Keracunan makanan cukup sering terjadi. Sepanjang Februari ini, ada dua peristiwa terjadi di Bogor dan satu kali di Malang. Keracunan massal ini diduga karena ada zat pencemar beracun yang terkandung dalam makanan.
Oleh
AGUIDO ADRI, DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
Kenikmatan sajian makanan pesta pernikahan di Kampung Babakan Asem, Desa Babakan, Tenjo, Kabupaten Bogor, Jumat (10/2/2023), ternyata berujung sakitnya 87 warga. Tamu dan tuan rumah menjadi korban.
Ketua RW 004 Kampung Babakan Asem Ali Rahman, Sabtu (11/2/2023), mendadak sibuk setelah satu per satu warganya pusing dan mual. Balai Desa Babakan menjadi posko darurat penanganan warga sakit. Ada 37 warga dirujuk ke Puskesmas Tenjo dan 17 di antaranya dirawat inap. Sebagian warga dirawat di Balai Desa Babakan lalu pulang.
”Selang sehari acara pernikahan itu, warga berdatangan ke balai desa. Keluhannya sama. Itu di balai, belum di rumah-rumah warga,” kata Rahman, Kamis (23/2).
Rahman meyakini, warga yang keracunan lebih dari 87 orang. ”(Jumlah) undangan dan yang datang ke resepsi banyak. Di lingkungan sekitar kampung di RW saya bisa 200-300 orang. Yang tercatat dapat perawatan itu banyak ibu-ibu dan anak,” ujarnya.
Anehnya, ibu-ibu juru masak tidak keracunan. Padahal, mereka telah mencicipi dulu semua makanan sebelum disajikan. ”Saya dapat info kalau (sampel) makanannya sudah diambil. Kami belum tahu penyebab banyak warga keracunan. Ini pertama kali di sini,” ujar Rahman.
Endah (39), salah satu korban keracunan, baru merasakan pusing dan sedikit mual pada Minggu pagi atau dua hari setelah acara pernikahan.
”Cuma mikir, kok, enggak enak badan Minggu pagi itu. Terus lihat tetangga dan warga lainnya, kok, sama. Oh, ternyata keracunan karena kami makan di situ. Niatnya mau makan enak, eh badan jadi enggak enak,” kata Endah.
Sejumlah warga termasuk Endah menduga, makanan yang disajikan saat acara terkontaminasi racun rumput. Dugaan itu muncul karena tuan rumah acara seorang petani.
Udin yang menggelar acara resepsi pernikahan cucu perempuannya tidak mengetahui kenapa hidangan di pestanya menimbulkan masalah kesehatan kepada warga. Begitu pula dengan Eha, ibu dari anak perempuan yang menikah dan korban keracunan massal. Bahan-bahan makanan, menurut mereka, dibeli dari pasar lokal.
Selang seminggu setelah kejadian keracunan makanan di Kampung Babakan Asem, peristiwa serupa juga dialami 55 pelajar SMP dan SMA Marsudirini di Desa Tegal, Kemang, Kabupaten Bogor, Senin (20/3/2023).
”Ada 20 pelajar gejala ringan, 33 pelajar gejala sedang, dan 2 gejala berat karena memiliki penyakit penyerta sehingga perlu menginap. Semua tertangani baik oleh tim medis dan semua pelajar sudah pulang,” kata Direktur Rumah Sakit Sentosa Kolonel (Purn) Frits MR, akhir pekan ini.
Ini pelajaran bagi kami dalam hal kebersihan makan, atau mungkin kami terlalu memberikan kebebasan anak-anak untuk menggunakan aplikasi pesan dan antar makanan.
Frits menduga keracunan massal pada pelajar karena mereka mengonsumsi makanan yang sama saat disajikan satu hari sebelumnya.
”Jadi, hari itu mereka makan bersama dan makanan masih sisa banyak. Makanan itu mereka makan lagi esoknya. Tentu tidak semua jenis makanan bisa dimakan setelah lebih dari satu hari. Apalagi, jika tidak disimpan baik,” katanya.
Penanggung Jawab Yayasan Marsudirini Perwakilan Bogor Helena menuturkan, dari 91 pelajar yang tinggal di asrama, 55 pelajar di antaranya mengeluhkan mual dan pusing.
Para pelajar itu sempat makan bersama pada Sabtu (18/2) dengan menu shabu-shabu. Malamnya, mereka menyantap es doger dan pizza yang dibeli pihak yayasan. Minggu (19/2), ada menu ayam kentaki, soto, dan ayam.
”Minggu sekitar pukul 23.00, seorang pelajar melaporkan ada tujuh anak yang mengalami mual. Kami langsung tangani dengan memberikan susu. Saat hendak ke sekolah (Senin), ada anak-anak yang mual. Kami lalu segera membawa mereka rumah sakit,” kata Helena.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor mengambil sampel makan dan dikirim ke Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jakarta.
”Ini pelajaran bagi kami dalam hal kebersihan makan, atau mungkin kami terlalu memberikan kebebasan anak-anak untuk menggunakan aplikasi pesan dan antar makanan,” ujar Helena.
Ratusan mahasiswa
Keracunan diduga dari makanan juga terjadi di Jawa Timur pada 6 Februari lalu. Ada ratusan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya angkatan 2022 yang menjadi korbannya. Saat itu, mereka menjalani kegiatan Kemah Kerja Mahasiswa ke-43 di Desa Jedong, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
Beberapa jam seusai makan malam, sejumlah mahasiswa mual, muntah, dan pusing. Menu makan sore itu ada nasi putih dan capcay dan makan malam nasi putih telur bali.
Pihak berwenang mengirimkan sampel makanan dan air yang dikonsumsi mahasiswa ke laboratorium. Ada dua laboratorium yang menjadi rujukan, yakni Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Kabupaten Malang dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Jawa Timur di Surabaya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Wiyanto Wijoyo saat berada di Jakarta, Jumat (24/2/2023), mengatakan, Labkesda memeriksa kandungan mikrobiologi, maka BBLK memeriksa dari segi mikrobiologi dan kimia. Hasil pemeriksaan mikrobiologi ditemukan bakteri Escherichia-coli (E-coli) dalam jumlah berlebih.
Dari hasil pemeriksaan secara kimia, ditemukan kandungan nitrit pada makanan. Sampel yang diambil untuk uji laboratorium meliputi nasi, lauk, bumbu masak, air untuk masak, air minum, dan air MCK (mandi cuci kakus).
Dalam semua sampel yang diperiksa, terdapat nitrit di dalamnya. Kemungkinan masuk ke nasi melalui air untuk memasak. Nitrit sebagai biang keladi bisa dilihat dari gejala yang sama dengan masa inkubasi 30-60 menit.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Malang Inspektur Satu Wahyu Rizki Saputro mengatakan, pihaknya masih memeriksa korban dan sejumlah saksi, mulai dari juru masak, perangkat desa, sampai panitia kegiatan dari pihak wakil Dekan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Menjaga produk makanan bersih, sehat, higienis tidak mudah. Ada persiapan sejak pemilihan bahan, pengolahan, hingga penyajian, termasuk pengemasan, pengiriman, dan cara mengonsumsi yang aman untuk makanan yang dipesan-antar via aplikasi, dibeli dan dibawa pulang, atau katering. Semua pihak yang berwenang dalam setiap tahapan proses pembuatan sampai menghidangkan memiliki tanggung jawab masing-masing yang wajib ditaati agar keamanan pangan terpenuhi.