Taktik Mencapai 30 Persen Ruang Terbuka Hijau di Jakarta
Cakupan ruang terbuka hijau di Jakarta jauh panggang dari api. Masih sekitar 5 persen dari 30 persen yang diwajibkan undang-undang. Ragam cara perlu ditempuh selama ada kemauan dan komitmen, serta kesinambungan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·6 menit baca
Luas ruang terbuka hijau di Jakarta mencakup 5,18 persen dari luas wilayah secara keseluruhan. Jumlah itu masih jauh dari amanat undang-undang sebesar 30 persen. Untuk memenuhinya dibutuhkan kemauan pemerintah dan swasta menjalankan kewajibannya. Jangan terulang lagi ruang terbuka hijau bersalin menjadi kompleks bangunan beton.
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan ruang terbuka hijau sebagai area memanjang atau jalur dan mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik tumbuh secara alami maupun ditanam.
Dalam laman informasi jakartasatu.jakarta.go.id, ruang terbuka hijau (RTH) DKI Jakarta sebesar 33,33 juta meter persegi atau 33,33 kilometer persegi. Jumlah itu mencakup 5,18 persen dari luas Jakarta yang mencapai 664,01 kilometer persegi.
Cakupan yang ada tersebar di Jakarta Timur sebanyak 26,2 persen, Jakarta Selatan 24,92 persen, Jakarta Utara 20,87 persen, Jakarta Pusat 12,69 persen, Jakarta Barat 8,64 persen, dan null (belum diketahui) 6,61 persen.
Berdasarkan jumlah obyek, ada 2.307 RTH, 1.710 jalur hijau, 1.335 taman lingkungan, 140 belum diketahui, 133 taman interaktif, 123 hutan kota, 114 pemakaman, 77 taman kota, 18 lapangan olahraga, 17 kebun bibit, dan 10 taman rekreasi.
Cakupan 5,18 persen RTH yang ada saat ini masih jauh dari ketentuan UU 26/2007. Beleid tersebut mengatur proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayahnya dan proporsi RTH publik paling sedikit 20 persen.
RTH adalah fasilitas multifungsi di perkotaan. Tutupan hijaunya menyerap polusi, produsen oksigen, juga area tangkapan air yang turut mengatasi ancaman banjir. RTH juga ruang publik untuk warga dari berbagai latar belakang berkumpul gratis sehingga meredakan ketegangan sosial.
Penataan kawasan
Masih jauhnya ketersediaan RTH dari tuntutan aturan membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak beberapa tahun terakhir terus berupaya menambah ruang hijau baru. Tiga bulan terakhir, misalnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan jajarannya giat menata kawasan, terutama lahan tak terawat atau terbengkalai. Penataan tersebut menjadi salah satu upaya pemenuhan ruang terbuka hijau.
”Dalam kurun tiga bulan sudah menata 238 lokasi taman. Akan terus menanam pohon dan penghijauan di lokasi-lokasi yang memang milik pemerintah,” tutur Heru seusai penanaman pohon di lokasi pembangunan Taman Sensori, Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, Selasa (28/2/2023).
Taman Sensori seluas 9.900 meter persegi dibangun dekat permukiman warga agar jadi ruang interaksi, olahraga, dan rekreasi. Pengerjaan ditargetkan berlangsung selama empat bulan.
Penataan kawasan juga berlangsung di pergudangan Pluit, tepatnya sisi Tol Bandara Soekarno-Hatta, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Ratusan pohon dan tanaman hias ditanam di sana untuk menghadirkan lebih banyak RTH.
Heru menuturkan, penataan kawasan dan penanaman pohon pada area sisi tol sepanjang 1,5 kilometer menunjukkan keterbatasan lahan bukan hambatan untuk penghijauan di Jakarta. Upaya tersebut harus berkesinambungan ke seluruh Jakarta.
Selain itu, pemerintah daerah juga menggandeng pihak swasta dalam penataan lahan kosong. Salah satunya di sepanjang saluran Kalimalang, kolong Tol Becakayu, Jakarta Timur.
Kerja sama terjalin dengan PT Kresna Kusuma Dyandra Marga dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II untuk penataan dalam jangka waktu lima tahun. Penataan mencakup pembersihan dan penghijauan di sepanjang kolong tol, pemeliharaan, dan pemantauan atau evaluasi.
Pola konsolidasi lahan memang sulit dan membutuhkan waktu, tetapi ini harus dilakukan. Yang penting penduduk setempat harus bisa ditampung di tempat asalnya. Tidak tergusur atau terpinggirkan. Tidak terjadi gentrifikasi.
