47.700 Warga Terdampak Banjir, Bekasi Tanggap Darurat
Pemerintah Kabupaten Bekasi menetapkan tanggap darurat bencana selama 14 hari ke depan. Banjir Bekasi, salah satunya disebabkan alpanya kawasan perumahan dalam membangun sistem pengendali banjir.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 47.700 jiwa warga di 14 kecamatan wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, terdampak banjir. Pemerintah Kabupaten Bekasi pun menetapkan tanggap darurat bencana selama 14 hari ke depan. Banjir Bekasi salah satunya disebabkan oleh alpanya kawasan perumahan dalam membangun sistem pengendali banjir.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi, hingga Senin pukul 12.30, ada 14 kecamatan dan 37 desa yang terdampak banjir. Jumlah warga yang mengungsi 4.092 jiwa dari total 47.700 jiwa terdampak. Jumlah korban meninggal akibat bencana itu dua orang.
Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan mengatakan, ribuan warga mengungsi akibat banjir yang melanda Bekasi sejak 24 Februari 2023, sebagian besar masih bertahan di rumah tetangga atau saudara yang masih aman. Titik pengungsian yang sudah disiapkan pemerintah daerah sebanyak 20-an tempat pengungsian.
”Ada beberapa titik pengungsian itu, semuanya kami siapkan sarana prasarananya, termasuk dapur umum dan pos kesehatan. Sementara yang di rumah-rumah menunggu reda saja,” kata Dani, saat dihubungi dari Jakarta, Senin sore.
Dani mengatakan, penanganan bencana banjir yang paling urgen, terutama berkaitan dengan keselamatan dan anggaran, pihaknya menetapkan bencana banjir itu sebagai tanggap darurat bencana. Tanggap darurat bencana itu ditetapkan dalam surat keputusan (SK) bupati.
”SK tanggap darurat sedang berproses dan malam ini mungkin saya tanda tangan. Kemudian pembentukan posko tanggap darurat lintas intansi,” kata Dani.
Pemerintah Kabupaten Bekasi juga bakal memanggil sejumlah pengembang perumahan yang ada di Kabupaten Bekasi. Perumahan-perumahan itu dari hasil pengecekan pemerintah daerah ditenggarai menjadi penyebab banjir di wilayah perumahan dan lingkungan sekitar.
”Kami panggil karena belum terpenuhinya kewajiban mereka dalam sarana-prasana pengendalian banjir ataupun sistem drainasenya. Dalam waktu singkat, dua hal itu,” katanya.
Dani menyebut perumahan yang dibangun pengembang sejatinya sudah memiliki izin mendirikan bangunan. Namun, dalam setiap izin pembangunan perumahan itu, ada sejumlah persyaratan, seperti pengendalian banjir dan sistem drainase yang belum dipenuhi pengembang.
”Jadi ketika terjadi hujan dengan durasi yang cukup ekstrem beberapa hari ini, maka terdampak,” katanya.
Kendala penanganan
Wilayah Bekasi merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang cukup banyak dilintasi daerah aliran sungai. Namun, kondisi sejumlah sungai di sana tergolong kritis.
Dari catatan harian ini, salah daerah aliran sungai yang tergolong kritis di Bekasi, yakni Kali Bekasi. Aliran kali ini dikategorikan sebagai daerah aliran sungai (DAS) dengan risiko bencana sangat tinggi atau indeks risiko bencananya mencapai 0,29 (Kompas, 23/2/2023).
Menurut Dani, masalah penanganan DAS kritis di Bekasi membutuhkan keterlibatan pemerintah pusat dan daerah. Ini karena kewenangan pengelolaan DAS di Bekasi, sebagian ada di pemerintah pusat.
”Selama saya menjadi bupati, sudah dua kali rapat koordinasi untuk masalah penanganan sungai ataupun tanggul kritis. Selalu memang masalah klasiknya, anggaran belum memadai dari sisi mereka (Balai Besar Wilayah Sungai/BBWS),” kata Dani.
Ada beberapa sungai kecil yang meski kewenangannya ada di BBWS, Pemerintah Kabupaten Bekasi sudah meminta izin untuk melakukan pengerukan. Namun, pada 2023 ini, upaya pengerukan dan pembuatan tanggul sungai baru sampai pada tahap tender pengawas.
”Jadi memang belum ke pengerjaan fisik. Keburu hujan sedemikian besar sehingga belum terlaksana sepenuhnya. Baru kondisi darurat yang bisa kami turunkan untuk penanganan,” kata Dani.
Pendiri Komunitas Save Kali Cikarang Dedi Kurniawan, dihubungi terpisah, mengatakan, banjir berulang yang rutin merendam permukiman warga setiap tahun menunjukkan kalau daerah itu hanya disiapkan untuk pembangunan. Daerah itu abai atau tak siap mencegah atau mengantisipasi dampak bencana akibat pembangunan.
Kok, bisa-bisanya wilayah yang diperuntukkan untuk pertanian jadi perumahan. Berarti ini ada alih fungsi status.
”Semua DAS di Bekasi itu memang kritis. Bahu sungai yang digunakan untuk pengendalian banjir sudah tak ada. Banyak diduduki perumahan,” katanya.
Dedi juga menyoroti izin dari perumahan-perumahan yang terbangun di Bekasi. Dia menyebut, banyak perumahan yang dibangun di kawasan yang dulu kala merupakan area persawahan.
”Kok, bisa-bisanya wilayah yang diperuntukkan untuk pertanian jadi perumahan. Berarti ini ada alih fungsi status,” kata Dedi.