan 421 jiwa mengungsi berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta per Minggu (5/3/2023).
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, seusai meninjau pengungsian warga di RPTRA Rasela, Jakarta Utara, memastikan akan segera mencari solusi jangka panjang agar kejadian serupa tak berulang. ”Presiden berpesan bahwa keamanan dan keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Evaluasi akan dilakukan untuk meninjau kembali zonasi serta langkah ke depan,” tutur Heru.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Warga melintasi puing warung makan yang terbakar di Jalan Tanah Merah Bawah, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Sabtu (4/3/2023). Warga memadati permukiman terdampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang untuk memungut puing rumah yang terbakar.
Evaluasi untuk zonasi yang diutarakan Heru setidaknya sudah bergulir sejak 2004. Berdasarkan arsip Kompas, ratusan rumah di Kampung Tanah Merah akan segera digusur untuk pengamanan kawasan Depo Plumpang (Kompas, 121/1/2004).
Penggusuran dilakukan secara bertahap mulai dari permukiman dekat lingkar dalam sabuk pengaman kawasan depo. Pemerintah daerah tidak ingin kalau mendadak terjadi kebakaran di permukiman karena dekat dengan tangki raksasa berisikan jutaan liter bahan bakar berbagai jenis.
Empat tahun berselang, Pemkot Administrasi Jakarta Utara mengusulkan perlunya dibangun sebuah kanal pembatas atau buffer zone selebar 30-50 meter mengelilingi depo dan jalan inspeksi selebar 12 meter di luarnya. Upaya ini untuk mengurangi berbagai ancaman yang dapat membahayakan aset strategis negara (Kompas, 24/10/2008).
Usulan itu tak lepas dari temuan senjata api dan sejumlah bahan peledak, antara lain, bubuk yang diduga TNT sebanyak 2,6 kilogram di Tanah Merah, di tepi tembok depo oleh Detasemen 88 Antiteror Mabes Polri.
Seiring rencana itu, hampir pasti seluruh bangunan liar akan digusur. Rencana menggusur ini sudah pernah dibahas bersama Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso tahun 2003-2004, tetapi urung terlaksana karena saat itu sudah menjelang Pemilu 2004.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Suasana aula yang menampung para pengungsi di RPTRA Rasela, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Sabtu (4/3/2023). Sebanyak 418 pengungsi ditampung di empat tenda dan aula di area RPTRA Rasela.
Polemik panjang
Dua kali kebakaran merupakan bagian dari polemik panjang Depo Plumpang dan Tanah Merah. Mulai dari okupasi lahan, gugat-menggugat di pengadilan, penggusuran hingga warga mendapatkan penataan kampung melalui Community Action Plan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 190/HGB/DA/76 tertanggal 5 April 1976, Tanah Merah merupakan milik negara dengan status hak guna bangunan atas nama Pertamina. Total tanah negara mencapai 153 hektar dengan area yang digunakan Depo Plumpang sekitar 70 hektar dan area yang diokupasi warga sekitar 83 hektar.
Pada tahun 1992, Asisten Sekretariat Wilayah Kota Adminstrasi Jakarta Utara Bidang Pemerintahan A Cholid Ismail Balaw menyebutkan, Pertamina sudah mendapatkan izin penggunaan tanah yang dibelinya dari PT Mastraco sejak tahun 1968. Bukti atas tanah seluas kurang lebih 160 hektar itu di antaranya SK Pemberian HGB oleh Mendagri tahun 1976 (Kompas, 16/1/1992).
Pada tahun 1974, Pertamina memagari tanah itu. Sementara pada tahun 1980-an warga mulai banyak menghuni kawasan yang belum dimanfaatkan oleh Pertamina.
Inventarisasi pada tahun 1986 mencatat 344 bangunan tumbuh di tanah itu yang dihuni oleh 1.284 keluarga. Jumlah tersebut melonjak sampai 1969 bangunan yang dihuni oleh 2.000-an keluarga pada tahun 1991.
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Suasana di RW 022 Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (16/6/2021). Kawasan yang menjadi bagian Kampung Tanah Merah ini mendapatkan bantuan dari Young Presidents’ Organization Indonesia dalam program kolaborasi Kampung Asuh.
Seiring okupasi, mulai terjadi kemelut antara Pertamina dan warga Tanah Merah. Mereka memrotes penertiban dengan ganti rugi tanah yang tidak dilaksanakan secara musyawarah, melainkan hanya melalui penyuluhan tingkat kota Jakarta Utara yang dilakukan tanggal 19 November 1991. Dalam penyuluhan itu dibacakan SK Gubernur No. 4143/073.3 tanggal 17 Oktober 1991 berisi pengukuhan taksasi pesangon sebesar Rp 37.000 per meter persegi untuk setiap bangunan, tanpa disertai pembayaran tanah dan benda lain (Kompas, 19/12/1991).
