Kasus penganiayaan David (17) kini ditangani Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Selain dua tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu Mario Dandy Satrio dan Shane Lukas, remaja A ditetapkan sebagai pelaku.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus penganiayaan Cristalino David Ozora (17) pada Senin (20/2/2023) di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, kini ditangani langsung oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum. Selain dua tersangka yang sudah ditetapkan, yaitu Mario Dandy Satrio (20) dan Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan (19), polisi kini menetapkan A (15) sebagai anak berkonflik dengan hukum.
Selain ketiga orang tersebut, Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi menyatakan, status hukum saksi APA masih dalam penyelidikan.
Sebelum sampai pada penetapan dua tersangka laki-laki dan satu anak perempuan itu, polisi mempersangkakan para terduga pelaku dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak juncto Pasal 351 KUHP. Selama penyidikan, tim penyidik memeriksa 10 saksi, lalu ada keterlibatan saksi ahli pidana, digital forensik, dan klinis.
Dengan melibatkan tim digital forensik, ada fakta baru dari percakapan Whatsapp, video di telepon seluler, dan CCTV di TKP, terlihat peran dari setiap orang yang terlibat dalam kasus penganiayaan. Oleh karena itu, polisi menambah rekonstruksi hukum berupa pasal baru terhadap tersangka.
Berdasarkan bukti digital, ada rencana sejak awal dan kesepakatan di dalam mobil oleh ketiga pihak. ”Terjadi penganiayaan yang sadis, ada tiga kali tendangan ke arah kepala, dua kali di tengkuk, dan sekali pukulan ke kepala. Korban sudah tidak berdaya masih diadakan penganiayaan lebih lanjut,” kata Hengki yang tidak bersedia menjelaskan peran Mario, Shane, dan A secara detail.
”Tak hanya kekerasan fisik, ada kata-kata yang terdengar seperti ’gue enggak takut anak orang mati’,” kata Hengki.
Polisi kemudian menjerat tersangka Mario dengan Pasal 355 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) subsider Pasal 354 Ayat 1 KUHP, subsider 353 Ayat 2 KUHP, subsider 351 Ayat 2 KUHP, dan Pasal 76c juncto Pasal 80 tentang Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
”Penerapan pasal terkait kepada para tersangka karena telah merencanakan. Hal itu dilakukan setelah penyidik melihat alat bukti dan fakta-fakta baru dalam proses penyidikan,” ujar Hengki.
Kedua tersangka tersebut kini dilimpahkan ke rumah tahanan Polda Metro Jaya untuk efektivitas pemeriksaan.
Kepada A yang sebelumnya berstatus anak berhadapan dengan hukum berubah menjadi anak berkonflik dengan hukum. A diduga ikut terlibat dalam penganiayaan David karena ada di lokasi. ”A berubah menjadi pelaku. Untuk anak ini tidak boleh disebut tersangka,” kata Hengki.
Dalam proses hukum, penyidik akan memberikan perlakuan khusus kepada A sesuai aturan penanganan anak berhadapan dengan hukum seperti dalam undang-undang berlaku.
Adapun A yang berstatus anak berkonflik dengan hukum dikenai Pasal 76c juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak dan atau Pasal 355 Ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP, subsider 354 Ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP lebih subsider Pasal 353 Ayat 2 lebih subsider juncto Pasal 56 KUHP, subsider Pasal 351 Ayat 2 juncto Pasal KUHP.
Keadilan restoratif
Ahli pidana dari Kementerian PPPA, Ahmad Sofian, menjelaskan, dalam kasus yang menimpa A, ada penanganan khusus terhadap anak berhadapan dengan hukum jika ditetapkan sebagai pelaku.
Pertama, harus melihat ancaman pidananya. Jika kurang dari 7 tahun wajib dilakukan restorative justice (keadilan restoratif) dengan mengadakan pertemuan kedua pihak keluarga untuk mencari musyawarah mufakat.
Untuk penahanan, anak sebagai pelaku sebaiknya dihindari atau tidak dilakukan. Anak punya hak pendidikan.
Jika kedua pihak saling memaafkan, status anak dialihkan ke sistem peradilan pidana dengan dikembalikan ke orangtua atau lembaga sosial.
Namun, jika ancaman pidana lebih dari 7 tahun, boleh dilakukan atau tidak dilakukan restorative justice. Jika keluarga korban ingin melakukan langkah itu, Polda Metro Jaya bisa memfasilitasinya dan jika terjadi kesepakatan, perkara dihentikan. Sebaliknya, jika tidak ada kesepakatan, statusnya ditetapkan ke proses hukum selanjutnya.
”Untuk penahanan, anak sebagai pelaku sebaiknya dihindari atau tidak dilakukan. Anak punya hak pendidikan,” kata Ahmad.
Jika ditahan, lanjut Ahmad, ada alasan obyektif seperti anak akan melarikan diri, diduga melakukan tindak pidana lagi, kemudian merusak barang bukti. Undang-Undang Perlindungan Anak secara yuridis menghindari penahanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Kasus penganiayaan David, anak seorang pengurus Gerakan Pemuda Ansor, tak hanya menyeret Mario, Shane, dan A. Keluarga Mario kini juga diinvestigasi.
Ayah Mario, Rafael Alun Trisambodo, terpaksa menanggalkan jabatannya di Kementerian Keuangan. Rafael kini juga tengah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan harta kekayaannya yang tidak dilaporkan.