Pemberlakuan sistem satu arah secara tidak langsung membuat ”pak ogah” harus menepi digantikan petugas dari dinas perhubungan.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
Kebijakan Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan, Banten, memberlakukan sistem satu arah atau SSA bukan saja berpengaruh pada arus lalu lintas, tetapi juga keberadaan ”pak ogah” di sejumlah ruas jalan. ”Sukarelawan” pengatur lalu lintas ini harus menepi saat petugas dishub mulai datang menjalankan tugas.
Pada Kamis (2/3/2023) sore, petugas Dishub Kota Tangsel kembali menyiapkan kawasan perempatan Viktor, Serpong, untuk sesi kedua SSA, pada pukul 16.00-18.30. Kontras dengan seragam lusuh, topi polos, dan sandal jepit pak ogah, petugas memakai seragam dengan rompi oranye dilengkapi sepatu tunggang serta helm putih bertuliskan ”dishub”.
Jafar (52) dan Rozali (57), dua pak ogah ini, harus menepi, saat rombongan petugas dishub tersebut mulai memasang rambu-rambu SSA di sekitar perempatan Viktor.
”Sudah waktunya gantian,” kata Jafar, sesaat setelah menepi sambil meletakkan topi hitamnya di bangku panjang pangkalan ojek yang berada di sisi kiri perempatan dari arah Jalan Pasar Jengkol tersebut.
Ketika rekayasa lalu lintas SSA sesi kedua mulai diberlakukan pukul 16.00-18.30, dua pak ogah ini tidak bisa berbuat banyak. Apalagi, mereka juga menyadari posisi sebagai pak ogah bukanlah pekerjaan legal.
Persimpangan Viktor merupakan jalur paling ramai karena merupakan jalur masuk kendaraan dari arah Bogor ataupun pekerja yang hendak menuju Stasiun Rawa Buntu dan daerah bisnis BSD. Dua pak ogah ini harus melewatkan imbalan yang mereka dapatkan saat menjadi sukarelawan pengatur lalu lintas.
Jafar dan Rozali harus menepi saat jam-jam sibuk kendaraan pada pagi dan sore, waktu biasa mereka mengais pundi-pundi rupiah. Kendati mereka masih bisa menjadi pak ogah di luar jam operasional SSA tersebut, pendapatan mereka kini menurun.
Rozali dan Jafar merasa hanya bisa berdamai dengan keadaan. ”Kita mah enggak resmi. Enggak bisa berbuat apa-apa, kita lihat ini (kebijakan) sampai kapan,” ucap Rozali.
Di saat tidak bisa menunaikan tugas sebagai ”pak ogah”, Rozali dan Jafar tetap aktif bergerak dan mengamati pergerakan kendaraan di kawasan tersebut. Bahkan, sesekali mereka mencoba mendekati dan mengarahkan pengendara kebingungan yang tidak terjangkau petugas dishub.
Meskipun kerap menunjukkan gestur tidak setuju dengan kebijakan pemerintah ini, Rozali dan Jafar terlihat sangat sukarela membantu. Rozali dan Jafar yang juga merupakan penghuni lama di kawasan tersebut tidak segan memberi masukan kepada petugas yang berjaga.
”Kadang orang-orang itu (pengendara) lebih senang bertanya ke kami dibandingkan ke petugas. Ya, karena bisa dibilang pengetahuan daerah sini mah, kami paling tahu,” ujar Rozali.
Masih bisa bertugas
Sejatinya Jafar dan Rozali masih bisa melaksanakan tugas sebagai ”pak ogah” di luar jam operasional SSA. Namun, Rozali mengakui, pada hari pertama pemberlakuan SSA ini, imbalan yang diterimanya tidak lagi sebesar dulu.
Di saat sesi kedua berakhir pada pukul 18.30, Jafar dan Rozali kembali menunaikan tugas. Namun, intensitas kendaraaan yang sudah tidak sepadat jam sibuk membuat mereka tidak bertahan lama. Kurang dari sejam, lalu lintas yang mulai lancar membuat dua pak ogah ini memutuskan untuk mengakhiri pekerjaan mereka.
”Di usia seperti ini mau kerja apalagi, hanya ini. Kita juga kerja ikhlas sebenarnya,” kata Rozali.
Pemerhati masalah transportasi Budiyanto melihat keberadaan pak ogah merupakan isu sosial yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Pengambilan kebijakan tata kota pasti akan menyerempet pada hal sosial dan ekonomi.
Menurut Budiyanto, pak ogah harus diberdayakan. Pemberlakuan SSA mengurangi titik konflik lalu lintas, tempat pak ogah kerap bermunculan. Apalagi, jika SSA di Tangsel mulai diberlakukan sepenuhnya akan membuat pak ogah ini kehilangan kerjaan.
”Pak ogah memilih pekerjaan tersebut karena terpaksa, instansi terkait bisa saja memberdayakan mereka, misalnya dilatih untuk tukang parkir di kantong parkir resmi,” ujar Budiyanto.
Adapun Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Tangerang Selatan Arif Afwan Taufani menyebut, kebijakan SSA, selain memperlancar arus lalu lintas, juga menciptakan ketertiban semua pengguna jalan, baik itu pengendara bermotor maupun warga sekitar yang berada di sekitar pemberlakuan SSA.
”Kita sedang berusaha menciptakan kebiasaan baru sehingga hal-hal yang semrawut dan tidak resmi bisa ditertibkan,” kata Arif.
Dishub Tangerang Selatan akan menguji coba kebijakan ini hingga akhir Maret 2023. Jika dianggap berhasil semua, kebijakan ini akan diberlakukan di sejumlah titik rawan kemacetan lain di Tangerang Selatan.