Warga menghendaki agar pemerintah menangguhkan surat Gubernur serta memberlakukan aturan permainan sebagaimana mestinya. Mereka menghendaki ganti rugi tanah yang diakui milik negara itu sebesar Rp 100.000 per meter persegi, sedangkan harga bangunan sebesar Rp 250.000 per meter persegi.
Setahun berselang warga mengirim surat kepada Presiden Soeharto. Mereka meminta perlindungan agar Wali Kota Administrasi Jakarta Utara menunda rencana pembongkaran rumah mereka tanggal 8 Januari dan memohon supaya pembongkaran sebaiknya dilakukan setelah dicapai kesepakatan mengenai pesangon atas tanah garapan yang telah mereka huni sekitar sepuluh tahun (Kompas, 3/1/1992).
Nursyahbani Katjasungkana, Direktur LBH Jakarta, mengatakan, Pertamina memperoleh SK Mendagri setelah permohonan HGB yang didaftarkan pada Direktorat Agraria dikabulkan. SK Mendagri sifatnya hanya "dispensasi" karena menurut Rencana Bagian Wilayah Kota saat itu Tanah Merah adalah Jalur Hijau (Kompas, 15/5/1992).
Dalam SK Mendagri, Pertamina dapat mengelola tanah dengan syarat harus membayar Rp 141.262.030. Rinciannya sekitar Rp 70 juta harus dibayarkan kepada Yayasan Landreform.
Pertamina juga diharuskan mendaftarkan HGB ke Direktorat Agraria dalam waktu 6 bulan setelah membayar. Pertamina wajib untuk tidak menelantarkan tanah itu dan disyaratkan pula, SK batal kalau Pertamina tidak melaksanakan semua syarat itu.
Dengan demikian, warga dan Pertamina tidak punya hak atas tanah itu. Apabila tanah milik negara, peruntukkannya harus berdasarkan pada Pasal 33 UUD 45. Pertamina tidak bisa secara sepihak mengklaimnya dan seperti dikabarkan sebuah sumber, akan membangun Kompleks Industri & Litbang Pertamina.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menguatkan warga sehingga Pertamina tidak punya hak. Gugatan warga Plumpang untuk memperoleh ganti rugi sebesar Rp 150.000 per meter persegi dari Pertamina, juga ditolak (Kompas, 3/11/1992).
Majelis hakim memutuskan hal itu berdasarkan bukti-bukti yang diajukan kedua belah pihak. Majelis hakim yang dipimpin Sarwono berpendapat, tanah sengketa merupakan tanah negara.
FAKHRI FADLURROHMAN
Sejumlah petugas mengganti kabel listrik yang terbakar di Jalan Tanah Merah Bawah, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Minggu (5/3/2023). Kabel listrik di sejumlah kawasan di Jalan Tanah Merah Bawah mulai diganti pascakebakaran pada Jumat (3/3/2023) malam.
Penataan kawasan
Tanah Merah terdiri dari RW 008, 009, 010, dan 011 Rawa Badak Selatan, RW 007 Tugu Selatan, serta RW 022 Kelapa Gading Barat. Sejak tahun 2013 warga sudah mengantongi administrasi wilayah (RT/RW) dan kependudukan (kartu keluarga/KK dan kartu tanda penduduk/KTP).
Pemprov DKI Jakarta mulai menata kawasan itu dalam program Community Action Plan (CAP). Tujuannya untuk peningkatan kualitas permukiman dalam rangka penataan kawasan permukiman terpadu.
CAP berlanjut dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu. RW 009, RW 010, dan RW 22 masuk dalam peraturan itu sehingga bisa berlangsung pembangunan dengan anggaran pemerintah.
Sementara RW 007, RW 008, dan RW 011, masuk dalam Keputusan Gubernur Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat. Ketiganya mendapatkan program kolaborasi menggandeng swasta atau CSR.
Wujud kolaborasinya ialah Kampung Asuh bekerja sama dengan Young Presidents’ Organization (YPO) Indonesia sejak Maret 2021. Kampung Asuh bertujuan meningkatkan kualitas kawasan permukimam sehingga Tanah Merah jadi tempat tinggal yang layak dan berkelanjutan pada aspek fisik, ekonomi, dan sosial secara bersama-sama sehingga terwujud persatuan dan kesatuan.
Kini, Presiden Joko Widodo meminta agar segera ditemukan solusi setelah kebakaran Depo Plumpang. Ada beberapa opsi yang bisa diambil, yakni menggeser lokasi depo atau memindahkan penduduk ke tempat relokasi karena prinsipnya zona berbahaya tidak dapat lagi ditinggali penduduk.
”Terutama, karena ini memang zona yang bahaya, tidak bisa lagi ditinggali, tetapi harus ada solusinya. Bisa saja (Depo) Plumpang digeser ke reklamasi atau penduduknya yang digeser, direlokasi,” ujar Presiden ketika meninjau lokasi pengungsian, Minggu (5/3/2023).