Keluarga Korban Jasad Dicor Fokus Pendampingan Psikologis Anak
Keluarga salah satu korban kasus jasad dicor semen langsung disibukkan berbagai hal setelah jenazah dikebumikan, termasuk soal mengurus anak. Psikis anak jadi fokus utama keluarga.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keluarga mengungkap Yusi Purawati (48) menjalin relasi baik dengan teman-teman sekolah, termasuk korban lain kasus jasad dicor semen, Heni Purwaningsih (47), dan pria yang ditemukan menyayat tangan, Permana Kusuma (50). Namun, keluarga tak ingin menggali lebih jauh kasus tersebut. Mereka akan fokus mengurus anak, terutama mendampingi psikologisnya agar tidak terguncang dan tertekan setelah menyaksikan apa yang dialami ibunya.
Ibu dari Yusi Purawati, Lastini, Kamis (2/3/2023), mengatakan, anaknya menjalin hubungan baik dengan teman-teman sekolah dan kuliahnya. Itu dibuktikan dengan seringnya Yusi bertemu atau bermain dengan teman-temannya. Saat teman-teman Yusi berdatangan untuk melayat pada Rabu (1/2/2023) pun, kata Lastini, mereka mengatakan hal yang sama.
”Sama Heni dan Permana juga akrab. Saya kenal sama mereka karena teman Uwo sejak SMP,” kata Lastini yang memanggil Yusi dengan sebutan Uwo. Lastini ditemui di kediamannya di Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur.
Suami Yusi Purawati, Heriyanto, juga menyampaikan hal serupa. Heriyanti menuturkan, Permana bahkan kerap berkunjung ke rumah, baik untuk bersilaturahmi, berkeluh kesah, maupun meminta bantuan. Adapun Heni sering bertemu Yusi, setidaknya seminggu sekali untuk mengaji bersama.
”Permana bahkan pernah meminta dicarikan pekerjaan dan akhirnya dibantu istri saya agar tidak menganggur lagi,” kata Heriyanto.
Maka, Heriyanto sangat tidak menyangka pencariannya atas Yusi berakhir di kontrakan Permana. Ditambah, kondisi Yusi sudah dikubur menggunakan cor semen. Keberadaan Yusi terungkap pada Senin (27/2/2023) seusai Heriyanto melakukan pencarian dengan bermodalkan GPS atau navigasi telepon genggam.
Dari pelacakan anaknya, kata Heriyanto, diketahui keberadaan terakhir Yusi ada di salah satu rumah kontrakan di wilayah RT RT 011 RW 022 Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat. Setelah mencari di wilayah itu selama tiga jam, ia bersama suami Heni, Suryadi, dengan diyakinkan rekaman kamera pemantau (CCTV), menuju sebuah rumah kontrakan yang dihuni Permana.
Polisi bersama pengurus wilayah kemudian mendobrak pintu rumah itu pada Senin tengah malam. Saat pintu terbuka, ditemukan Permana terluka parah. Permana kemudian meninggal dunia saat dalam perjalanan ke rumah sakit.
Mereka juga menemukan gundukan coran semen setinggi sekitar 70 sentimeter di ruang depan rumah itu. Saat dibongkar pada Selasa (28/2/2023), dua jasad perempuan yang belakangan diketahui bernama Heni dan Yusi terbaring dalam posisi ditumpuk.
”Tak ada sedikit pun terpikir bahwa istri saya ada di rumah Permana,” ucap Heriyanto.
Sejak Minggu (26/2/2023) malam, Yusi tak mengabari Heriyanto, tak merespons ketika ditelepon, serta tak kunjung pulang seusai pamit pergi ke pengajian di Masjid At Taqwa di Harapan Baru Regency, Kota Bekasi. Sejak itu pula Heriyanto langsung berkeliling ke tempat-tempat yang menurut dia rawan pembegalan. Sebab, sang istri pergi menggunakan sepeda motor.
Usahanya tak membuahkan hasil, Heriyanto mendatangi polisi untuk menanyakan soal kecelakaan lalu lintas. Namun, tak ada nama istrinya. Ia kemudian mendatangi instalasi gawat darurat di empat rumah sakit di Jakarta Timur dan Bekasi. Yusi tetap tak ditemukan.