Danang Priatmodjo, anggota Dewan Penasihat Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia, mengingatkan agar jangan terulang lagi RTH hilang atau berganti jadi kompleks bangunan, seperti taman di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, taman di Pluit dan Senayan menjadi kawasan komersial, dan taman lingkungan menjadi SPBU.
”Untuk kondisi Jakarta, mau tidak mau pemerintah harus membeli lahan dan bangunan, lalu merobohkan bangunannya dan diubah menjadi taman. Ini harus dilakukan di berbagai wilayah yang minim ruang terbuka hijau,” ucap Danang, Senin (27/2/2023).
Danang meyakini, upaya tersebut dapat berjalan karena cukupnya APBD DKI Jakarta. Apalagi, hal serupa berjalan di Kota Madinah, Arab Saudi, tatkala pemerintahnya membeli hotel di sekitar Masjid Nabawi, lalu dirobohkan dan lahannya dipakai untuk perluasan makam Baqi.
Ia juga menyarankan konsolidasi lahan lantaran banyak bangunan rendah (rumah), rata-rata hanya dua lantai di tengah kota. Bangunan ini tidak efisien untuk tanah yang mahal dan kian langka. Diperlukan pengembangan hunian vertikal atau mengubah bangunan rendah menjadi bangunan sedang (18-12 lantai) atau tinggi (sekitar 20 lantai) agar ada peluang untuk mengambil porsi lahan yang bisa dialokasikan sebagai RTH.
”Pola konsolidasi lahan memang sulit dan membutuhkan waktu, tetapi ini harus dilakukan. Yang penting penduduk setempat harus bisa ditampung di tempat asalnya. Tidak tergusur atau terpinggirkan. Tidak terjadi gentrifikasi,” kata Danang.
Kemauan
Jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2021, berdasarkan hasil proyeksi penduduk interim 2020-2023, sebanyak 10,60 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 0,57 persen. Dibandingkan luas wilayah, kepadatan penduduk tahun 2021 mencapai 15.978 jiwa per 1 kilometer persegi.
Warga mengharapkan kehadiran RTH di wilayahnya atau paling tidak terjangkau aksesnya. Misalnya, Taman Maju Bersama Sutoyo Cerah di Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.
Taman yang belum dibuka untuk umum ini berjarak lima menit dengan berjalan kaki dari Halte Transjakarta BKN. Pada bagian tengahnya terdapat labirin yang dikelilingi bunga sebagai daya tarik.
Taman seluas 3.397 meter persegi itu berada di antara permukiman warga. Selain labirin, terdapat pula area bermain anak, lintasan, gedung serbaguna, dan parkir khusus sepeda.
”Kami butuh taman seperti ini. Anak-anak bisa bermain dengan leluasa. Lingkungan juga lebih lega karena dulu jadi tempat parkir truk dengan tembok tinggi,” ujar Imanuel (55), warga Cililitan, Sabtu (25/2/2023).
Warga Duri Kepa juga punya harapan serupa dengan kehadiran Taman Maju Bersama Nirmala Mas, Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat. Taman yang belum dibuka untuk umum itu punya lapangan, area bermain anak, lintasan lari, area menanam tanaman obat keluarga dan warung hidup.
”Kami demen tempat begini (taman). Dekat rumah, sudah nggak sabar bisa main di sini,” ucap Badai (60), warga Duri Kepa, Minggu (26/2/2023).
Justin Adrian Untayana, anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia DPRD DKI Jakarta, menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan aset tanah secara optimal, termasuk untuk ruang terbuka hijau. Merujuk Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2021, valuasi tanah pemerintah mencapai Rp 372 triliun. Akan tetapi, tanah itu belum dimanfaatkan secara maksimal dan ada tanah yang dikuasai pihak ketiga ataupun belum disertifikasi.
”Target ruang terbuka hijau 30,92 persen bisa memanfaatkan lahan tidur, paling tidak dapat dijalankan dengan efisien tanpa biaya pembebasan tanah baru,” kata Justin, Selasa (28/2/2023).
Lahan tidur yang dimaksud Justin, antara lain, kompleks rumah dinas yang sudah tidak terpakai ataupun rusak, areal hijau, fasilitas sosal, dan fasilitas umum. Ia berharap lahan tidur sesempit apa pun dapat dinikmati oleh semua warga yang membutuhkan ruang terbuka hijau lantaran tingkat kepadatan Jakarta oleh permukiman yang tidak beraturan.
”Jangan sampai lahan terbengkalai justru dimanfaatkan segelintir orang. Lebih baik untuk kepentingan bersama,” ujar Justin.