Fokus pada anak
Heriyanto mengatakan, polisi telah menyerahkan jenazah Yusi pada Rabu (1/2/2023) setelah lebih dulu mengotopsinya. Jenazah Yusi kemudian dimakamkan keluarga di Taman Pemakaman Umum (TPU) Malaka, Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, pada hari yang sama.
Seusai sang istri dikebumikan, Heriyanto mengaku langsung disibukkan berbagai hal, mulai urusan dengan kelurahan terkait pencatatan sipil, urusan rumah tangga, hingga urusan sekolah anak.
”Bukannya mau melupakan, tetapi saya tetap harus melangkah,” kata Heriyanto. Ia menengadah seperti sedang menahan air jatuh dari matanya.
Heriyanto mengatakan, semua urusan itu biasanya dikerjakan oleh Yusi. Maka, ia tidak bisa terus berlarut dalam kesedihan karena kepergian Yusi. Sebab, ia harus mengambil alih semua pekerjaan tersebut.
Hingga Kamis siang, Heriyanto masih disibukkan dengan urusan dengan sekolah ketiga anaknya. Anak sulung Heriyanto duduk di bangku perguruan tinggi, anak tengahnya di SMA, dan si bungsu masih SD. Khusus dua anak terakhir, Heriyanto sedang mengupayakan ke sekolah agar segala urusan pembayaran maupun administrasi dilakukan secara digital.
”Saya, kan, kerja dari pagi. Waktu pulangnya enggak menentu. Jadi tidak bisa kalau mengurus semua langsung ke sekolah,” ucap Heriyanto, yang bekerja sebagai sopir di lingkungan Kementerian Koordinator Perekomian tersebut.
Adapun prioritas lainnya ialah pendampingan psikologis anak-anaknya. Heriyanto tak mau anak-anaknya tertekan atau terus bersedih atau apa yang menimpa ibunya. Untuk itu, ia pun tidak mau menggali lebih jauh kasus yang melibatkan istrinya dan berusaha ikhlas.
Itu dilakukan agar kasus tersebut tidak melebar ke mana-mana dan terus jadi konsumsi publik. Maka dari itu, Heriyanto juga menolak berspekulasi soal kasus maupun berbicara lebih lanjut soal penyidikan oleh polisi. Namun, ia akan kooperatif apabila polisi membutuhkan keterangan atau kesaksiannya berkaitan dengan kasus.
Cerita Heni
Berbeda dengan Heriyanto, Suryadi sama sekali menolak berbicara kepada Kompas, terutama soal istrinya, Heni. Suryadi ditemui di kediamannya yang hanya terpisah jarak 2 kilometer dari rumah Yusi. Di area kiri rumah Suryadi, tampak satu karangan bunga dari PT Waskita Beton Precast. Sebuah motor merah terparkir di area depan. Adapun Suryadi hanya mengatakan, penolakan untuk wawancara juga disampaikan kepada beberapa wartawan yang datang sebelumnya.
Ketua RT setempat, Rikum Bahyanto, menyampaikan, Suryadi diketahui bekerja di sebuah proyek. Namun, ia tak tahu detail pekerjaannya. Adapun Heni bekerja sebagai penjual makanan. Setiap sore, Heni menjajakan hasil masakannya di depan warung dekat rumahnya. Apabila tidak habis terjual, ibu satu anak itu akan berkeliling kampung untuk menawarkannya kepada warga.
Rikum juga kerap mendengar Heni bercerita kepada istrinya tentang banyak hal. Heni menceritakan soal kondisi keluarga hingga utang piutang.
”Terakhir saya dengar Heni meminjam uang ke bank bersama-sama dengan sembilan orang lainnya,” ucap Rikum.
Belum ada perkembangan
Belum ada lagi perkembangan kasus yang disampaikan oleh pihak kepolisian. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko hanya meminta untuk menanyakannya ke Kepolisian Resor (Polres) Metro Bekasi.
”Ke Polres Bekasi saja,” kata Trunoyudo di Polda Metro Jaya, Jakarta.
Adapun Kepala Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Hengki tidak menjawab ketika dihubungi oleh Kompas. Begitu pula dengan Kepala Seksi Humas Polres Metro Bekasi Kompol Erna Ruswing.
Pada Rabu (1/3/2023), Hengki mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pendalaman. Sudah ada lima saksi yang diperiksa, mulai dari suami para korban, keluarga pemilik rumah, toko bangunan, dan masyarakat yang bersama-sama mendobrak pintu ketika ada kecurigaan (Kompas, 2/2/2023).